PERKATAAN ‘SAYA MENGIKUTI MANHAJ SALAF’ BUKANLAH KESOMBONGAN DAN BERBANGGA DIRI

PERKATAAN ‘SAYA MENGIKUTI MANHAJ SALAF’ BUKANLAH KESOMBONGAN DAN BERBANGGA DIRI

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Di tulis Oleh Al Ustadz Abu Utsman Kharisman

Seorang yang mengatakan: “Saya seorang Salafy” atau “Saya adalah pengikut Manhaj Salaf” bukanlah artinya ia meninggikan dirinya dan mengklaim dialah yang paling benar dalam segalanya. Sesungguhnya pernyataan tersebut menunjukkan cita-cita dan harapannya ingin sebenar-benarnya mengikuti teladan para Salafus Sholih dengan sebaik-baiknya pada seluruh sendi Dien.

Sebagaimana seorang yang mengatakan: “Saya muslim”. Apakah orang yang mengatakan demikian telah mengklaim dirinya adalah orang yang telah menjalankan syariat Islam secara sempurna? Jelas tidak. Ia mengatakan demikian dengan pengakuan dalam hati akan kekurangan pada dirinya. Ia bercita-cita ingin menjadi muslim yang menjalankan syariat Islam dengan baik dan terus memperbaiki dirinya.

Sehingga, ketika seorang menyatakan: Saya adalah pengikut Salaf, seakan-akan ia berkata: “Mari bersatu dalam Islam ini dengan menjadikan Salaf sebagai panutan kita. Jika antum mengetahui ada ajaran Salaf yang belum saya ketahui, sampaikan pada saya, karena saya sangat ingin meneladani para Salafus Sholih itu dengan baik. Namun, kami tegaskan bahwa jangan sekali-kali mengajak kami pada hal-hal yang sudah jelas bertentangan dengan manhaj Salaf, karena kami hanya mau mengikuti manhaj Salaf dalam Dien ini. Kamipun mengajak antum semua untuk mengikuti manhaj Salaf, karena sesungguhnya manhaj Salaf itu adalah Islam yang murni”.

Seorang pengikut manhaj Salaf yang haq tidak akan pernah mengklaim bahwa ia dan orang-orang yang sekarang bersamanya pasti akan masuk Jannah (Surga). Karena tidak ada yang tahu akhir kehidupan seseorang kecuali Allah. Ia tidak akan pernah tahu apakah ia akan terus menjadi pengikut manhaj Salaf hingga akhir hayatnya atau justru berakhir menjadi pengikut hawa nafsu, wal iyaadzu billah.

Ia juga tidak akan pernah tahu apakah rekan-rekan yang sekarang bersamanya, menuntut ilmu bersamanya, bahkan gurunya sendiri yang masih hidup akan terus di atas manhaj Salaf hingga akhir hayatnya. Ia juga tidak akan pernah tahu apakah amal yang ia lakukan ini diterima oleh Allah, atau justru ia adalah orang yang munafik, mengaku mengikuti manhaj Salaf secara lahiriah, namun secara batin membencinya, wal iyaadzu billah. Ia tidak bisa menjamin apakah amalnya bersih dari riya’ atau tidak. Ia sendiri bahkan tidak bisa mengklaim bahwa satu saja amal ibadah yang telah ia lakukan sudah diterima oleh Allah atau tidak.

Ia hanya bisa memastikan secara umum bahwa siapapun saja yang mengikuti manhaj Salaf dengan baik hingga akhir hayatnya, pasti masuk Jannah (Surga), sebagaimana dalil-dalil yang sedemikian banyak menunjukkan demikian. Karena manhaj Salaf pada hakikatnya adalah Islam yang sebenarnya. Adapun untuk orang perseorangan atau individu, ia tidak berani menyatakan bahwa fulaan pasti masuk surga dan fulaan pasti masuk neraka, kecuali orang-orang tertentu yang telah dipastikan oleh Allah dan RasulNya pasti masuk Surga dan Neraka.

Ia hanya bisa selalu berdoa memohon hidayah kepada Allah dan dikokohkan di atas manhaj Salaf, dan diberi akhir kehidupan yang baik. Ia akan berusaha memilih rujukan dalam bacaan, ataupun mendengarkan kajian-kajian dari orang yang sudah jelas keilmuannya dalam manhaj Salaf berdasarkan rekomendasi dari orang-orang yang terpercaya. Ia akan selektif memilih sumber ilmu dalam Dien ini, sebagai bentuk penjagaan terhadap manhaj yang sangat berharga bagi dirinya. Seorang pengikut manhaj Salaf akan selalu mengikuti dalil al-Quran dan as-Sunnah dengan pemahaman Ulama Salaf, dengan bimbingan para Ulama yang nyata-nyata bermanhaj Salaf yang masih hidup sejaman dengannya.

Ia akan berusaha dan bersemangat menuntut ilmu yang shahih, berusaha mengamalkan, berusaha mendakwahkan sesuai kemampuannya, dan bersabar di atas manhaj yang haq ini.

Ia mencintai kebaikan untuk saudaranya sesama muslim sebagaimana ia suka kebaikan itu terjadi untuk dirinya. Karena itu ia bersemangat untuk mendakwahkan Ilmu Sunnah yang telah diketahuinya. Ia juga peringatkan saudaranya kaum muslimin dari bahaya kesyirikan, kebid’ahan, dan kemaksiatan karena cinta dan sayangnya pada kaum muslimin.

Kadang dalam mendakwahkan manhaj Salaf ini ia dicela dan bahkan dikafirkan oleh saudaranya sesama muslim, namun ia tidak akan membalas mengkafirkan saudaranya itu, selama memang ia masih muslim.

Dakwah Salaf adalah ajakan kepada Sunnah, sehingga pada dasarnya pengikut manhaj Salaf adalah Ahlussunnah. Dakwah Salaf bukanlah ajakan pada pribadi atau kelompok maupun golongan tertentu secara ashobiyyah (fanatik buta). Telah disampaikan di atas bahwa penamaan ‘Salaf’ bukanlah penamaan yang mengada-ada, tapi sesungguhnya berasal dari ucapan Nabi, Sahabat beliau, dan para Ulama Ahlussunnah setelahnya.

Jika di masa Nabi, cukup seorang mengatakan: Saya muslim. Karena di masa itu hanya ada kafir dan muslim secara dhahir. Tidak ada kebid’ahan atau hal-hal baru yang diada-adakan di masa Nabi. Cukup seorang mengatakan : Saya muslim sebagai pembeda dengan orang-orang kafir.

Namun, saat mulai muncul kebid’ahan, maka para Sahabat mulai memberikan pembeda antara ajaran Islam yang murni dengan ajaran Islam yang sudah mulai terkontaminasi dengan kebid’ahan. Sebagaimana Ibnu Abbas memisahkan antara Ahlus Sunnah dengan Ahlul Bid’ah dalam salah satu penafsirannya.

Saat orang-orang mulai banyak yang senang memahami dalil al-Quran dan dalil Sunnah Nabi dengan pikirannya sendiri, atau pemikiran para tokoh-tokoh kelompoknya, atau thoriqoh yang dipilihnya, maka saat itulah perlu pembeda antara pengikut manhaj Salaf dengan yang bukan. Perlu pembeda antara orang-orang yang memunculkan hal-hal baru dalam Dien ini dengan orang-orang yang masih istiqomah tetap mengikuti ajaran Islam yang murni terdahulu.

WA al-I’tishom