TINGGALKAN SIKAP TA’ASHSHUB WALAUPUN KEPADA GURU YANG KAMU CINTAI.

TINGGALKAN SIKAP TA’ASHSHUB WALAUPUN KEPADA GURU YANG KAMU CINTAI.

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullaah.

PERTANYAAN: Bagaimana hukumnya orang yang mencintai seorang alim atau dai, dengan mengatakan: Sesungguhnya saya sangat mencintai beliau, oleh karena itu saya tidak suka mendengar bantahan yang ditujukan kepadanya dari siapapun, dan saya ambil ucapan-ucapannya sekalipun menyelisihi dalil, karena syaikh (orang alim) ini lebih tahu tentang dalil daripada saya?

JAWABAN:

Ini adalah ta’ashshub yang sangat dibenci dan tercela, maka hal semacam ini tidak boleh.

✳ Alhamdulillah, kami mencintai para ulama dan para dai di jalan Allah ta’ala, akan tetapi apabila salah seorang diantara mereka melakukan kesalahan dalam suatu perkara, maka tentunya kami menjelaskan kebenaran dalam perkara tersebut dengan dalil, tanpa mengurangi kecintaan dan kedudukannya.

al-Imam Malik pernah berkata : “Seuruh ucapan bisa diambil dan ditolak kecuali pemilik kubur ini (yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam).

Apabila kami membantah sebagian ahlul ilmi (Ulama) dan sebagian orang yang memiliki keutamaan bukan berarti kami membenci dan merendahkannya, akan tetapi kami hanyalah menjelaskan kebenaran semata.

✔ Oleh karena itu sebagian ulama ketika (mereka membantah) teman-temannya yang memiliki kesalahan, mengatakan, “Fulan adalah kekasih kami, akan tetapi kebenaran (al-haq) lebih aku cintai daripadanya. Inilah cara yang benar.

Maka janganlah kalian pahami bahwa membantah kesalahan-kesalahan beberapa ulama itu artinya membenci atau merendahkannya. Bahkan para ulama terus menerus sebagian mereka membantah sebagian yang lain, akan tetapi mereka tetap bersaudara dan saling mencintai.

Kita tidak boleh mengambil seluruh perkataan seseorang dengan membabi buta, baik yang benar ataupun yang salah, karena ini merupakan sikap fanatik (ta’ashshub) yang amat dibenci.

☑ Orang yang boleh diambil seluruh perkataannya dan tidak boleh ditinggalkan sedikitpun adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, karena beliau adalah orang yang menyampaikan dari Rabb-Nya, beliau tidak berbicara dengan hawa nafsunya. Adapun selain beliau, maka terkadang bisa salah dan benar, sekalipun mereka itu orang-orang yang paling utama, para mujtahid (ahli ijtihad); mereka itu semuanya bisa salah dan bisa benar, tidak ada seorang pun yang bebas dari kesalahan selain Rasulullaah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺍﻟﻨﺼﻴﺤﺔ. ﻗﻠﻨﺎ:ﻟﻤﻦ؟ ﻗﺎﻝ ﻟﻠﻪ، ﻭﻟﻜﺘﺎﺑﻪ، ﻭﻟﺮﺳﻮﻟﻪ، ﻭﻷﺋﻤﺔﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ، ﻭﻋﺎﻣﺘﻬﻢ

“Agama itu nasehat” kami (para shahabat) bertanya; “Untuk siapa nasehat itu?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, Kitab Nya, Rasul- Nya, serta para imam kaum muslimin dan juga untuk kaum muslimin secara umum”.

Menjelaskan kesalahan itu adalah bagian dari nasehat bagi umat seluruhnya. Adapun menyembunyikannya adalah menyelisihi prinsip nasehat.

Sumber: al-Ajwibah al-Mufidah ‘an As-ilah al-Manahij al-Jadidah, soal no. 60, hlm. 120-121.

Alih Bahasa: Abu Utbah Miqdad hafizhahullaah.

WA Forum Riyadhul Jannah Wonogiri.