You are currently viewing Perang Khaibar II

Perang Khaibar II

  • Post author:
  • Post category:Kisah

 Jatuhnya benteng Khaibar Benteng Na’im adalah benteng pertama yang diserang kaum muslimin. Dari benteng inilah keluar Marhab, jagoan Yahudi yang kekuatannya sebanding dengan seribu orang. Setelah ‘Amir bin Al-Akwa’ gugur sebagai syahid, Marhab keluar lagi dan menantang. Dalam peristiwa inilah Mahmud, saudara Muhammad bin Maslamah terbunuh karena dilempar dengan batu gilingan. Ibnu Hisyam dalam Sirah-nya menyebutkan akhirnya Muhammad bin Maslamah keluar menyambut tantangannya untuk menuntut balas atas kematian saudaranya Mahmud.

Setelah saling serang beberapa kali, keduanya masuk ke dalam barisan pepohonan. Sekarang, mereka bertempur di balik sebatang pohon. Pada satu kesempatan, Marhab menebas, tapi ditangkis oleh Muhammad, sehingga pedangnya terjepit. Melihat ini, Muhammad menunduk dan menebas kaki Marhab hingga putus. Marhab minta agar segera dibunuh saja, namun tetap dibiarkannya sekarat. Setelah itu, datanglah ‘Ali bin Abi Thalib membunuhnya.

Kemudian keduanya mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang rampasannya. Kata Muhammad: “Wahai Rasulullah, tidaklah aku putuskan kakinya lalu aku biarkan dia, melainkan agar dia merasakan kematian, padahal aku mampu membunuhnya saat itu.” Kata ‘Ali: “Dia betul. Saya menebas lehernya sesudah Muhammad memotong kedua kakinya.” Maka Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam  pun menyerahkan barang-barang milik Marhab kepada Muhammad bin Maslamah, yaitu pedang, tombak, dan topi besinya serta gadanya.Pedang itu masih tersimpan di keluarga Muhammad bin Maslamah dan di situ tertulis kalimat yang hanya bisa dibaca oleh seorang Yahudi, isinya: “Ini pedang Marhab, siapa yang terkena pasti binasa.” Sementara yang lain mengisahkan bahwa yang membunuh Marhab adalah ‘Ali bin Abi Thalib, demikian kata Al Hakim dalam Mustadrak-nya. Tapi menurut Ibnu Katsir  susunannya aneh (gharib) dan munkar, bahkan dalam sanadnya terdapat rawi yang tertuduh tasyayyu’ (cenderung kepada Syi’ah). Ketika itu, ‘Ali bin Abi Thalib yang sedang sakit mata, dipanggil oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebelumnya beliau bersabda:

لَأُعْطِيَنَّ الرَّايَةَ غَدًا رَجُلًا يُحِبُّ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيُحِبُّهُ اللهُ وَرَسُولُهُ يَفْتَحُ اللهُ عَلَى يَدَيْهِ

“Sungguh, besok betul-betul akan saya serahkan bendera perang ini kepada seseorang yan mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah akan memberi kemenangan lewat tangannya.”

Para sahabat bermalam sambil bertanya-tanya siapa orang yang akan diserahi bendera tersebut? Bahkan ‘Umar mengatakan: “Belum pernah aku berambisi untuk menjadi pemimpin kecuali pada malam itu.” Keesokan harinya, mereka datang pagi-pagi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tapi beliau berkata:

أَيْنَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ؟

“Di mana ‘Ali bin Abi Thalib?” Para sahabat menyahut: “Dia sakit mata, Wahai Rasulullah.”

Beliau perintahkan supaya dia dibawa ke hadapan beliau, lalu beliau ludahi kedua matanya dan mendoakannya. Akhirnya kedua mata itu sembuh seolah-olah tidak pernah sakit. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerahkan bendera itu kepadanya.

Kata ‘Ali: “Wahai Rasulullah, apakah saya perangi mereka agar mereka jadi sama seperti kita (muslim)?” Beliau bersabda:

انْفُذْ عَلَى رِسْلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ وَأَخْبِرْهُمْ بِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ، فَوَاللهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ

“Teruslah, jalan pelan-pelan hingga tiba di pekarangan mereka. Kemudian ajaklah mereka kepada Islam. Terangkan apa yang wajib atas mereka tentang hak Allah dalam Islam. Demi Allah, seandainya Allah beri petunjuk satu orang saja lewat dirimu, maka itu lebih baik bagimu daripada unta merah.” Ketika Marhab keluar dan menantang, ‘Ali pun membalas: Akulah yang dinamai ibuku Haidarah (singa kecil) Bak singa rimba yang menakutkan Aku sempurnakan mereka dengan sha’ sebanyak cidukan ‘Ali pun berjalan mendekati benteng. Tiba-tiba salah seorang Yahudi melihat dari atas benteng, lalu bertanya: “Siapa engkau?” Kata ‘Ali: “Aku ‘Ali bin Abi Thalib.” Yahudi itu berseru: “Kamu menang, demi yang diturunkan kepada Musa.” Setelah Marhab tewas, keluarlah saudaranya, Yasir sambil berkata: “Siapa yang berani bertanding?” Lalu majulah Az-Zubair menyambut tantangannya.

Shafiyyah ibunya berkata: “Wahai Rasulullah, dia akan membunuh anakku?” Kata beliau: “Bahkan puteramulah yang akan membunuhnya, insya Allah.” Az-Zubair pun berhasil membunuhnya. Kemudian orang-orang Yahudi lari masuk ke dalam bentengnya yang bernama Al-Qamush. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengepung benteng ini hampir 20 malam. Daerah ini tanahnya buruk dan panas. Akhirnya kaum muslimin merasakan lapar yang berat. Mereka mulai menyembelih keledai jinak, tapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mereka memakannya.

Sementara di dalam benteng Khaibar, seorang budak Habsyi melihat persiapan orang-orang Yahudi begitu hebat. Dia tertarik dengan pernyataan mereka ketika dia tanya siapa yang akan mereka hadapi itu? Orang-orang Yahudi itu mengatakan bahwa mereka akan menghadapi seseorang yang mengaku nabi. Muncul tanda tanya dalam hatinya ketika mendengar mereka menyebut nabi. Lalu diapun menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya: “Kepada apa yang engkau berdakwah?” Beliau menjawab: “Saya ajak engkau kepada Islam; agar engkau bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah dan saya adalah Rasulullah serta tidak menyembah kecuali hanya Allah.” Budak itu bertanya lagi: “Apa yang saya peroleh jika saya bersaksi dan beriman kepada Allah?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Jannah (surga), kalau engkau mati di atas persaksian tersebut.”

Budak itupun masuk Islam lalu berkata: “Wahai Nabi Allah, kambing-kambing ini adalah amanah pada saya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Keluarkan dia dari pasukan kita dan lemparlah dengan kerikil, karena Allah akan menunaikan amanahmu ini.” Budak itu melaksanakannya, maka pulanglah kambing-kambing itu kepada pemiliknya. Melihat kambing-kambingnya pulang tanpa gembala, orang Yahudi majikan si budak itu pun mengerti bahwa budaknya sudah masuk Islam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai berdiri di hadapan barisan muslimin, menasehati mereka dan mendorong mereka berjihad. Setelah kedua pasukan bertemu, dan terbunuhlah sebagian di antara mereka, termasuk budak hitam tersebut. Pasukan muslimin membawanya ke markas dan memasukkannya ke dalam tenda. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatanginya setelah dia terbunuh, lalu bersabda:

لَقَدْ حَسَّنَ اللهُ وَجْهَكَ وَطَيَّبَ رِيْحَكَ وَكَثَّرَ مَالَكَ، لَقَدْ رَأَيْتُ زَوْجَتَيْهِ مِنَ الْحُوْرِ الْعَيْنِ يَتَنَازَعَانِ جُبَّتَهُ عَلَيْهِ، يَدْخُلاَنِ فِيْمَا بَيْنَ جِلْدِهِ وَجُبَّتِهِ

“Sungguh Allah sudah membuat wajahmu menjadi baik, mengharumkan tubuhmu dan memperbanyak hartamu. Dan sungguh aku lihat dua isterinya dari bidadari surga menanggalkan jubahnya dan masuk ke dalam antara kulit dan jubahnya.” Diriwayatkan pula oleh An-Nasa`i, Ath-Thahawi, Al-Hakim dan Al-Baihaqi dengan sanad yang sahih, bahwa Syaddad bin Al-Hadi mengatakan:

أَنَّ رَجُلًا مِنْ الْأَعْرَابِ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ n فَآمَنَ بِهِ وَاتَّبَعَهُ ثُمَّ قَالَ: أُهَاجِرُ مَعَكَ. فَأَوْصَى بِهِ النَّبِيُّ n بَعْضَ أَصْحَابِهِ فَلَمَّا كَانَتْ غَزْوَةٌ غَنِمَ النَّبِيُّ  سَبْيًا فَقَسَمَ وَقَسَمَ لَهُ فَأَعْطَى أَصْحَابَهُ مَا قَسَمَ لَهُ وَكَانَ يَرْعَى ظَهْرَهُمْ فَلَمَّا جَاءَ دَفَعُوهُ إِلَيْهِ، فَقَالَ: مَا هَذَا؟ قَالُوا: قِسْمٌ قَسَمَهُ لَكَ النَّبِيُّ n. فَأَخَذَهُ فَجَاءَ بِهِ إِلَى النَّبِيِّ n فَقَالَ: مَا هَذَا؟ قَالَ: قَسَمْتُهُ لَكَ. قَالَ: مَا عَلَى هَذَا اتَّبَعْتُكَ، وَلَكِنِّي اتَّبَعْتُكَ عَلَى أَنْ أُرْمَى إِلَى هَاهُنَا -وَأَشَارَ إِلَى حَلْقِهِ بِسَهْمٍ- فَأَمُوتَ فَأَدْخُلَ الْجَنَّةَ. فَقَالَ: إِنْ تَصْدُقِ اللهَ يَصْدُقْكَ. ثُمَّ نَهَضُوا فِي قِتَالِ الْعَدُوِّ فَأُتِيَ بِهِ النَّبِيُّ n يُحْمَلُ قَدْ أَصَابَهُ سَهْمٌ حَيْثُ أَشَارَ فَقَالَ النَّبِيُّ n: أَهُوَ هُوَ؟ قَالُوا: نَعَمْ. قَالَ: صَدَقَ اللهَ فَصَدَقَهُ. ثُمَّ كَفَّنَهُ النَّبِيُّ n فِي جُبَّةِ النَّبِيِّ n ثُمَّ قَدَّمَهُ فَصَلَّى عَلَيْهِ فَكَانَ فِيمَا ظَهَرَ مِنْ صَلَاتِهِ: اللَّهُمَّ هَذَا عَبْدُكَ خَرَجَ مُهَاجِرًا فِي سَبِيلِكَ فَقُتِلَ شَهِيدًا، أَنَا شَهِيدٌ عَلَى ذَلِكَ

“Datang seorang Arab dusun kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beriman dan mengikuti beliau. Dia berkata: “Saya akan hijrah bersamamu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mewasiatkan dia kepada sebagian sahabat. Lalu ketika terjadi perang Khaibar, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperoleh ghanimah, beliau membagi-bagikannya, termasuk kepada si Arab dusun tersebut. Ketika dia menerimanya, dia bertanya: “Apa ini?” Sahabat yang menyerahkan berkata: “Ini bagianmu yang diberikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untukmu.” Diapun mengambilnya lalu datang membawanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian katanya: “Apa ini, Wahai Rasulullah?” Beliau berkata: “Bagian yang aku berikan untuk engkau.” Dia berkata: “Bukan untuk ini saya mengikuti anda.

Tapi saya mengikuti engkau agar aku dipanah di sini -dia menunjuk ke arah tenggorokannya-, lalu aku mati dan masuk surga.” Kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Kalau engkau jujur, Allah pasti membenarkanmu.” Kemudian diapun bangkit menyerbu musuh. Tak lama, dia dibawa ke hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan terbunuh tepat di tempat yang ditunjuknya. Beliau bertanya: “Diakah ini?” Kata mereka: “Ya.” Beliau berkata: “Dia jujur kepada Allah, maka Allah benarkan dia.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengafaninya dengan jubahnya lalu meletakkannya di depan, kemudian menyalatkannya. Di antara doa beliau untuknya ialah: “Ya Allah, ini adalah hamba-Mu, dia keluar sebagai muhajir di jalan Engkau lalu terbunuh sebagai syahid, dan aku jadi saksi atasnya.” Setelah itu, orang Yahudi pindah ke benteng Az-Zubair, di atas bukit Qullah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengepungnya tiga malam. Lalu datanglah seorang lelaki Yahudi bernama ‘Azaal dan berkata: “Wahai Abul Qasim (kuniah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), sebetulnya, walaupun engkau kepung selama sebulan, mereka tidak peduli. Mereka punya mata air untuk minum di bawah tanah. Mereka bisa keluar di malam hari lalu minum dari telaga itu lalu pulang ke benteng mereka dan bertahan dari engkau. Kalau engkau putus jalur air minum mereka, tentu mereka akan menyerah.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai memutus jalur minuman mereka. Setelah persediaan air mereka putus, mereka keluar dan menyerang hebat.

Terbunuhlah beberapa orang dari muslimin, sedangkan di pihak Yahudi ada puluhan orang tewas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berhasil menaklukkannya. Setelah itu, beliau menuju Kutaibah dan Wathih serta Sulalim, benteng Ibnu Abil Huqaiq. Para penghuni benteng ini bertahan sehebat-hebatnya. Akhirnya datang kepada mereka semua orang yang sudah kalah dari Nithah dan Syaq. Ketika mereka tidak keluar dari benteng, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkeinginan untuk menyerang mereka dengan manjaniq. Melihat hal ini, mereka yakin akan binasa kalau diteruskan.

Akhirnya mereka menyerah dan minta damai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah pengepungan selama 24 hari. Akhirnya, turunlah Ibnu Abil Huqaiq berunding dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian disepakati bahwa orang Yahudi harus keluar dari Khaibar membawa anak-anak mereka dan meninggalkan harta mereka kecuali pakaian yang melekat pada tubuh mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam mereka bila mereka menyembunyikan sesuatu dari beliau. Tapi mereka menyembunyikan kekayaan Huyai bin Akhthab yang dahulu dibawanya pindah dari Madinah (dalam peristiwa pengusiran Bani Nadhir). Beliau bertanya: “Mana kantung kulit yang dibawa Huyai dari Bani Nadhir?” Katanya: “Habis untuk belanja dan perang.” Kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Masanya begitu singkat, sedangkan harta itu sangat banyak?” Lalu beliau menyerahkannya kepada Az-Zubair, lalu diapun disiksa sampai mengaku.

Akhirnya dia berkata: “Saya pernah melihat dia mengitari reruntuhan di sini.” Merekapun mendatanginya dan mengitarinya, akhirnya mereka temukan kulit itu di dalam puing-puing. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghukum mati dua putera Ibnu Abil Huqaiq, yang salah satunya adalah suami Shafiyyah bintu Huyai bin Akhthab. Setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menawan wanita dan anak-anak mereka serta membagi-bagi harta mereka. Bahkan beliau ingin pula mengusir mereka dari Khaibar. Kata mereka: “Wahai Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, biarkan kami di sini mengolah tanah ini, karena kami lebih tahu daripada kalian.” Hal ini disepakati oleh beliau dengan syarat separuh hasil tanah Khaibar untuk beliau.

Demikian diriwayatkan oleh Abu Dawud di Kitab Al-Kharaj dalam Sunan-nya. Dalam peristiwa ini, tidak ada yang dibunuh beliau sesudah perdamaian selain kedua putera Ibnu Abil Huqaiq. Itupun karena pelanggaran yang mereka lakukan, dengan menyembunyikan sebagian harta milik Huyai. Setelah memilih Shafiyyah, beliau perintahkan Bilal membawanya ke kendaraan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan sengaja Bilal membawa mereka melewati bangkai suami dan saudara serta bapak-bapak mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka melihatnya, lalu menegur Bilal:

أَذَهَبَتِ الرَّحْمَةُ مِنْكَ؟ يَا بَلَالُ؟

“Sudah hilangkah kasih sayang darimu, wahai Bilal?”

Kemudian beliau menawarkan Islam kepada Shafiyyah, dan diapun masuk Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memilihnya untuk beliau, lalu membebaskannya dan menjadikan kebebasannya itu sebagai mahar. Beliau mengadakan walimahan dan masuk kepadanya di jalanan menuju ke Madinah. Ketika melihat warna hijau di pipi Shafiyyah, beliau bertanya: “Apa ini?” Kata Shafiyyah: “Wahai Rasulullah, sebelum kedatanganmu kepada kami, aku bermimpi seolah-olah bulan lepas dari tempatnya dan jatuh di pangkuanku. Padahal demi Allah, aku tidak pernah mengingat engkau sedikitpun. Lalu saya ceritakan kepada suami saya, tapi dia menamparku dan berkata: ‘Engkau mengangankan raja yang di Madinah itu (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maksudnya –ed)’.” Di malam harinya, Abu Ayyub berjaga malam di sekitar tenda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai subuh. Ketika dia melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, diapun bertakbir. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya: “Ada apa, wahai Abu Ayyub?” Katanya: “Saya berjaga malam, ketika engkau masuk kepada wanita ini. Saya teringat engkau telah membunuh bapak dan suaminya, saudara serta kerabatnya. Maka saya khawatir dia membunuhmu diam-diam.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tertawa mendengarnya dan mendoakan kebaikan baginya. (bersambung, insya Allah)