KISAH YANG MENAKJUBKAN NAN MENGHARUKAN (bagian kedua )

KISAH YANG MENAKJUBKAN NAN MENGHARUKAN (bagian kedua )

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

 “BUAH DARI MENUNAIKAN AMANAH”

Tatkala beliau berada ditengah laut, tiba-tiba datanglah badai, mengombang-ambingkan kapal beliau, sampai akhirnya badai tersebut menghantam dan menghancurkan kapal serta menenggelamkannya. Al Qadhi bertaut pada sebuah papan pecahan perahu. Beliau terus bertautan dengannya, sedangkan ombak terus mengombang-ambingkan beliau selama beberapa hari ditengah laut, sampai akhirnya menghempaskan beliau ke daratan.

Sungguh-sungguh beliau telah kehabisan tenaga dan tertimpa keletihan yang sangat. Beliau berusaha mengumpulkan sisa-sisa tenaganya dan menyeret tubuhnya hingga sampai di sebuah masjid. Setelah tiba didalam masjid, beliau tersungkur jatuh karena keletihan dan kelaparan. Beliau tidak tahu tempat apa yang dia singgahi ini, dan tidak pula mengenal seorang pun dari penduduk tempat tersebut. Datanglah seorang penduduk dan masuk kedalam masjid, dan tatkala dia melihat Al Qadhi, lalu dia mendekatinya dan bertanya tentang keadaan beliau. Beliau pun menceritakan apa yang telah menimpa beliau. Setelah beliau menceritakan kisahnya, orang tersebut menghidangkan makanan dan minuman serta pakaian untuk menghangatkan badan.

Orang tersebut mengkabarkan bahwa penduduk negeri ini sedang mencari orang yang bisa dipekerjakan sebagai imam shalat di dalam masjid ini. Dan ketika Al Qadhi menyampaikan bahwa dia telah hafal Al Quran, maka bersegera penduduk negeri tersebut mempekerjakan beliau untuk menjadi imam masjid. Dan ketika mereka tahu bahwa beliau pintar menulis, maka mereka bersegera mempekerjakan beliau untuk juga menjadi guru untuk mengajari anak-anak mereka.

Beliau berkata: “Akhirnya aku pun mendapatkan uang dari pekerjaan tersebut, kini keadaanku jauh lebih baik”.

Suatu hari, penduduk negeri datang menemuiku, mereka berkata: “Sesungguhnya kami memiliki anak perempuan yang yatim, kami ingin menikahkan dia denganmu.” Mereka terus mendesakku, dan akhirnya aku pun setuju. Tatkala mereka membawaku masuk untuk menemui anak perempuan tersebut, aku melihat sebuah kalung mutiara yang indah melingkar di lehernnya. Aku tidak dapat mengedipkan mataku memandangi kalung tersebut, aku benar-benar dalam keadaan bingung dan heran. Kalung tersebut adalah kalung yang aku temukan di Mekkah. Tatkala aku masih terus memandang kalung tersebut, tiba-tiba saja anak perempuan tersebut lari keluar sambil menangis terisak-isak. Ia berkata kepada penduduk negeri, “Sesungguhnya dia (Al Qadhi) tidak ingin melihat wajahku, dia hanya mengangkat pandangannya ke kalung yang tergelantung didadaku.”

Keesokan harinya, ketika aku selesai mengimami mereka shalat Shubuh, mereka menyampaikan kepadaku tentang keluhan anak perempuan itu. Aku pun menceritakan kepada mereka, bahwa dulu aku menemukan kalung itu tergeletak di tanah di Al Masjidil Haram terbungkus oleh kain sutra berwarna merah, kemudian aku kembalikan kepada pemiliknya. Tiba-tiba saja mereka semua bertakbir, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar!”, Masjid bergema, sampai-sampai masjid terasa bergetar disebabkan oleh takbir-takbir mereka.

Kemudian mereka menceritakan kepadaku, bahwa pemilik kalung tersebut adalah ayah dari anak perempuan yang yatim tersebut, dia tidak memiliki anak selain dia. Dahulu ayahnya menjadi imam shalat di masjid ini. Dia sudah meninggal dunia pada tahun yang lalu. Semenjak dia pulang dari ibadah haji, dia tidak pernah berhenti berdoa dengan doa ini, dan kami pun meng-amin-kan dibelakangnya:

“Wahai Rabb-ku, aku tidak pernah mendapatkan seorang pun semisal orang yang menemukan kalungku, Wahai Rabb-ku, pertemukanlah aku dengannya, sehingga aku bisa menikahkan dia dengan anak perempuanku satu-satunya!” “Sungguh Allah telah mengkabulkan doanya, Allah telah mendatangkanmu kesini dan menikahkanmu dengan anak perempuannya, meskipun setelah ayahnya meninggal.”

INILAH BALASAN DARI PENUNAIAN AMANAH DAN KEMURNIAN DIRI.

Sumber: “Mir’aatuz Zamaan Fi Tarikhul A’yan”. Diringkas oleh Al Imam Adz Dzahabi rahimahullah.

Kemudian Ibnu Rajab rahimahullah berkata: “Sungguh kisah ini terkandung didalamnya faedah bahwa tidak boleh menerima hadiah dari penunaian sebuah amanah, karena wajib baginya mengembalikan suatu amanah tanpa upah balasan, hal ini jika dia mengambil barang temuan tersebut tidak diniatkan untuk mendapatkan upah yang telah dipersyaratkan. Telah ternukil dari Imam Ahmad -semoga Allah meridhoinya- bahwa termasuk yang semisal ini adalah wadhi’ah (barang titipan). Tidak boleh bagi orang yang mengembalikan barang titipan kepada pemiliknya mengambil hadiahnya, kecuali jika memang dia niatkan (dari amalannya) untuk mendapatkan upah.”

Berkata Ibnu Rajab rahimahullah: “Demikian pula dikisahkan kisah ini oleh Yusuf bin Khalil Al Hafizh dalam kitabnya ‘Al Mu’jam”. Semoga kisah ini banyak memberikan faedah yang bermanfaat untuk kita semua. Barakallahu fikum.

Lihat: Dzail Thabaqat Al Hanabilah: 1/434. Siyar A’lam An Nubala: 20/23. Syadzarat Adz Dzahab 4/108.

✒ Alih bahasa: Abu Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawi.

WA. Permata Muslimah Salafiyyah