FATWA ASY-SYAIKH ABU MUHAMMAD RABI’ BIN HADI AL-MADKHALI HAFIZHAHULLAHU TA’ALA

SYUBHAT DAN BANTAHANNYA

 Soal:

 Sebagian orang berkata: ”Jika salafiyun tidak masuk ke kancah parlemen dan pemilu, mereka tinggalkan hak-hak tersebut untuk kaum liberal”. Apa tanggapan kalian terhadap hal ini? [Kaset yang berjudul: Waqafat fil Manhaj Al-Kuwait 2-1423]

 Jawaban:

 Wallahi, aku pandang jika mereka memasuki parlemen niscaya mereka menjadi perangkat bagi ilmaniyin (kaum liberal yang memisahkan kepemerintahan dan agama, pen). Orang-orang menyangka bahwa jika mereka memasuki parlemen, mereka akan mengusir kaum liberal dari kursi-kursi tersebut dan menduduki jatahnya. Apakah hal ini diwujudkan oleh orang yang ikut andil pada parlemen?

Apakah mereka berhasil mengusir ilmaniyin dari kursi-kursi mereka? Atau tidak semakin menambah kaum ilmaniyin selain kekokohan. Karena ketika mereka menyaingi (kaum liberal), mereka  siapkan perbekalan, tegakkan kekerasan dan persaingan. Engkau ingin mengalahkannya sementara ia pun ingin mengalahkanmu. Pada akhirnya dia mengalahkanmu. Hal ini dikarenakan engkau tidak menempuh jalan syar’i yang melazimkan pertolongan Allah –Tabaraka Wata’ala–. Ini merupakan perkara yang makruf.

 Apakah Ikhwanul Muslimin sukses ketika masuk parlemen di Suria, Iraq, Mesir, dan negeri-negeri yang lainnya? Apakah mereka berhasil dan agama Islam tegak?

Tidak ada hasilnya selain kaum Ba’tsiyin, komunis, dan sekutu-sekutu mereka dari kalangan Nashrani dan yang lainnya semakin kuat. Kekuatannya semakin bertambah sementara mereka semakin lemah. Apa yang mereka wujudkan?

Wahai saudaraku, kami katakan kepada kalian: ‘Tempuhlah jalan dakwah kepada Allah dengan hikmah dan nasihat yang baik. Bimbing umat manusia, sebagaimana yang dilakukan oleh para nabi. Para nabi datang (mendakwahi) umat yang sangat melampaui batas. Terkadang di antara mereka, ada yang memiliki parlemen atau yang setara dengannya, para nabi tidak bangkit menyaingi (umat-umat tersebut untuk merebut) kursi-kursi kepimpinan, semata-mata untuk memperbaiki jiwa-jiwa mereka. Para nabi tidak mengatakan hal yang demikian.’

Ibrahim ‘alahish shalatu wassalam datang (membawa syariat Allah) ketika ada raja zhalim yang dipertuhankan. Demi Allah, dia tidak mengatakan: ‘Saya akan memasuki parlemen, lalu saya akan memperbaiki keadaan umat ini dengan ajaran Islam’. Rasulullah ‘alaihish shalatu wassalam, orang-orang kafir Quraisy tawarkan kepadanya kerajaan Makkah, beliau enggan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam enggan (untuk menerima tawaran tersebut, pen). Beliau tempuh jalan berdakwah kepada Allah dan menyelamatkan umat manusia dari kesyirikan dan kesesatan.

Apakah kalian, dengan cara mendesak kaum ilmaniyin, kalian hancurkan kesyirikan, kesesatan, dan pemahaman liberal (yang memisahkan kepemerintahan dan agama, pen) atau justru kalian kuatkan mereka?

Ketika engkau bagi-bagikan materi-materi kekafiran, engkau memuliakan, mengamalkan, dan membenarkannya. Bukankah engkau semakin menguatkan dan mengkokohkan kekufuran tersebut, dan kaki-kaki orang-orang kafir semakin kokoh dalam melawan Islam?

Saya tanyakan: ‘Jika mereka berkuasa di mesir –sehingga kita bisa menjadikan mereka sebagai teladan–, mewujudkan sesuatu (yang mereka dambakan, pen), mengalahkan kaum ilmaniyin, mengusir dan menduduki kursi-kursi mereka dan menguasai mereka. Jika mereka melakukan dan mewujudkan hal yang demikian, kita lihat perkaranya, mungkin kita menyontoh mereka. Kita katakan: ‘Demi Allah, mereka berhasil pada perkara ini, tentunya kitapun berhasil dalam perkara ini.’ Namun kita tidak temukan selain kegagalan. Kita tidak dapatkan selain keterbengkalaian. Kita tidak temukan selain dukungan terhadap kebatilan. Kita tidak dapati selain menyibukkan para pemuda (hingga lalai) terhadap dakwah kepada Allah.

Bahkan mereka mengajarkan kedustaan dan menebarkan berita-berita dusta, demi membela orang yang mereka calonkan untuk mendapatkan kursi. Mengajari para pemuda untuk menyodorkan sogokan dan menerimanya. Sehingga mereka rusak akhlak para pemuda. Berapa banyak akhlak yang dirusak akibat pemilu, coblosan, dan persaingan tersebut. Berapa banyak akhlak yang dirusak. Kedustaan,penyuapan, khianat, penipuan, … dan … dan… dan seterusnya.

 Akibat aktifitas ini, dakwah ke jalan Allah Tabaraka Wata’ala binasa. Jalan yang benar adalah dakwah yang shahih di jalan Allah Tabaraka Wata’ala, meluruskan akidah, dan mengikat kaum muslimin dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

 Menumbuhkan penilaian manusia bahwa engkau tidak menginginkan sedikitpun dari dunia mereka, engkau tidak menginginkan selain apa yang bermanfaat bagi mereka, hingga engkau bisa meyakinkan hal demikian kepada pemilik kursi tersebut. Engkau katakan: ‘Wallahi, aku tidak menginginkan apapun, biarkan kursimu itu untukmu’. Berangkatlah kamu, daripada engkau bersaing dan bergulat dengannya demi mendapatkan kursinya,  berangkatlah ke rumahnya, sodorkan kepadanya nasehat yang sarat akan dalil, semoga Allah memberi hidayah kepadanya melaluimu.

 Ini adalah cara yang paling baik, daripada kamu beradu dan bersaing dengannya, masuk melakukan penyuapan dan kedustaan, sehingga orang ilmani ini tidak menerimamu dan orang yang lainnya tidak menyambut ajakkanmu, karena dia tahu bahwa sesungguhnya kamu bertindak karena ingin mendapatkan kursi, harta, dunia, dan jabatan. Namun ketika engkau membawa dakwah yang bersih (dari semua tendensi tadi, pen), engkau tidak ingin menyaingi perdagangan, kekuasaan, dan kursi mereka, sesungguhnya kita hanya ingin menghadiahkan kebaikan dan menyuguhkan kebenaran bagi mereka, semoga Allah Tabaraka Wata’ala ridha terhadap mereka, sehingga mereka bahagia di dunia dan di akhirat.

 Adapun jika kita datang bergulat dan bertinju, manusia tidak membutuhkanmu ketika mereka melihat bahwa engkau melakukan pertinjuan dan pergulatan untuk meraih kursi-kursi (jabatan tersebut, pen). Bukankah dakwah salafiyah di Kuwait melemah setelah salafiyin atau orang yang menamakan dirinya sebagai salafiyin mengajak ke pemilu, parlemen, dan pergerakan yang beraneka ragam. Dakwah salafiyah lemah. Seandainya mereka tetap berada pada jalan mereka yang semula, tidak jarang para pejabat tersebut menjadi orang-orang yang berjalan di atas kebenaran, pemerintahan menjadi terbimbing, dan berhukum dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah ‘alaihish shalatu wassalam.

 Sumber:

Fatawa Fadhilatisy Syaikh Rabi’ al-Madkhali 1/213-215

Alih bahasa:

Abu Bakar Abdullah bin Ali Al-Jombangi

Santri Pondok Pesantren Darul Hadits Fiyus, Lahj, Yaman

Ghafarallahu waliwalidaihi walijami’il muslimin

 Rabu, 9 Jumadats Tsaniyah 1435H