FATWA AL-LAJNAH AD-DAIMAH TENTANG MLM (MULTI LEVEL MARKETING)

FATWA AL-LAJNAH AD-DAIMAH TENTANG MLM (MULTI LEVEL MARKETING)

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Penerjemah: Al Ustadz Abu Utsman Kharisman

Segala puji bagi Allah,

Terdapat banyak sekali pertanyaan yang datang kepada Al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta’ tentang aktivitas perusahaan-perusahaan pemasaran berpiramida (Multi Level Marketing), seperti Biznas. Kesimpulannya, aktivitas mereka adalah meyakinkan seseorang untuk membeli sebuah produk agar dia juga bisa meyakinkan orang lain untuk membeli produk tersebut, demikian seterusnya.

Setiap kali bertambah tingkatan anggota di bawahnya, maka orang yang pertama akan mendapatkan keuntungan besar yang bisa mencapai ribuan real. Dan setiap anggota yang dapat mengajak orang-orang setelah bergabung, maka ia akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar pula, selagi ia berhasil merekrut anggota-anggota baru setelah masuk ke dalam daftar para anggota. Inilah yang dinamakan dengan pemasaran berpiramida atau berjejaring (Multi Level Marketing/MLM).

Maka, Lajnah Da’imah menjawab, “Sesungguhnya, transaksi jenis ini adalah haram, karena tujuannya adalah komisi, bukan produk. Terkadang komisi itu bisa mencapai puluhan ribu, padahal harga produk tidaklah sampai beberapa ratus. Orang yang berakal ketika dihadapkan di antara dua pilihan, niscaya ia akan memilih komisi. Karena itu, sandaran perusahaan-perusaan ini dalam mempromosikan produk-produk mereka adalah menampakkan jumlah komisi yang besar yang mungkin didapatkan oleh anggota dan menjanjikan buat mereka keuntungan yang melampaui batas sebagai imbalan dari modal yang kecil, yaitu harga produk. Maka, produk yang dipasarkan oleh perusahaan-perusahaan ini sekadar kedok dan pengantar untuk mendapatkan keuntungan besar.

Melihat hakikat dari transaksi di atas, maka secara syar’i usaha seperti ini adalah haram karena beberapa alasan:

Pertama, transaksi tersebut mengandung riba dalam 2 jenis, yaitu riba al-fadhl dan riba an-nasiah. Orang yang ikut dalam bisnis itu (anggota) membayar sejumlah kecil dari hartanya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar darinya. Maka, ia menukar uang dengan uang dalam bentuk tafadhul (ada selisih nilai) dan ta’khir (tidak kontan). Ini adalah bentuk riba yang diharamkan menurut nash (al-Quran dan hadits) dan kesepakatan para ulama. Produk yang dijual oleh perusahaan kepada konsumen hanya sebagai kedok untuk barter uang tersebut dan bukan menjadi tujuan anggota untuk mendapatkan keuntungan dari pemasarannya, sehingga keberadaan produk tidak berpengaruh dalam hukum (transaksi jual beli).

Kedua, Transaksi seperti ini termasuk gharar yang diharamkan menurut syariat, karena anggota tidak mengetahui apakah dia akan berhasil mendapatkan jumlah anggota yang cukup atau tidak? Dan bagaimanapun pemasaran berpiramida itu berlanjut, pasti akan mencapai batas akhir yang akan berhenti padanya. Sedangkan anggota tidak tahu ketika bergabung di dalam piramida, apakah dia berada di tingkatan teratas sehingga ia beruntung, atau berada di tingkatan bawah sehingga ia merugi. Dan kenyataannya, kebanyakan anggota piramida merugi, kecuali sangat sedikit di tingkatan atas. Dengan demikian, yang mendominasi adalah kerugian. Maka, ini adalah hakikat gharar (tidak ada kejelasan di antara dua belah pihak). Padahal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang dari perbuatan gharar, sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya.

Ketiga, Apa yang terdapat dalam transaksi ini merupakan praktik memakan harta manusia dengan cara yang batil, karena tidak ada yang mengambil keuntungan dari transaksi ini selain perusahaan dan para anggota yang ditentukan oleh perusahaan dengan tujuan menipu anggota lainnya. Hal ini telah disebutkan dalam al-Quran tentang keharamannya,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil…” (Qs. an-Nisa: 29).

Keempat, Dalam transaksi ini terdapat penipuan, pengaburan dan penyamaran terhadap manusia. Dari sisi penampakan produk, seakan-akan itulah tujuan dalam transaksi, padahal kenyataannya tidak demikian. Dan dari sisi yang lain, mereka menjanjikan komisi yang besar, tapi seringnya tidak terwujud. Dan ini semua terhitung penipuan yang diharamkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّيْ

“Siapa saja yang menipu, maka ia bukan golonganku.” (HR. Muslim).

Dan dalam hadits yang lain beliau bersabda:

الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا

“Dua orang yang melakukan transaksi jual beli berhak menentukan pilihannya (khiyar) selama belum berpisah, niscaya akan mendapatkan berkah dari transaksinya. Dan jika keduanya saling dusta dan tertutup, niscaya akan dicabut keberkahan transaksinya.” (Muttafaqun alaih, disepakati al-Bukhari dan Muslim).

Adapun pendapat bahwa transaksi ini tergolong samsarah (jasa sebagai makelar/broker/ perantara), maka itu tidak benar. Karena samsarah adalah transaksi di mana pihak pertama mendapatkan imbalan atas usaha menjual produknya. Adapun pemasaran MLM, anggotalah yang mengeluarkan biaya untuk memasarkan produk tersebut.

Hakikat atau maksud dari samsarah adalah memasarkan barang, berbeda dengan pemasaran berbasis MLM, maksud sebenarnya adalah pemasaran komisi dan bukan (pemasaran) produk. Karena itu, orang yang bergabung dalam MLM akan memasarkan kepada orang yang akan memasarkan dan seterusnya. Berbeda dengan samsarah, (di mana) pihak perantara benar-benar memasarkan kepada calon pembeli barang. Perbedaan di antara dua transaksi sangatlah jelas.

Adapun pendapat bahwa komisi-komisi tersebut masuk dalam kategori hibah (pemberian), maka ini tidak benar. Andaikata (pendapat itu) diterima, maka tidak semua bentuk hibah itu boleh menurut syariat. (Sebagaimana) hibah yang terkait dengan suatu pinjaman adalah riba.

Oleh karena itu, Abdullah bin Salam berkata kepada Abu Burdah,

إِنَّكَ بِأَرْضٍ الرِّبَا بِهَا فَاشٍ إَذَا كَانَ لَكَ عَلَى رَجُلٍ حَقٌّ فَأَهْدَى إِلَيْكَ حِمْلَ تِبْنٍ أَوْ حِمْلَ شَعِيْرٍ أَوْ حِمْلَ قَتٌ فَإِنَّهُ رِبًا

“Sesungguhnya engkau berada di suatu tempat yang riba tersebar padanya. Maka, jika engkau memiliki hak pada seseorang kemudian dia menghadiahkan kepadanya sepikul jerami, sepikul gandum atau sepikul tumbuhan, maka itu adalah riba.” (HR al-Bukhari).

Dan (hukum) hibah tergantung dari sebab adanya hibah tersebut. Karena itu, ketika ada seorang pekerja yang datang lalu berkata, “Ini untuk kalian, dan ini dihadiahkan kepada saya.” Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukankah seandainya engkau duduk di rumah ayahmu atau ibumu, lalu engkau menunggu (saja), apakah dihadiahkan kepadamu atau tidak?” (HR. Muslim).

Dan komisi-komisi ini hanyalah diperoleh karena bergabung dalam sistem pemasaran berjejaring. Maka apapun namanya, baik itu hadiah, hibah, atau selainnya, maka hal tersebut sama sekali tidak mengubah hakikat dan hukumnya.

Dan (juga) hal yang patut disebut di sana ada beberapa perusahaan yang muncul di pasar bursa dengan sistem pemasaran berjejaring atau berpiramida (MLM) dalam transaksi mereka, seperti Smart Way, Gold Quest dan Seven Diamond. Dan hukumnya sama dengan perusahaan-perusahaan yang telah berlalu penyebutannya. Walaupun sebagiannya berbeda dengan yang lainnya pada produk-produk yang mereka perdagangkan. Wabillahi taufiq wa shallallahu ‘ala Nabiyina Muhammad wa aalihi wa shahbihi.

Fatwa al-Lajnah ad-Da’imah Lil Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta’ no. 22935 tanggal 14/3/1425

Ketua : Abdul Aziz bin Abdillah bin Muhammad Aalusy Syaikh
Anggota : Abdullah bin Abdirrohman al-Ghudayyan
Anggota : Sholih bin Fauzan al-Fauzan
Anggota : Ahmad bin Ali Sayr al-Mubaroky
Anggota : Abdullah bin Ali ar-Rukbaan
Anggota : Abdullah bin Muhammad al-Muthlaq

???????? Naskah Asli dalam Bahasa Arab:

وردت إلى اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء أسئلة كثيرة عن عمل شركات التسويق الهرمي أو الشبكي مثل شركة ( بزناس ) و ( هبة الجزيرة ) والتي يتلخص عملها في إقناع الشخص بشراء سلعة أو منتج على أن يقوم بإقناع آخرين بالشراء ، ليقنع هؤلاء آخرين أيضاً بالشراء وهكذا ، وكلما زادت طبقات المشتركين حصل الأول على عمولات أكثر تبلغ آلاف الريالات ، وكل مشترك يقنع من بعده بالاشتراك مقابل العمولات الكبيرة التي يمكن أن يحصل عليها إذا نجح في ضم مشتركين جدد يلونه في قائمة الأعضاء ، وهذا ما يسمي التسويق الهرمي أو الشبكي .
الحمد لله
أجابت اللجنة على السؤال السابق بالتالي :
أن هذا النوع من المعاملات محرم ، وذلك أن مقصود المعاملة هو
العمولات وليس المنتج ، فالعمولات تصل إلى عشرات الآلاف ، في حين لا يتجاوز ثمن
المنتج بضع مئات ، وكل عاقل إذا عرض عليه الأمران فسيختار العمولات ، ولهذا كان
اعتماد هذه الشركات في التسويق والدعاية لمنتجاتها هو إبراز حجم العمولات الكبيرة
التي يمكن أن يحصل عليها المشترك ، وإغراؤه بالربح الفاحش مقابل مبلغ يسير هو ثمن
المنتج ، فالمنتج الذي تسوقه هذه الشركات مجرد ستار وذريعة للحصول على العمولات
والأرباح ، ولما كانت هذه هي حقيقة هذه المعاملة ، فهي محرمة شرعاً لأمور:
أولاً :
أنها تضمنت الربا بنوعيه ، ربا الفضل وربا النسيئة ، فالمشترك
يدفع مبلغاً قليلاً من المال ليحصل على مبلغ كبير منه ، فهي نقود بنقود مع التفاضل
والتأخير ، وهذا هو الربا المحرم بالنص والإجماع ، والمنتج الذي تبيعه الشركة على
العميل ما هو إلا ستار للمبادلة ، فهو غير مقصود للمشترك ، فلا تأثير له في الحكم .
ثانياً :
أنها من الغرر المحرم شرعاً ، لأن المشترك لا يدري هل ينجح في
تحصيل العدد المطلوب من المشتركين أم لا ؟ والتسويق الشبكي أو الهرمي مهما استمر
فإنه لا بد أن يصل إلى نهاية يتوقف عندها ، ولا يدري المشترك حين انضمامه إلى الهرم
هل سيكون في الطبقات العليا منه فيكون رابحاً ، أو في الطبقات الدنيا فيكون خاسراً
؟ والواقع أن معظم أعضاء الهرم خاسرون إلا القلة القليلة في أعلاه ، فالغالب إذن هو
الخسارة ، وهذه هي حقيقة الغرر ، وهي التردد بين أمرين أغلبهما أخوفهما ، وقد نهى
النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عن الغرر ، كما رواه مسلم في صحيحه .
ثالثاً :
ما اشتملت عليه هذه المعاملة من أكل الشركات لأموال الناس
بالباطل ، حيث لا يستفيد من هذا العقد إلا الشركة ومن ترغب إعطاءه من المشتركين
بقصد خدع الآخرين ، وهذا الذي جاء النص بتحريمه في قوله تعالى : ( يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ ) النساء/29
رابعاً :
ما في هذه المعاملة من الغش والتدليس والتلبيس على الناس ، من
جهة إظهار المنتج وكأنه هو المقصود من المعاملة والحال خلاف ذلك ، ومن جهة إغرائهم
بالعمولات الكبيرة التي لا تتحقق غالباً ، وهذا من الغش المحرم شرعاً ، وقد قال
عليه الصلاة والسلام : ( من غش فليس مني ) رواه مسلم في صحيحه وقال أيضاً : ( البيعان بالخيار ما لم يتفرقا ، فإن صدقا وبيّنا
بورك لهما في بيعهما ، وإن كذبا وكتما محقت بركة بيعهما ) متفق عليه .
وأما القول بأن هذا التعامل من السمسرة ، فهذا غير صحيح ، إذ
السمسرة عقد يحصل السمسار بموجبه على أجر لقاء بيع السلعة ، أما التسويق الشبكي فإن
المشترك هو الذي يدفع الأجر لتسويق المنتج ، كما أن السمسرة مقصودها تسويق السلعة
حقيقة ، بخلاف التسويق الشبكي فإن المقصود الحقيقي منه هو تسويق العمولات وليس
المنتج ، ولهذا فإن المشترك يسوِّق لمن يُسوِّق لمن يُسوِّق ، هكذا بخلاف السمسرة
التي يُسوق فيها السمسار لمن يريد السلعة حقيقة ، فالفرق بين الأمرين ظاهر .
وأما القول بأن العمولات من باب الهبة فليس بصحيح ، ولو سُلِّمَ
فليس كل هبة جائزة شرعاً ، فالهبة على القرض ربا ، ولذلك قال عبد الله بن سلام لأبي
بردة رضي الله عنهما : ( إنك في أرض ، الربا فيها فاش ، فإذا كان لك على رجل حق
فأهدى إليك حمل تبن أو حمل شعير أو حمل قَتٍّ فإنه ربا ) رواه البخاري في
الصحيح .
والهبة تأخذ حكم السبب الذي وجدت لأجله ، ولذلك قال عليه الصلاة
والسلام – في العامل الذي جاء يقول : هذا لكم وهذا أهدي إلي ، فقال عليه الصلاة
والسلام : ( أفلا جلست في بيت أبيك وأمك فتنظر أيهدى إليك أم لا ؟ ) متفق
عليه .
وهذه العمولات إنما وجدت لأجل الاشتراك في التسويق الشبكي ،
فمهما أعطيت من الأسماء ، سواء هدية أو هبة أو غير ذلك ، فلا يغير ذلك من حقيقتها
وحكمها شيئاً .
ومما هو جدير بالذكر أن هناك شركات ظهرت في السوق سلكت في
تعاملها مسلك التسويق الشبكي أو الهرمي مثل شركة ( سمارتس واي ) وشركة ( جولد كويست
) وشركة ( سفن دايموند ) وحكمها لا يختلف عن الشركات السابق ذكرها ، وإن اختلفت عن
بعضها فيما تعرضه من منتجات .
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه .
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء فتوى رقم (22935) وتاريخ 14/3/1425هـ .
الرئيس : عبد العزيز بن عبد الله بن محمد آل الشيخ
عضو : عبد الله بن عبد الرحمن بن غديان
عضو : صالح بن فوزان الفوزان
عضو : أحمد بن علي سير المباركي
عضو : عبد الله بن علي الركبان
عضو : عبد الله بن محمد المطلق