Kecemburuan Anshar (Fathu Makkah – bagian 5)

Kecemburuan Anshar (Fathu Makkah – bagian 5)

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

 Oleh  Al-Ustadz Abu Muhammad Harits

Allah Subhanahuwata’la telah memberi kemenangan bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan takluknya Quraisy dan kota Makkah kepada beliau. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berangkat menuju bukit Shafa lalu berdoa di sana.

Melihat kemenangan ini dan keadaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, sebahagian sahabat Anshar berkata satu sama lain: “Beliau ini sudah dihinggapi kecondongan kepada kerabat dan lemah lembut kepada familinya.”

An-Nawawi menerangkan bahwa makna hadits ini ialah kaum Anshar melihat kelembutan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada penduduk Makkah, menahan diri tidak menyerang mereka. Akhirnya orang-orang Anshar menyangka bahwa beliau akan kembali menetap di Makkah selamanya dan meninggalkan mereka serta kota Madinah. Hal ini tentu saja merisaukan mereka.

Abu Hurairah menceritakan bahwa wahyu datang ketika itu. Kalau wahyu datang, tidak ada seorangpun mengangkat pandangannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sampai beliau selesai menerima wahyu. Setelah wahyu berhenti, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Wahai sekalian Anshar!”

“Kami sambut panggilanmu, wahai Rasulullah,” sahut mereka.

Kata beliau: “Kamu tadi mengatakan: ‘Beliau ini sudah dihinggapi kecondongan kepada kerabatnya.”

“Memang demikian,” jawab mereka.

Beliaupun menegaskan: “Sekali-kali tidak. Sungguh, aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku telah berhijrah kepada Allah, dan ke negeri kalian untuk menjadikannya sebagai tanah air kedua. Saya tidak akan meninggalkannya, bahkan tidak akan rujuk dari hijrah tersebut. Hidupku bersama kamu, dan mati di sisi kamu.”

Akhirnya mereka memandang ke arah beliau sambil menangis dan berkata: “Demi Allah, tidaklah kami berkata demikian melainkan karena kami sangat ingin dekat dengan Allah dan Rasul-Nya. Tidak ingin ada yang istimewa dengan engkau selain kami.”

Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pun berkata: “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya membenarkan kamu dan menerima alasan kamu.”

Duhai, alangkah agungnya kedudukan mereka dan betapa mulia pujian serta sanjungan buat kaum Anshar. Yaitu orang-orang yang beruntung menjadi pembela dan penolong manusia terbaik. Sebab itu pula mereka beruntung menerima pembenaran dan uzur dari Allah dan Rasul-Nya atas apa yang mereka ucapkan. Semoga Allah meridhai mereka.

Islamnya Fadhalah bin ‘Umair Al-Mulawwih

Tidak semua penduduk Makkah menerima kekalahan mereka dan jatuhnya Makkah ke tangan kaum muslimin. Termasuk Fadhalah ketika itu.

Dia bertekad akan membunuh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang sedang thawaf di Ka’bah.

Mengendap-endap Fadhalah mendekati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sambil menyiapkan belati untuk membunuh beliau. Setelah dekat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya: “Apakah ini Fadhalah?”

“Betul, ini Fadhalah, wahai Rasulullah,” jawabnya.

“Apa yang kamu katakan dalam hatimu?” tanya beliau.

“Tidak ada apa-apa. Saya sedang berdzikir kepada Allah,” jawab Fadhalah.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tertawa mendengarnya. Kemudian beliau berkata: “Minta ampunlah kepada Allah.” Sesudah itu beliau meletakkan tangannya ke dada Fadhalah. Hati Fadhalah pun menjadi tenang.

Fadhalah menceritakan kejadian itu dan mengatakan: “Demi Allah. Tidaklah beliau mengangkat tangannya dari dadaku sampai aku merasa tidak pernah Allah menciptakan sesuatu yang lebih aku cintai dibandingkan beliau.”

Akupun kembali kepada keluargaku. Di tengah jalan aku melewati seorang wanita yang dahulu aku sering mendatanginya. Katanya: “Kemarilah, kita ngobrol.”

Sayapun berkata: “Tidak.”

Lalu mulailah Fadhalah berujar:

Dia katakan kemarilah berbincang

            Ini tidak dikehendaki Allah dan Islam

Andai kau lihat Muhammad dan pasukannya

            Membawa kemenangan pada hari dihancurannya berhala

Tentulah kau dapati agama Allah ini akhirnya menjadi jelas

            Sedangkan wajah kesyirikan diliputi kegelapan

Memuliakan Ka’bah dan Membersihkan Jazirah Arab dari Berhala

Setelah kemenangan semakin nyata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersama kaum Muhajirin dan Anshar mulai masuk ke Masjidil Haram. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menghadap ke arah Hajarul Aswad lalu menyentuhnya, kemudian thawaf di sekeliling Ka’bah dengan panah di tangannya. Ketika itu, di sekitar Ka’bah terdapat 360 buah patung. Beliau mulai menusuk patung-patung itu dengan panah sambil membaca:

ﮙ ﮚ ﮛ ﮜ ﮝﮞ ﮟ ﮠ ﮡ   ﮢ ﮣ

“Dan katakanlah: ‘Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap.’ Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (Al-Isra’: 81)

Patung-patung itupun tersungkur jatuh.

Thawaf ini beliau lakukan di atas kenderaannya tidak dalam keadaan berihram. Setelah selesai thawaf, beliau memanggil ‘Utsman bin Thalhah lalu mengambil kunci Ka’bah dan minta agar dibuka. Kemudian beliau masuk ke dalamnya dan melihat gambar Nabi Ibrahim dan Isma’il  sedang melakukan pembagian dengan azlam (panah). Beliaupun berkata:

قَاتَلَهُمُ اللهُ، وَاللهِ مَا اسْتَقْسَمَا بِهَا قَطُّ

“Semoga Allah binasakan mereka. Demi Allah, keduanya tidak pernah sama sekali mengundi dengan panah.”

Setelah itu beliau memerintahkan agar semua gambar dan patung yang ada dimusnahkan. Beliaupun bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، فَلَا يَدَعْ فِي بَيْتِهِ صَنَماً إلاَّ كَسَّرَهُ

“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah dia biarkan di rumahnya berhala melainkan dia hancurkan.”

Nabi n mengutus Khalid bin Al-Walid  radhiyallahu anhu untuk menghancurkan ‘Uzza, sebatang pohon yang menjadi tempat pemujaan bagi penduduk Makkah ketika itu. Mereka menyembelih kurban dan berdoa di sana. Maka berangkatlah Khalid dengan 30 orang pasukan berkuda hingga tiba di tujuan. Kemudian beliau menghancurkannya dan kembali kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, memberi laporan. Tapi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya: “Apakah engkau melihat sesuatu?”

“Tidak,” jawab Khalid.

Kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam: “Berarti engkau belum berbuat apa-apa. Kembalilah, hancurkan berhala itu.”

Khalidpun kembali sambil menyimpan kejengkelan karena belum menyelesaikan tugas dengan sempurna. Diapun menghunus pedangnya. Tiba-tiba keluarlah seorang wanita tua yang hitam dengan rambut tergerai, tanpa pakaian. Mulailah juru kunci tempat peribadatan itu berseru memanggilnya: “Ya ‘Uzza.” Maka seketika itu juga Khalid mengayunkan pedangnya menebas tubuh wanita itu menjadi dua bagian. Khalid berujar:

Hai ‘Uzza, aku mengingkarimu, tidak minta ampunanmu

            Sungguh aku lihat Allah menghinakanmu

Setelah itu, dia kembali melaporkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

“Betul, itulah ‘Uzza. Dia sudah putus asa untuk disembah di negeri kamu ini, selamanya,” kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Waktu itu juga, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus ‘Amr bin Al-‘Ash untuk menghancurkan Suwa’ yang disembah suku Hudzail.

Kata ‘Amr: “Saya sampai di sana. Waktu itu juru kuncinya ada di dekat tempat ibadah itu. Dia bertanya:’Apa yang kau inginkan?’”

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan saya untuk menghancurkan berhala ini,” kata saya.

“Kau tidak akan sanggup melakukannya,” kata juru kunci itu.

Sayapun bertanya: “Mengapa?”

“Kamu dihalangi,” jawabnya.

Kata saya: “Sial kamu. Sampai detik ini kamu masih dalam kesesatan? Apakah sesembahanmu ini bisa mendengar dan melihat?”

Lalu sayapun mendekat dan menghancurkannya. Kemudian saya perintahkan sahabat-sahabat saya menghancurkan rumah tempat penyimpanannya, tapi kami tidak menemukan apa-apa.

Kemudian saya bertanya kepada si juru kunci: “Bagaimana?”

“Saya berserah diri (tunduk) kepada Allah,” katanya menyatakan diri masuk Islam.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengutus Sa’d bin Zaid Al-Asyhali untuk menghancurkan Manah di Musyallal dekat Qudaid yang dahulu disembah suku Aus, Khazraj dan Ghassan. Beliaupun berangkat bersama 20 pasukan berkuda. Setelah tiba di tempat tujuan, juru kuncinya bertanya: “Kau mau apa?”

“Mau menghancurkan berhala Manah,” jawabnya.

“Itu urusanmu,” kata juru kunci.

Sa’d mulai melangkah ke arah tempat pemujaan. Tiba-tiba keluarlah seorang wanita berkulit hitam dalam keadaan telanjang dan rambut kusut masai, berteriak: “Celaka.” Wanita itu memukuli dadanya. Juru kunci itu berseru: “Manah, uruslah orang yang durhaka kepadamu ini.”

Sa’d membunuh wanita itu lalu menghancurkan patung yang ada. Mereka juga meruntuhkan tempat penyimpanan, tapi tidak menemukan apa-apa.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pun tinggal di Makkah beberapa hari dan memberi bimbingan kepada kaum muslimin.

Wallahu a’lam. (Insya Allah bersambung)