KAJIAN FIQH : TAYAMMUM (BAG KE-1)

KAJIAN FIQH : TAYAMMUM (BAG KE-1)

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Di tulis Oleh Al Ustadz Abu Utsman Kharisman

Apa yang Dimaksud dengan Tayammum?

Jawab:

Tayammum adalah bersuci dengan tanah/ debu jika tidak didapati atau tidak mampu menggunakan air sebagai pengganti wudhu’ dan mandi wajib.

.Dalam Kondisi Apa Saja Seseorang Bisa Bertayammum?

Jawab:

1.Tidak didapati adanya air.

فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا

…kalian tidak menemukan air, maka bertayammumlah…(Q.S anNisaa’:43 dan al-Maidah:6)

إِنَّ الصَّعِيدَ الطَّيِّبَ طَهُورُ الْمُسْلِمِ وَإِنْ لَمْ يَجِدِ الْمَاءَ عَشْرَ سِنِينَ فَإِذَا وَجَدَ الْمَاءَ فَلْيُمِسَّهُ بَشَرَتَهُ فَإِنَّ ذَلِكَ خَيْرٌ

Sesungguhnya tanah yang baik (suci) adalah alat bersuci bagi seorang muslim jika ia tidak mendapatkan air (meski) sepuluh tahun. Jika ia mendapatkan air, maka sentuhlah kulitnya (dengan air) karena yang demikian itu lebih baik (H.R atTirmidzi dari Abu Dzar, dishahihkan al-Hakim, adz-Dzahaby, Ibnu Hibban, adDaraquthny, dan al-Albany)

2.Jika ada air, namun air itu hanya cukup digunakan untuk keperluan minum atau memasak.
3.Jika air digunakan, bisa menyebabkan mudharat seperti kehausan atau kelaparan bagi manusia atau hewan yang berharga (seperti hewan tunggangan).

4.Jika menggunakan air menyebabkan seseorang bertambah sakit atau semakin lama kesembuhannya
Jika seseorang sakit, tidak bisa bergerak untuk menuju air, dan tidak ada orang yang bisa mewudhu’kannya, serta khawatir waktu sholat akan habis.

5.Jika takut kedinginan (bisa menimbulkan mudharat) untuk mandi junub dan tidak memungkinkan untuk memasak air (menghangatkannya).

Sebagaimana yang dilakukan oleh Sahabat Nabi Amr bin al-Ash di malam yang sangat dingin beliau junub kemudian beliau bertayammum. Hal itu tidak diingkari oleh Nabi.

عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ احْتَلَمْتُ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ فِي غَزْوَةِ ذَاتِ السُّلَاسِلِ فَأَشْفَقْتُ إِنْ اغْتَسَلْتُ أَنْ أَهْلِكَ فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ بِأَصْحَابِي الصُّبْحَ فَذَكَرُوا ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا عَمْرُو صَلَّيْتَ بِأَصْحَابِكَ وَأَنْتَ جُنُبٌ فَأَخْبَرْتُهُ بِالَّذِي مَنَعَنِي مِنْ الِاغْتِسَالِ وَقُلْتُ إِنِّي سَمِعْتُ اللَّهَ يَقُولُ { وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا } فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا

Dari Amr bin al-Ash beliau berkata: Aku mimpi basah pada suatu malam yang dingin pada (perjalanan) pertempuran Dzatu Sulaasil. Aku takut jika mandi bisa binasa. Maka aku bertayammum dan sholat Subuh bersama para Sahabatku. Kemudian aku menceritakan hal itu kepada Nabi shollallahu alaihi wasallam. Nabi berkata: Wahai Amr, engkau sholat dengan sahabat-sahabatmu dalam keadaan junub? Kemudian aku menceritakan hal yang menghalangiku untuk mandi. Aku berkata: Sesungguhnya aku mendengar Allah berfirman (yang artinya): <<Janganlah kalian membunuh diri kalian, karena sesungguhnya Allah Maha Penyayang terhadap kalian (Q.S anNisaa’:29). Rasulullah shollallahu alaihi wasallam tertawa dan tidak berkata apa-apa (H.R Abu Dawud)

(poin-poin pembahasan disarikan dari al-Mulakkhoshul Fiqhiy karya Syaikh Sholih al-Fauzan halaman 71).

Jika Seseorang Tidak Mendapatkan Air Kecuali Harus Beli Sedangkan Ia Memiliki Kecukupan Uang Untuk Membelinya, Bolehkah Ia Tayammum?

Jawab:

Tidak boleh. Dia harus membeli air itu untuk bersuci. Karena ia tergolong bisa mendapatkan air (disarikan dari penjelasan Syaikh Ibnu Utsaimin dalam asy-Syarhul Mumti’ (1/378))

✅Media Apa yang Bisa Digunakan untuk Bertayammum?

Jawab:

Media yang bisa digunakan untuk bertayammum adalah tanah atau sesuatu yang berada di atas tanah dalam keadaan tersambung/tidak terpisah (seperti ubin atau tembok) atau segala benda yang mengandung debu yang bisa berpindah ke tangan ketika diusap. Namun media itu harus suci tidak najis.
(Disarikan dari penjelasan Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Liqoo’ Baabil Maftuuh (121/13))

Nabi shollallahu alaihi wasallam juga pernah bertayammum dengan tembok.

أَقْبَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ نَحْوِ بِئْرِ جَمَلٍ فَلَقِيَهُ رَجُلٌ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى أَقْبَلَ عَلَى الْجِدَارِ فَمَسَحَ بِوَجْهِهِ وَيَدَيْهِ ثُمَّ رَدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ

Nabi shollallahu alaihi wasallam menghadap ke arah sumur Jamal kemudian datang seorang laki-laki mengucapkan salam kepada beliau tapi beliau tidak menjawab salam. Hingga beliau menghadap ke tembok kemudian beliau mengusap wajah dan kedua tangannya (bertayammum) kemudian menjawab salam (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Abul Juhaim)

Sebagian Ulama’ mempersyaratkan tembok itu terbuat dari unsur tanah atau dari bahan lain namun mengandung debu.