Hukum Islam dalam menyambut tahun/milenium baru (II)

Hukum Islam dalam menyambut tahun/milenium baru (II)

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Hukum dalam merayakan tahun 2000 (millennium) dan isu yang terkait

Ketiga
Banyak sekali dalil-dalil dari al Kitab dan as-Sunnah serta atsar-atsar yang shahih (dari Sahabat dan lainnya) yang melarang untuk menyerupai orang-orang kafir di dalam hal yang menjadi ciri dan kekhususan mereka. Diantara hal itu adalah menyerupai mereka dalam festival hari-hari besar dan pesta-pesta mereka. Hari besar (‘Ied) maknanya (secara terminologis) adalah sebutan bagi sesuatu, termasuk didalamnya setiap hari yang datang kembali dan berulang, yang dirayakan oleh orang-orang kafir (a’yaadihim). Atau sebutan bagi tempat orang-orang kafir dalam menyelenggarakan perkumpulan keagamaan.

Jadi, setiap perbuatan yang mereka ada-adakan di berbagai tempat atau waktu-waktu keagamaan mereka maka itu termasuk hari besar (‘Ied) mereka. Karenanya, larangannya bukan hanya atas hari-hari besar yang khusus buat mereka saja, akan tetapi setiap waktu dan tempat yang mereka rayakan/agungkan, yang sesungguhnya tidak ada landasannya di dalam Dien Islam.

Demikian pula (termasuk larangan), perbuatan-perbuatan yang mereka ada-adakan di dalamnya juga termasuk ke dalam hal itu. Ditambah lagi dengan hari-hari sebelum dan sesudahnya yang nilai religiusnya bagi mereka sama saja sebagaimana yang disinggung oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (Rahimahullah) (Iqtida as-Siraat al-Mustaqim (1/432) karya Ibn Taimiyyah).

Diantara ayat yang menyebutkan secara khusus larangan menyerupai hari-hari besar mereka adalah firmanNya :
æóÇáøóÐöíäó áÇó íóÔúåóÏõæäó ÇáÒøõæÑó ﴿٧٢﴾ [ÇáÝÑÞÇä: ٧٢]
Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu… [QS Al Furqoon: 72]

Ayat ini berkaitan dengan salah satu sifat para hamba Allah yang beriman. Sekelompok Salaf seperti Ibnu Sirin, Mujahid dan Rabi’ Ibn Anas menafsirkan bahwa kata “Az-Zuura” (di dalam ayat tersebut) sebagai hari-hari besar orang kafir. [Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim Ibnu Katsir (3/328-329)].

Dalam hadits yang shahih yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, saat Rasulullah (Shallallahu ‘alaihi wa sallam) datang ke Madinah, mereka memiliki dua hari besar (‘Ied) untuk bermain-main. Lalu beliau bertanya, “Dua hari untuk apa ini ?”. Mereka menjawab, “Dua hari di mana kami sering bermain-main di masa Jahiliyyah”. Lantas beliau bersabda (yang artinya) : Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kalian untuk keduanya dua hari yang lebih baik dari keduanya : Iedul Adha dan Iedul Fithri” [ Sahih: Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam as-Sunanul-Kubra (9/234) dan dalam Kanzul-‘Amal (no. 1732)]

Demikian juga terdapat hadits yang shahih dari Tsabit bin Adl Dlahhak radhiyallahu ‘anhu bahwasanya dia berkata, “Seorang laki-laki telah bernadzar pada masa Rasulullah (Shallallahu ‘alaihi wa sallam) untuk menyembelih onta sebagai qurban di Buwanah. Lalu dia mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sembari berkata “(yang artinya) : Sesungguhnya aku telah bernadzar untuk menyembelih onta sebagai qurban di Buwanah. Lalu Nabi (Shallallahu ‘alaihi wa sallam) bertanya, ‘Apakah didalamnya terdapat salah satu dari berhala-berhala Jahiliyyah yang disembah disana ? Mereka menjawab, ‘Tidak’. Beliau bertanya lagi. ‘Apakah didalamnya terdapat salah satu dari hari-hari besar mereka ?’. Mereka menjawab, ‘Tidak’. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tepatilah nadzarmu karena tidak perlu menepati nadzar di dalam berbuat maksiat kepada Allah dan di dalam hal yang tidak dipunyai (tidak mampu dilakukan) oleh manusia” [Sahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 1134)].

Umar Ibn al Khaththab Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Janganlah kalian mengunjungi kaum musyrikin di gereja-gereja (rumah-rumah ibadah) mereka pada hari besar mereka (a’yaadihim) karena sesungguhnya kemurkaan Allah akan turun atas mereka” Umar Ibn Al Khaththab Radiyallahu ‘anhu berkata lagi, “Hindarilah musuh-musuh Allah pada momentum hari-hari besar mereka”. [Sahih: Diriwayatkan oleh Ibn Abi Syaibah dalam Musannaf (1/309). Dan telah disahihkan oleh Ibn Taymiyyah in al-Iqtidaa. (1/344)].

Diriwayatkan oleh Abdullah Ibn Amr bin al ‘Aas (Radliyallahu ‘anhumaa) berkata, “Barangsiapa yang berdiam di negeri-negeri orang asing, lalu membuat tahun baru dan festival (Nairuuz) serta menyerupai mereka hingga dia mati dalam kondisi demikian, maka kelak dia akan dikumpulkan pada hari kiamat bersama mereka” [Dha’if: diriwayatkan oleh al-Baihaqi (9/234), dinyatakan lemah oleh Ibn Taymiyyah dalam Iqtidaa. as-Siraat al-Mustaqim].

Keempat.
Merayakan hari-hari besar orang-orang kafir juga dilarang karena alasan-alasan yang banyak sekali, diantaranya : Mereka (Muslimin) menyerupai mereka dalam sebagian hari besar mereka, yang membikin mereka membikin otomatis bersukaria dan membuat mereka berlapang-dada terhadap kebatilan yang sedang mereka lakukan. (Muslimin) menyerupai mereka dalam gerak-gerik dan bentuk pada hal-hal yang bersifat lahiriah akan mengandung konsekwensi menyerupai mereka pula dalam gerakan dan bentuk pada hal-hal yang berupa keyakinan sesat melalui cara tersembunyi dan bertahap lagi tersamarkan. Dampak negatif yang paling besar dari hal itu adalah adanya kecintaan batin yang berupa kekaguman dan loyalitas. Mencintai dan mengagumi mereka dapat meniadakan keimanan, sebagaimana firman Allah Ta’ala :
íóÇÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÁóÇãóäõæÇ áÇó ÊóÊøóÎöÐõæÇ ÇáúíóåõæÏó æóÇáäøóÕóÇÑóì ÃóæúáöíóÇÁó ÈóÚúÖõåõãú ÃóæúáöíóÇÁõ ÈóÚúÖò æóãóäú íóÊóæóáøóåõãú ãöäúßõãú ÝóÅöäøóåõ ãöäúåõãú Åöäøó Çááøóåó áÇó íóåúÏöí ÇáúÞóæúãó ÇáÙøóÇáöãöíäó ﴿٥١﴾ [ÇáãÇÆÏÉ:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. [QS Al Maaidah: 51]

Dan firmanNya :
áÇó ÊóÌöÏõ ÞóæúãðÇ íõÄúãöäõæäó ÈöÇááøóåö æóÇáúíóæúãö ÇáÂÎöÑö íõæóÇÏøõæäó ãóäú ÍóÇÏøó Çááøóåó æóÑóÓõæáóåõ
” Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya ” [Al-Mujadillah : 22]

Kelima.
Menurut penjelasan yang telah dikemukakan di atas, maka tidak boleh hukumnya seorang Muslim yang beriman kepada Allah sebagai Rabb dan Islam sebagai agama serta Muhammad (Shalallahu ‘alaihi wassalam) sebagai Nabi dan Rasul, mengadakan perayaan-perayaan hari-hari besar yang tidak ada landasannya dalam dien Islam, termasuk diantaranya yang disebut perayaan ‘Milenium’ tersebut. Juga, tidak boleh hadir pada acaranya, berpartisipasi dan membantu dalam pelaksanaannya dalam bentuk apapun karena hal itu termasuk dosa dan melanggar batasan-batasan yang diatur oleh Allah, Allah telah berfirman,

æóáÇó ÊóÚóÇæóäõæÇ Úóáóì ÇáÅöËúãö æóÇáúÚõÏúæóÇäö æóÇÊøóÞõæÇ Çááøóåó Åöäøó Çááøóåó ÔóÏöíÏõ ÇáúÚöÞóÇÈö ﴿٢﴾ [ÇáãÇÆÏÉ: ٢]
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. [QS Al Maaidah: 2]

Keenam.
Seorang Muslim tidak boleh saling bekerjasama dengan orang-orang kafir dalam bentuk apapun dalam hari-hari besar mereka (a’yaadhihim). Diantaranya adalah mempromosikan dan mengumumkan hari-hari besar mereka, termasuk acara ‘milenium’ tersebut. Demikian pula, mengajak pada hal itu dengan sarana apapun baik melalui mass media, memasang jam-jam (hitungan mundur, red) dan pamflet-pamflet bertuliskan angka, membuat pakaian-pakaian dan plakat-plakat memorial, atau mencetak kartu-kartu dan buku-buku tulis, atau memberikan diskon khusus pada dagangan dan hadiah-hadiah uang dalam rangka itu, atau kegiatan-kegiatan olah raga ataupun menyebarkan simbol khusus untuk hal itu.

Ketujuh
Seorang Muslim tidak boleh menganggap hari-hari besar orang-orang kafir, termasuk perayaan Milenium tersebut sebagai momentum yang menyenangkan atau waktu-waktu yang diberkahi sehingga karenanya meliburkan pekerjaan, melangsungkan pernikahan, memulai (inaugurasi) aktifitas bisnis, membuka proyek-proyek baru dan lain sebagainya. Tidak boleh dia meyakini bahwa hari-hari seperti itu memiliki keistimewaan yang tidak ada pada hari selainnya, karena hari-hari tersebut sama saja dengan hari-hari biasa lainnya. Dan karena hal ini merupakan keyakinan yang rusak yang tidak dapat merubah hakikat sesuatu bahkan keyakinan seperti ini adalah dosa di atas dosa, kita memohon kepada Allah agar diselamatkan di terbebas dari hal itu.

Kedelapan
Seorang Muslim tidak boleh mengucapkan selamat terhadap hari-hari besar orang-orang kafir karena hal itu merupakan bentuk keridloan atas kebatilan yang mereka berada diatasnya dan membuat mereka bergembira, karenanya Ibnu Al-Qayyim berkata, “Adapun mengucapkan selamat terhadap ritual keagamaan orang-orang kafir yang khusus bagi mereka, maka haram (dilarang) hukumnya menurut consensus/ijma’ para ulama, seperti mengucapkan selamat dalam rangka hari-hari besar mereka dan seterusnya, seperti mengucapkan ‘Semoga hari besar ini diberkahi’ atau ‘Selamat dalam hari raya ini’, atau ucapan semisalnya, dalam rangka hari besar tersebut. Dalam hal ini, kalaupun pengucapnya lepas dari kekufuran akan tetapi dia tidak akan lolos dari melakukan hal yang diharamkan. Hal ini sama posisinya dengan bilamana dia mengucapkan selamat karena dia (orang kafir) itu sujud terhadap salib. Bahkan, dosa dan kemurkaan terhafap hal itu lebih besar di sisi Allah daripada mengucapkan selamat atas minum khamr (cheers, red), membunuh jiwa yang tidak berdosa, berzina dan semisalnya.

Banyak sekali orang yang tidak memiliki sedikitpun kadar Dien pada dirinya terjerumus ke dalam hal itu dan dia tidak menyadari jeleknya perbuatannya. Maka, siapa saja yang mengucapkan selamat kepada seorang hamba karena suatu maksiat, bid’ah atau kekufuran yang dilakukannya, berarti dia telah mendapatkan kemurkaan dan kemarahan Allah”
Kesembilan.

Adalah suatu kehormatan bagi muslimin untuk berkomitmen terhadap kalender Hijriyah, kalender yang menandai hijrahnya Nabi mereka, Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam yang disepakati pula orang para sahabat beliau – radiyallahu ‘anhum – Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara ijma’. Dan mereka jadikan kalender tanpa perayaan apapun. Hal itu kemudian diteruskan secara turun temurun oleh kaum Muslimin yang datang setelah mereka, sejak 14 abad yang lalu hingga saat ini. Karenanya dengan alas an ini, muslimin tidak boleh mengganti penggunaan kalender Hijriyah kepada kelender umat-umat selainnya, seperti kalender Milaadi (Gregorian/Masehi) ini . Karena hal itu termasuk perbuatan menggantikan yang lebih baik dengan yang lebih jelek.

Maka dari itu kami wasiatkan kepada seluruh saudara-saudara kami, kaum muslimin, agar bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-sebenar takwa, berbuat ta’at dan menjauhi dosa terhadapNya serta saling berwasiat dengan hal itu dan sabar atasnya.

Hendaknya setiap mukmin yang menjadi penasehat bagi dirinya dan antusias atas keselamatannya dari murka Allah dan laknatNya di dunia dan di hari Akhir, berusaha keras di dalam merealisasikan ilmu dan iman, dengan menjadikan Allah semata sebagai Pemberi Petunjuk, Penolong, Hakim dan Pelindung, karena sesungguhnya Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong. Cukuplah Rabbmu sebagai Pemberi Petunjuk dan Penolong serta berdo’alah selalu dengan do’a Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini : “(yang artinya) : Ya, Allah, Rabb Jibril, Rabb Mikail, Rabb Israfil. Pencipta langit dan bumi. Yang Maha Mengetahui hal yang ghaib dan nyata. Engkau memutuskan hal yang diperselisihkan di antara para hambaMu, berilah petunjuk kepadaku terhadap kebenaran yang diperselisihkan dengan idzinMu, sesungguhnya Engkau menunjuki orang yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus” [Diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam shahihnya, Shalah Al Musafirin, No. 770]

Dan dengan Allah-lah segala kesuksesan dan semoga Allah memberikan sholawat dan salam kepada Nabi kita (Shalallahu ‘alaihi wassalam) dan keluarganya serta sahabatnya.

Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta, Saudi Arabia
Dewan Tetap Arab saudi untuk riset-riset ilmiyah dan fatwa
(The Permanent Committee for Islaamic Research and Fataawa)
Ketua : Syaikh ‘Abdul-‘Aziz Ibn ‘Abdullaah Ibn Muhammad aalusy-Syaikh
Wakil Ketua : Syaikh ‘Abdullaah Ibn ‘Abdur-Rahmaan al-Ghudayyaan
Anggota : Syaikh Saalih Ibn Fauzaan al-Fauzaan
Anggota : Bakar Ibn ‘Abdullaah Abu Zaid

(Diterjemahkan secara bebas oleh tim salafy.or.id dari website http://www.fatwa-online.com/fataawa/innovations/celebrations/cel003/0000131_1.htm yang bersumber dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram. Murajaah ustadz Abu Hamzah Yusuf)