Hijrah Ke Madinah

Hijrah Ke Madinah

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Ketika Islam dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Madinah, bahkan berkembang pesat di kota itu, Rasulullah kemudian mengijinkan kaum muslimin yang ada di Makkah untuk berhijrah.

Persiapan

Islam semakin berkembang di Madinah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam kemudian mengizinkan kaum muslimin untuk berhijrah ke kota tersebut. Maka merekapun bersegera mempersiapkan diri. Orang pertama yang direncanakan berangkat adalah Abu Salamah bin Abdul Asad dan isterinya Hindun binti Abi Umayyah (Ummu Salamah) radhiallahu ‘anhuma. Namun takdir Allah menentukan lain, Ummu Salamah tertahan di Makkah. Namun akhirnya dia keluar satu tahun kemudian bersama puteranya Salamah diiringi ‘Utsman bin Abi Thalhah yang ketika itu belum masuk Islam.

Sedikit demi sedikit, kaum muslimin meninggalkan Makkah hingga tidak ada yang tertinggal di Makkah kecuali beberapa orang termasuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam, Abu Bakr, dan ‘Ali bin Abi Thalib. Dan keduanya menunggu perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam yang juga tengah menunggu perintah Allah kapan harus keluar meninggalkan Makkah.

Kaum musyrikin yang mengetahui para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam telah pergi membawa harta, anak, dan isteri mereka, ke negeri Aus dan Khazraj (Madinah), meyakini bahwa negeri tersebut akan membela dan melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam. Oleh karena itu, mereka khawatir, jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam sampai menyusul, niscaya kaum muslimin akan memiliki kekuatan dan mereka tidak merasa aman dari serangannya. Maka sebelum hal itu terjadi, mereka bersepakat untuk membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam.

Suatu siang, datanglah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alaihi wa sallam ke rumah Abu Bakr dan berkata: “Keluarkanlah siapapun yang ada di rumahmu.” Kata Abu Bakr: “Mereka adalah keluargamu juga, wahai Rasulullah.”

Rasulullah berkata: “Allah telah mengizinkan saya keluar.” Abu Bakr berkata: “Saya yang akan menyertaimu, wahai Rasulullah?” Kata Rasulullah: “Ya.”

Kemudian Abu Bakr mengatakan: “Ambillah salah satu kendaraanku ini, demi bapak dan ibuku tebusanmu.” Rasulullah berkata: “Dengan harga.”

‘Aisyah menceritakan: “Kemudian kami mempersiapkan segala sesuatunya untuk bekal keberangkatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan Abu Bakr. Asma’ bintu Abi Bakr memotong kain pinggangnya menjadi dua, satu untuk mengikat pinggang dan yang lain untuk membawa bekal tesebut. Dan sejak itulah dia dijuluki Dzatu Nithaqain (Perempuan Yang Memiliki Dua Ikat Pinggang).

Ibnul Qayyim mengisahkan (Zaadul Ma’ad 3/54), Al-Hakim (dalam Al-Mustadrak) dari ‘Umar, menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan Abu Bakr berangkat menuju gua Tsur. Dalam perjalanan itu, kadang-kadang Abu Bakr berjalan di depan, kadang di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam. Melihat hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bertanya, dan Abu Bakr menjawab: “Wahai Rasulullah, kalau saya teringat pengintai dari depan, saya sengaja berjalan di depan. Kalau saya ingat kepada para pengejar, maka saya berjalan di belakang.”

Kata Rasulullah: “Apakah kau ingin kalau terjadi sesuatu engkau yang mengalaminya, bukan aku?”

Kata Abu Bakr: “Ya.”

Demikianlah, keduanya sampai dan bersembunyi di dalam gua. Sementara orang-orang kafir Quraisy yang kehilangan jejak, menyebar para pencari jejak hingga di mulut gua. Ketika itu Abu Bakr berkata sebagaimana disebutkan dalam hadits Anas bin Malik: “Wahai Rasulullah, seandainya salah seorang dari mereka melihat ke bawah, niscaya mereka melihat kita.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda:

مَا ظَنُّكَ  بِاثْنَيْنِ اللهُ ثَالِثُهُمَا  

“Bagaimana menurutmu dengan dua orang di mana Allah adalah yang ketiganya. Jangan bersedih sesungguhnya Allah bersama kita.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Di dalam Shahih Al-Bukhari disebutkan bahwa Abdullah bin Abi Bakr selalu bermalam di gua bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan Abu Bakr. Dia seorang pemuda yang cerdik. Sebelum fajar dia sudah berkumpul kembali di tengah-tengah orang-orang kafir Quraisy mendengarkan berita dari mereka dan menyampaikannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan Abu Bakr.

Sementara salah seorang bekas budak yang dimerdekakan Abu Bakr, ‘Amir bin Fuhairah senantiasa menggembalakan kambingnya di sekitar gua dan memerahkan susunya untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan Abu Bakr. Demikianlah hal ini berjalan selama tiga malam.

Kisah Suraqah bin Malik

Setelah berusaha mencari dan menyebar ke seluruh pelosok Makkah, mereka tidak juga menemukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan Abu Bakr. Akhirnya, mereka menyebarkan sayembara, siapa yang berhasil membawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan Abu Bakr hidup atau mati, akan diberi hadiah. Sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan Abu Bakr mulai meninggalkan Makkah menyisiri tepi pantai menuju Madinah.

Sesampainya di daerah Bani Mudlij, seseorang melihat mereka dan melapor kepada Suraqah bin Malik bin Ju’syum. Tapi berita ini ditolak oleh Suraqah. Namun, dia memerintahkan budaknya membawa kuda dan tombaknya keluar dari belakang rumah serta menunggunya di balik gunung.

Setelah itu, dia memacu kudanya mengejar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan Abu Bakr. Abu Bakr melihatnya dan berkata: “Ya Rasulullah, lihat Suraqah bin Malik menyusul kita.” Maka Rasulullah pun berdoa. Akhirnya Suraqah beberapa kali terjungkal dari kudanya. Kemudian dia menyerah dan meminta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan Abu Bakr berhenti.

Setelah berbicara dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam, Suraqah meminta dituliskan kesepakatan. Dan ini tetap dipegangnya sampai pada waktu Fathu Makkah. Kemudian dia menyerahkan tambahan perbekalan kepada rombongan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam, namun keduanya mengatakan: “Tidak. Tapi alihkan perhatian para pengejar dari kami.”

Maka setelah itu Suraqah setiap kali bertemu dengan para pencari jejak rombongan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam selalu mengatakan: “Saya sudah mencari berita dan tidak terlihat yang kalian cari.”

Demikianlah, awalnya dia berusaha menangkap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan Abu Bakr, pada akhirnya dia menjadi pelindung mereka.

Kisah Ummu Ma’bad

Ibnul Qayyim menceritakan: “Rombongan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam melanjutkan perjalanan dan singgah di kemah Ummu Ma’bad, yang tinggal di padang pasir memberi makan dan minum para kelana yang singgah di tempat itu.”

Rombongan singgah di sana dan menanyakan apa gerangan yang dimilikinya. Ummu Ma’bad mengatakan tidak ada kecuali kambing yang jauh dari tempat gembalaan. Selanjutnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam minta izin untuk memerah susunya. Ummu Ma’bad pun mengizinkan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam mengusap kambing-kambing tersebut dan menyebut nama Allah lalu berdoa. Maka memancarlah susu kambing itu yang kemudian ditampung di sebuah bejana. Kemudian beliau menyuruh Ummu Ma’bad minum, setelah itu para shahabatnya baru kemudian beliau sendiri. Setelah semua puas, beliau memenuhkan bejana itu kembali dan meninggalkannya di sana, kemudian melanjutkan perjalanan.

Tak lama kemudian, Abu Ma’bad suami Ummu Ma’bad pulang dan terheran-heran melihat bejana yang penuh dengan air susu. Dia bertanya dari mana ini? Ummu Ma’bad mengatakan bahwa baru saja singgah seorang lelaki penuh berkah dengan sifat demikian dan demikian. Mendengar keterangan isterinya, Abu Ma’bad segera meyakini bahwa itulah orang yang dicari-cari Quraisy. Dan dia bertekad seandainya punya kesempatan akan menemuinya.

Tiba di Madinah

Orang-orang Anshar yang telah mendengar berita keluarnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dari kota Makkah pun berusaha menyambutnya. Setiap hari dari pagi hingga matahari menyengat, mereka menunggu kedatangan rombongan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam di pinggiran kota. Namun sampai beberapa hari belum juga tampak.

Baru pada hari ke-12 bulan Rabi’ul Awwal, mereka keluar menunggu seperti biasa. Dan ketika matahari sudah mulai terik, mereka bersiap untuk kembali ke rumah masing-masing. Seorang Yahudi yang ketika memanjat rumahnya untuk suatu keperluan melihat bayangan dari jauh dan tidak dapat menahan dirinya. Dengan lantang dia berteriak bahwa yang ditunggu-tunggu sudah datang.

Mendengar hal ini, orang-orang Anshar bergegas menyandang senjata mereka dan menuju ke pinggiran kota menyambut rombongan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam. Kaum muslimin bertakbir gembira dengan kedatangan rombongan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam ini. Mereka mengucapkan sambutan dan salam hormat menurut syariat Islam. (Bersambung)