Berhati-hatilah dari gila hormat dan gila rekomendasi

Berhati-hatilah dari gila hormat dan gila rekomendasi

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Nasehat ke-18

1. Hati-hati dari senang terhadap rekomendasi Syaikh

Hal ini adalah penampilan yang tidak baik, yaitu seseorang yang baru belajar dan dia berusaha untuk mendapatkan rekomendasi (surat ijin dan pengakuan) untuk bisa tampil dan diterima di hadapan manusia, sehingga dia bisa dijuluki sebagai syaikh, muhadits (ahli hadits), al fadhil (orang yang mulia), dan sebaginya.

Wahai saudaraku, menuntut ilmulah hanya untuk wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jangan kamu menyibukkan dengan syaikhmu dengan urusan rekomendasi atau surat pengakuan. Bahkan terkadang sebagian orang membawa surat rekomendasi untuk mencari bantuan baik terkait dengan istri (mencari jodoh, red), rumah, mobil dan perpustakaan. (kalangan sururi untuk mencari penghidupan, membangun markaz, ma’had, masjid dst, red).

Dimana sifat ‘iffahmu, dimana sifat qana’ahmu, dimana sifat tidak butuhmu kepada orang lain dan mana wujud ridlomu terhadap apa yang telah diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala ?

Sebagian dari mereka baru belajar beberapa saat, lalu menuntut adanya ijazah, rekomendasi dan surat pengakuan. Apa fungsinya semua itu ? (Bagi Abdurahman At Tamimi, Al Irsyad Surabaya, dimanfaatkan untuk meminta sejumlah uang bagi penerbit yang menerbitkan karya gurunya, nampak tulisan rekomendasi untuknya di websitenya ditulis ‘tanpa persiapan’, tidak disiapkan oleh gurunya sendiri dari tempat asalnya, tidak diatas kop gurunya sendiri, red).

2. Gegabah untuk menyandang gelar Syaikh

Termasuk dalam ketergesaan apabila kamu mengatakan : “Syaikh fulan”. Saya tidak suka kala ada yang memanggilku dengan syaikh atau alim terlebih mengatakan al ‘allamah. Saya bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bertaqwalah kalian kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan jangan tunjukkan puji-pujian seperti ini. Kita memiliki suri teladan pada diri Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam ketika beliau mengatakan (yang artinya) : “Janganlah kalian memujiku sebagaimana orang-orang Nasrani memuji Isa ibn Maryam, sesungguhnya saya hanyalah seorang hamba, maka katakan hamba Allah dan RasulNya.” (HR Bukhari dari Umar Radhiallahu anhu).

Kalau sayyid ummat ini saja, yaitu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dan Imam para Nabi dan para Rasul mengatakan : “Janganlah kalian memujiku sebagimana orang Nashara memuji Isa Ibn Maryam. Sesungguhnya aku hanya seorang hamba maka katakanlah hamba Allah dan RasulNya”, tentu kita lebih utama untuk takut dipuji-puji.

Bertakwalah kalian kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan janganlah kalian mematahkan punggung-punggung kami dan janganlah kalian membantu syaithan untuk melawan kami. Bantulah kami diatas kebaikan.

Kalau seandainya para masyayikh saya tidak senang puji-pujian seperti ini, lalu bagaimana kamu sebagai penuntut ilmu senang untuk asy syaikh, al ustadz, ad dai’yah, orator handal, dan lain sebagainya ? Yang satu mematahkan punggung yang lain sampai akhirnya menjadi tanah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
ÅöäøóãóÇ ÇáúãõÄúãöäõæäó ÅöÎúæóÉñ ÝóÃóÕúáöÍõæÇ Èóíúäó ÃóÎóæóíúßõãú æóÇÊøóÞõæÇ Çááøóåó áóÚóáøóßõãú ÊõÑúÍóãõæäó ﴿١۰﴾ [ÇáÍÌÑÇÊ: ١۰]
10] Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. [QS Al Hujuroot: 10]

Dari ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menyatakan masyayikh, akan tetapi Dia menyatakan Al mukminun ikhwatun.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
Artinya : “Orang muslim bersaudara dengan muslim lainnya.” (HR Muslim dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu.)

Kita adalah orang-orang Islam yang bersaudara dan Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih mengetahui siapa yang menjadi ahli ibadah, orang sholih, orang jahat, orang ‘alim, dan orang jahil. Maka dari itu hendaklah para masyayikh untuk mendidik dan membimbing para muridnya, jangan sampai dia menyatakan kepada anak kecil “Al muhadits al Faqih” (Syaikh Muqbil mengomentari nasihat beliau ini dengan membawakan nash-nash bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam memuji sebagian para shahabat tertentu dengan syarat : tidak menimbulkan ujub dan sombong. Begitu juga untuk memancing kemurkaan ahli bid’ah).

Semenjak kecil kita mematahkan punggungnya pada akhirnya dia menyimpang. Dan saya lebih suka disebut “Tholibul ilmu” (penuntut ilmu, red), sungguh sangat menakjubkan diriku ketika ada permasalahan di Dammaj, seseorang yang bernama Ali tampil berbicara: “Saudaraku di jalan Allah, apabila datang kepada kalian seseorang penuntut ilmu seperti Abu Ibrahim, maka ambillah faidah darinya. “Satu kalimat yang menakjubkan diriku dan aku tidak dapat melupakannya.

Kamu wahai penuntut ilmu dan para pengajar, rendahkan dirimu karena Allah, niscaya Allah akan mengangkatmu. Jangan sampai kamu berkeinginan untuk tampil di hadapan banyak orang supaya dikatakan penyair, orator, fuqaha dan ahlul hadits. Sesungguhnya yang paling penting adalah bagaimana kita beramal sesuai dengan al Qur’an dan sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam.

(Dikutip dari 20 Mutiara Indah Bagi Penuntut Ilmu dan Da’I Ilallah” hal 110-114, judul asli ‘Isyrun Nashiha li Tholibil ‘Ilmi wa Da’i Ilallah, penulis Syaikh Abdul Wahhab Al Wushaby al Abdali al Yamani dan Syaikh Muqbil bin Hadi al Wadi’i rahimahullah. Diterjemahkan al Ustadz Abu Usamah Abdurahman al Lomboki. Diterbitkan oleh Pustaka al Atsary Kp Cikalagan RT 10/02. Cileungsi Bogor)