Fatwa – Fatwa Yang Berkaitan Dengan Darah Wanita ( bag 4)

Fatwa – Fatwa Yang Berkaitan Dengan Darah Wanita ( bag 4)

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Keluar Darah Setelah Menjalani Operasi

Fadhilatusy Syaikh ditanya tentang seorang wanita yang dilakukan operasi pada dirinya. Sesudah itu sekitar empat atau lima hari sebelum masa biasanya mengalami haid, keluar darah hitam bukan darah haid biasanya. Setelah itu langsung dia mengalami hari-hari haid sebagaimana biasanya. Apakah hari-hari keluar darah sebelum hari yang biasanya mengalami haid dihitung sebagai masa haid juga?

Beliau menjawab:

Rujukan dalam masalah ini dikembalikan kepada para dokter. Karena yang nampak, bahwa darah tersebut akibat dari operasi. Dan darah yang muncul akibat operasi tadi, tidaklah hukumnya seperti hukum haid berdasarkan sabda Nabi terhadap wanita yang mengalami istihadhah:

“Sesungguhnya hal itu hanyalah darah urat (yang terbuka).”

Maka dalam sabda beliau tersebut ada isyarat bahwa jika darah tersebut darah urat (yang terbuka) dan masuk di dalamnya darah akibat operasi, maka tidak dianggap sebagai darah haid. Dengan demikian tidak haram baginya melakukan perkara yang haram dilakukan bagi wanita yang sedang haid. Wajib baginya menunaikan shalat dan berpuasa jika hal itu terjadi di siang ramadhan.

Masa Haid Berubah

Fadhilatusy Syaikh ditanya tentang seorang wanita yang kebiasaan haidnya enam hari, kemudian bertambah masa haidnya.

Beliau menjawab:

Jika kebiasaan haidnya enam hari, kemudian kebiasaan haidnya bertambah menjadi sembilan atau sepuluh atau sebelas hari, maka selama masa itu dia tinggal ( tidak shalat dan tidak puasa) hingga dia suci. Karena Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam tidak membatasi bilangan hari tertentu untuk haid ini. Sedangkan Allah Subhanahuwata’ala berfirman:

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى

“Dan mereka bertanya kepadamu tentang darah haid. Katakanlah: Dia adalah sesuatu yang kotor,…”(Al-Baqarah:222)

Sehingga kapanpun darah haid tersebut masih tersisa, maka berlaku padanya hukum haid sampai dia bersih dari haidnya kemudian mandi dan shalat. Jika pada bulan yang kedua masa haidnya berkurang dibandingkan dengan bulan yang sebelumnya, maka dia mandi sesudah bersih dari haidnya walaupun haid yang dia alami masanya berbeda dengan bulan yang sebelumnya.

Yang penting, kapan saja seorang wanita mengalami haid maka dia meninggalkan shalat, baik haidnya sesuai dengan kebiasaannya yang sudah lewat atau berkurang dari kebiasaannya. Jika dia sudah bersih dari haidnya maka dia menunaikan shalat kembali.

Awal Haid Berubah

Fadhilatusy Syaikh ditanya tentang seorang wanita yang biasa mengalami haid di awal bulan, kemudian dia mengalaminya di akhir bulan. Bagaimana hukumnya?

Beliau menjawab:

Jika haid seorang wanita mundur dari waktu biasanya, misalnya dia biasa mengalaminya di awal bulan, kemudian mundur hingga akhir bulan. Yang benar, kapanpun dia mendapati darah haidnya maka dia haid, dan kapan saja dia bersih dari darah tersebut maka dia suci, berdasarkan keterangan yang lalu.

Masa Haid Maju

Fadhilatusy Syaikh ditanya tentang seorang wanita yang biasa mengalami haid di akhir bulan, kemudian dia mengalaminya di awal bulan. Bagaimana hukumnya?

Beliau menjawab:

Jika haid wanita maju dari masa biasanya, misalnya dia biasa mengalaminya di akhir bulan, kemudian mengalaminya di awal bulan, maka dia dihukumi haid sebagaimana penjelasan yang lalu.

Mengqadha Shalat karena Haid yang Terputus-putus

Fadhilatusy Syaikh ditanya tentang seorang wanita yang mengalami haid kemudian bersih dari haidnya dan diapun mandi. Setelah dia shalat selama sembilan hari, darahnya keluar lagi sehingga diapun tidak shalat selama tiga hari. Kemudian suci dan diapun shalat selama 11 hari. Kemudian berjalan haidnya sebagaimana bulan-bulan yang sebelumnya. Apakah dia harus mengqadha shalat yang selama 3 hari ditinggalkan (karena keluar darah) tersebut ataukah diperhitungkan sebagai haid?

Beliau menjawab:

Haid, kapanpun datangnya tetap hukumnya haid, sama saja rentang waktunya antara haid tersebut dengan haid yang sebelumnya panjang ataukah pendek. Jika dia haid kemudian baru suci setelah lima, enam atau sepuluh hari, kemudian datang haid yang berikutnya maka diapun tidak melakukan aktivitas ibadah. Dan begitu seterusnya, setiap kali suci kemudian datang haidnya maka dia berhenti dari shalat. Adapun jika darah terus menerus keluar atau hanya berhenti sebentar sekali, maka dia dihukumi istihadhah, dia tetap melaksanakan shalat kecuali pada waktu biasa datang haidnya (sebelum dia mengalami istihadhah-pen) maka dia berhenti shalat.

Darah Keluar Melampaui Kebiasaan Masa Haid

Fadhilatusy Syaikh ditanya tentang seorang wanita yang biasa haid selama enam hari pada setiap awal bulan, kemudian darah terus keluar. Bagaimana hukum darah tersebut?

Beliau menjawab:

Kondisi seorang wanita yang biasa haid selama enam hari pada setiap awal bulan, kemudian keluar darah secara terus menerus, maka wajib bagi dia berhenti shalat selama waktu dia terbiasa mengalami haid. Dia meninggalkan shalatnya selama enam hari pada setiap awal bulan dan berlaku hukum-hukum haid padanya. Adapun hari-hari lainnyadihukumi istihadhah, sehingga ketika melewati enam hari tersebut segera dia mandi dan melakukan shalat dan tidak mempedulikan darah yang keluar tersebut. Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anha:

Fatimah bintu Abi Hubaisy Radliyallaahu ‘anha berkata: Wahai Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam, sesungguhnya aku mengalami istihadhah dan tidak pernah suci. Apakah aku harus meninggalkan shalat? Beliau menjawab:

“Tidak, sesungguhnya itu hanyalah urat (pada rahim) yang terbuka. Akan tetapi tinggalkan shalat seukuran engkau biasa mengalami haid, kemudian mandi (haid)lah dan shalatlah!” (HR. Al-Bukhari)

Dan di dalam Shahih Muslim, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda kepada Ummu Habibah bintu Jahsyin:

“Tinggallah selama haid biasanya menahanmu (dari ibadah-pen) setelah itu mandi dan shalatlah!”

( diambil dari buku Problema Darah Wanita, Ash Shaf Media)