Berdakwah Terang-terangan

Berdakwah Terang-terangan

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

 Oleh  Al-Ustadz Abu Muhammad Harits

Tiga tahun lamanya Rasulullah berdakwah memperkenalkan Islam dari orang perorang dengan sembunyi-sembunyi. Sedikit demi sedikit mulai banyak yang menerimanya. Mereka yang mula-mula masuk Islam ini dikenal dalam sejarah Islam dengan As Sabiqunal Awwalun (yang lebih dahulu dan pertama-tama masuk Islam), dan terdiri dari berbagai golongan masyarakat, seperti:

Abu Bakr Ash Shiddiq, salah seorang bangsawan Quraisy yang menjadi    sahabat Rasulullah.

Bilal bin Rabah, budak dari Habsyi (Ethiopia) yang kemudian dibeli dan dimerdekakan oleh Abu Bakr.

Khadijah bintu Khuwailid, isteri Rasulullah sendiri.

Zaid bin Haritsah, bekas budak Khadijah yang dihadiahkannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

‘Ali bin Abi Thalib, putera paman beliau Abu Thalib.

Disebutkan oleh para ahli sejarah, jumlah mereka hampir lima puluh orang. Sementara itu orang-orang Quraisy belum begitu perduli dengan keadaan ini.

Kemudian turunlah wahyu Allah:

فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ

“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan kepadamu, dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (Al Hijr: 94).

Dengan ayat ini beliau mulai menjalankan dakwah ini dengan terang-terangan. Disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab bahwa ketika Rasulullah mulai menyampaikan dakwah terang-terangan ini, orang-orang  musyrikin Quraisy belum mengambil sikap menjauhi dan menentang dakwah beliau, sampai beliau mulai menyebut-nyebut sesembahan mereka dan mencelanya. Dan ketika mereka melihat hal ini, merekapun bersatu menunjukkan permusuhan terhadap beliau dan dakwah beliau. (Mukhtashar Sirah Ar Rasul, hal 117).

Ibnu ‘Abbas mengisahkan: Ketika Allah turunkan ayat: Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat! (Asy Syu’ara’: 214), Rasulullah shallalhu ‘alaihi wa sallam mendaki bukit Shafa kemudian berteriak lantang membangunkan penduduk Makkah, sehingga mereka berkumpul di sekitar beliau. Ada yang datang sendiri dan ada yang mengutus wakilnya. Rasulullahpun berkata,”Wahai Bani Abdil Muththalib, Wahai Bani Fihr, bagaimana pendapat kalian kalau saya beritakan bahwa ada sepasukan berkuda di balik bukit ini siap untuk menyerang kalian. Apakah kalian akan mempercayaiku?”

Mereka menjawab,”Ya.”

Kata beliau lagi,”Ketahuilah, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan buat kalian sebelum datangnya adzab yang sangat pedih.”

Tiba-tiba Abu Lahab menukas,”Celakalah kau selama-lamanya. Apakah hanya untuk ini engkau mengumpulkan kami?”

Allah pun segera menurunkan:

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ

“Celakalah kedua tangan Abu Lahab!” (Al Lahab: 1).

Diceritakan pula oleh Abu Hurairah dalam Shahih Muslim ketika turun ayat tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam berdakwah menyeru mereka secara keseluruhan kemudian beliau sebut mereka satu persatu. Kata Rasulullah,”Wahai masyarakat Quraisy. Selamatkanlah diri kalian dari api neraka. Wahai Bani Ka’ab, selamatkan jiwa kalian dari api neraka. Wahai Bani Hasyim, selamatkan diri kalian dari api neraka. Wahai Bani Abdil Muththalib selamatkan diri kalian dari api neraka. Wahai Fathimah bintu Muhammad, selamatkan dirimu dari api neraka. Karena sesungguhnya aku, demi Allah, tidak bekuasa sedikitpun membela kalian dari (adzab) Allah kecuali sekedar kalian itu ada kekerabatan (denganku). Dan saya akan berusaha menyambungnya.”

Sedikit demi sedikit mulailah Islam tersebar di kota Makkah. Dan mereka yang masuk Islam terpaksa harus sembunyi-sembunyi. Karena tekanan kaum Quraisy mulai meningkat.

Abu Bakr yang juga sahabat beliau ikut berjuang menyebarkan Islam dengan sembunyi-sembunyi. Beliau adalah seorang pedagang sukses dan terpandang di tengah masyarakat Quraisy. Mulailah ia berdakwah kepada teman-teman duduknya yang biasa mendatanginya. Dengan izin Allah masuk Islam di tangan beliau Utsman bin ‘Affan, Sa’ad bin Abi Waqqash, Zubair bin ‘Awwam, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, dan Thalhah bin ‘Ubaidillah.

Wahyu diturunkan ketika itu sedikit demi sedikit berupa ayat-ayat pendek dengan bahasa yang begitu indah berbicara tentang jannah dan neraka.

[Bersambung]