10. Bolehkah menjual kulit binatang yang dikurbankan?
Jawab: Tidak boleh bagi seseorang yang berkurban menjual kulit binatang kurbannya. Hal ini sesuai dengan hadits:
مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلاَ أُضْحِيَّةَ لَهُ
Barangsiapa yang menjual kulit kurbannya maka tidak ada kurban baginya (H.R alBaihaqy, dihasankan oleh Syaikh alAlbaany).
Sebaiknya kulit kurban itu diserahkan saja kepada pihak yang berhak menerima, misalkan fakir miskin, kemudian setelah diserahterimakan, maka kulit kurban itu adalah hak milik mereka yang bebas mau dijual lagi atau dipakai untuk keperluan lain.
11. Bagaimana Alokasi Pembagian Daging Kurban?
Jawab:
Alokasi yang paling utama adalah untuk fakir miskin. Disunnahkan juga untuk memakan sebagian dari kurban tersebut.
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
…maka makanlah darinya, dan beri makan orang-orang yang sangat fakir (Q.S al-Hajj:28).
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ
…maka makanlah darinya, dan beri makan orang yang berkecukupan dan orang yang meminta” (Q.S al-Hajj:36).
Sebagian daging tersebut juga bisa diberikan sebagai bentuk hadiah kepada tetangga, kaum kerabat, dan semisalnya.
SHOLAT IEDUL ADHA:
Disunnahkan tidak makan sebelum sholat Iedul Adha
عن بُرَيْدَةَ رضي الله عنه قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لا يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ ، وَلا يَأْكُلُ يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى يَرْجِعَ ، فَيَأْكُلَ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ
Dari Buraidah radliyallaahu ‘anhu beliau berkata : Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam tidaklah berangkat menuju sholat Iedul Fitri sampai beliau makan (terlebih dahulu) dan beliau tidak makan pada hari Iedul Adha sampai kembali dan makan dari kurbannya (H.R Ahmad)
Menempuh jalan yang berbeda
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ . رواه البخاري
Dari Jabir bin Abdillah radliyallaahu ‘anhumaa beliau berkata: Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam pada hari Ied menempuh jalan yang berbeda (berangkat dan pulang dari tanah lapang sholat Ied)(H.R alBukhari).
Memperbanyak bacaan takbir
وروى الدارقطني وغيره أن ابن عمر كان إذا غدا يوم الفطر ويوم الأضحى يجتهد بالتكبير حتى يأتي المصلى ، ثم يكبر حتى يخرج الإمام
adDaruquthny dan selainnya meriwayatkan bahwa Ibnu Umar jika berangkat pagi hari melakukan sholat Iedul Fitri dan Iedul Adha bersungguh-sungguh dalam bertakbir sampai tiba di tempat sholat, kemudian terus bertakbir sampai keluarnya Imam
Memperbanyak takbir selepas sholat Fardlu 5 waktu disunnahkan untuk dilakukan sejak selepas sholat Subuh 9 Dzulhijjah hingga berakhirnya Ashar 13 Dzulhijjah (akhir tasyriq). Seperti yang dilakukan Sahabat Nabi:
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا – أَنَّهُ كَانَ يُكَبِّرُ مِنْ غَدَاةِ عَرَفَةَ إِلَى آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ
Dari Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhuma bahwasanya beliau bertakbir dari (selepas) sholat Subuh di hari Arafah hingga akhir hari tasyriq (H.R Musaddad dan dinyatakan bahwa para perawinya terpercaya oleh al-Bushiry dalam al-Ithaaf)
Takbir dan Bacaan di antara Takbir
عن عائشة رضي الله عنها : ” التكبير في الفطر والأضحى الأولى سبع تكبيرات وفي الثانية خمس تكبيرات سوى تكبيرتي الركوع ” رواه أبو داود وصححه الألباني في إراواء الغليل
Dari ‘Aisyah –semoga Allah meridlainya- : “Takbir pada sholat Iedul Fitri dan Iedul Adha pada rokaat pertama 7 takbir dan pada rokaat kedua 5 takbir selain takbir ruku’ “(riwayat Abu Dawud dishahihkan oleh Syaikh alAlbany dalam Irwaul Ghalil)
Disunnahkan untuk memuji Allah dan bersholawat kepada Nabi pada saat diam di antara takbir-takbir tersebut:
Ibnu Mas’ud berkata:
يحمد الله بين التكبيرتين ويصلي على النبي صلى الله عليه وسلم
Memuji Allah dan bersholawat kepada Nabi di antara takbir (Ma’rifatus Sunan wal Atsar lil Baihaqy (5/327).
Bagaimana jika terlambat/ketinggalan sholat Ied
Al-Imam Malik, Asy-Syafi’i, dan Ahmad berpendapat bahwa seorang yang terlambat sholat Ied hendaknya melakukan sholat Ied sebagaimana kaifiyat sholat Ied biasanya: 2 rokaat, 7 takbir di rokaat pertama dan 5 takbir di rokaat kedua. Dalilnya:
إِذَا أَتَيْتُمْ الصَّلَاةَ فَلَا تَأْتُوهَا وَأَنْتُمْ تَسْعَوْنَ وَأْتُوهَا وَعَلَيْكُمْ السَّكِينَةُ فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَاقْضُوا
“Jika engkau mendatangi sholat, janganlah mendatanginya dalam keadaan tergesa-gesa. Datangilah dalam keadaan tenang. Apa yang kamu dapatkan, maka sholatlah, apa yang terluputkan maka gantilah” (H.R Ahmad, semakna dengan hadits Muttafaqun ‘alaih).
Jika seorang mendatangi sholat Ied khotib sedang berkhutbah, sebaiknya ia dengarkan khutbah terlebih dahulu, kemudian mengganti sholat Ied yang terluputkan agar mendapatkan 2 keutamaan sekaligus (mendengarkan khutbah dan sholat Ied) (Fatwa al-Lajnah ad-Daimah)
Hukum Mendengarkan Khutbah Ied
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ السَّائِبِ قَالَ شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِيدَ فَلَمَّا قَضَى الصَّلَاةَ قَالَ إِنَّا نَخْطُبُ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَجْلِسَ لِلْخُطْبَةِ فَلْيَجْلِسْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَذْهَبَ فَلْيَذْهَبْ
Dari Abdullah bin as-Saib beliau berkata: Aku mengikuti sholat Ied bersama Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam. Ketika selesai sholat beliau bersabda: Sesungguhnya kami akan berkhutbah, barangsiapa yang mau duduk mendengarkan khutbah silakan duduk, barangsiapa yang ingin untuk pergi silakan pergi (H.R Abu Dawud, anNasaai, dan Ibnu Majah)
Bagaimana jika Iedul Adha/ Iedul Fitri bertepatan dengan hari Jumat
قَدْ اجْتَمَعَ فِي يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانِ فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ
“Telah tergabung dalam hari kalian ini 2 Ied, barangsiapa yang mau, (sholat Ied) telah mencukupinya (tidak wajib lagi) dari sholat Jumat, dan kami akan melaksanakan sholat Jumat”(diriwayatkan oleh Abu Dawud)