Sebenarnya apa yang telah disampaikan oleh asatidzah yang lainnya, sebenarnya sudah cukup untuk menjelaskan tentang JI dan mua’assasah (yayasan) at Turots yang sudah lama bercokol di kota Jogjakarta sampai sekarang ini.
Sesungguhnya secara pribadi sendiri, sudah sangat bosan bicara tentang at Turots. Karena sudah sejak tahun 1996, kalau saya tidak salah, kita sudah mentahdzir kaum muslimin dari yayasan ini.
Dan alhamdulillah, sampai saat ini, apa yang kita yakini tentang yayasan at Turots, benar adanya. Dahulu orang-orang yang mengingkari kita, dan mengakui sebagai du’at ahlusunnah, pada saat ini didapatkan beritanya, ternyata mereka melihat dan membuktikan sendiri tentang apa yang kita ingatkan kepada mereka.
Khususnya yang berkenaan tentang Abu Nida’, Aunur Rafiq, Ahmas Faiz serta ‘kroco’ yang ada di bawah mereka. Mereka ternyata tidak berubah seperti sedia kala, dalam mempertahankan hizbiyyah yang ada pada mereka.
Walaupun kita sendiri tidak lagi bersama orang yang dahulu memperingatkan akan bahaya mereka (yakni Ja’far, red). Dikarenakan kita mendapat penjelasan yang banyak dari ulama Ahlussunnah dan secara khusus syaikh al ‘Allamah al Imam Muqbil bin Haadi al Wadi’i rahimahullah, disaat kita bermajlis di rumah beliau pada bulan Ramadhan.
Kita sampaikan perihal yang kita tahu tentang Abu Nida’. Jawaban beliau, Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullah : “Orang ini adalah hizbi. Bisa jadi dia hizbi karena mengejar materi, atau seorang yang fanatik keepada hizbi karena kebodohan. Tetapi melihat pada kenyataan, yang paling tepat adalah kemungkinan pertama, untuk orang sejenis dan satu tipe dengan Abu Nida’.
Keterangan yang kita sampaikan hari ini, sesungguhnya merupakan pengulangan dari sebelumnya, dan untuk memberikan ketegasan kepada al ikhwah (saudara sekalian) salafiyyun semuanya, khususnya yang ada di Jogjakarta ini, agar berhati-hati dengan yayasan At Turots.
Melihat adanya kebingungan dan kesamaran permasalahan yang nampak, setelah lama kita tidak lagi berbicara tentang mereka. Bukan berarti kita dengan masalah ini, disibukkan dengan masalah qiila wa qoola, yakni berita-berita yang disampaikan dari fulan dari ‘allan.
Namun kita perlu ingat disamping kita membicarakan tentang orang-orang yang keluar dari manhaj Ahlusunnah, ada hal yang lebih penting dari itu, yaitu kita tetap menuntut ilmu tentang agama Allah Ta’ala, dan inilah jalan dari Ulama’ dan masyayikh kita di Yaman. Mereka (masyayikh) dalam membantah hizbiyyin, tetap mereka meluangkan waktu untuk itu, tidak berarti mereka menghabiskan waktu untuk membantah hizbiyyin.
Mereka (masyayikh) melakukan bantahan terhadap hizbiyyin itu, pada waktu-waktu tertentu saja. Namun, jalan utama dakwah mereka (para Ulama’) menyebarkan ilmu al Qur’an dan as Sunnah, serta yang berkaitan dengannya.
Sampai-sampai di ma’had Dammaj, Yaman, syaikh Muqbil rahimahullah dan penggantinya syaikh Yahya al Hajuri rahimahullah, selalu mengingatkan diantara thullab (pelajar) yang menyibukkan dengan masalah-masalah fitnah, qiila wa qoola. Sebab bukan hal itu yang terpenting bagi kita, itu adalah perkara yang kita luangkan waktu, sambil berjalan untuk menuntut ilmu Allah Ta’ala, ilmu Kitab dan Sunnah dan ini yang paling utama.
(Dikutip secara ringkas dari ceramah tiga ustadz di masjid Al Hasanah Jogjakarta, beberapa bulan yang lalu, pembicara Ustadz Abdul Mu’thi (Murid Syaikh Muqbil bin Haadi, Dammaj, Yaman) )