TIDAK CUKUP MENGAKUI ALLAH SEBAGAI PENCIPTA, JIKA TIDAK BERIBADAH HANYA KEPADA ALLAH

TIDAK CUKUP MENGAKUI ALLAH SEBAGAI PENCIPTA, JIKA TIDAK BERIBADAH HANYA KEPADA ALLAH

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Di tulis Oleh Al Ustadz Abu Utsman Kharisman

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا يُؤۡمِنُ أَكۡثَرُهُم بِٱللَّهِ إِلَّا وَهُم مُّشۡرِكُونَ

Dan tidaklah kebanyakan mereka beriman kepada Allah kecuali mereka berbuat kesyirikan (dalam keimanannya) (Q.S Yusuf ayat 106)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan:
(Sahabat Nabi) Ibnu Abbas berkata: Di antara bentuk keimanan mereka adalah jika dikatakan kepada mereka: Siapa yang menciptakan langit? Siapa yang menciptakan bumi? Siapa yang menciptakan gunung? Mereka akan berkata: Itu adalah Allah. (Namun) mereka berbuat syirik kepada Allah. Demikian pula (penafsiran) Mujahid, Atha’, Ikrimah, asy-Sya’biy, Qotadah, ad-Dhohhaak, dan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam.

Demikian pula dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim disebutkan bahwasanya kaum musyrikin mengucapkan dalam talbiyah mereka: LABBAIKA LAA SYARIIKA LAKA. ILLAA SYARIIKAN HUWA LAKA. TAMLIKUHU WAMAA MALAK (Kami datang memenuhi panggilanMu (Ya Allah). Tidak ada sekutu bagiMu. Kecuali sekutu yang Engkau miliki. Engkau memiliki sekutu itu beserta kepemilikannya).

Di dalam hadits yang shahih, bahwasanya mereka berkata: LABBAIKA LAA SYARIIKA LAK (Kami datang memenuhi panggilanMu, tidak ada sekutu bagiMu), Rasulullah shollallahu alaihi wasallam segera berkata: “Cukup sampai di situ…cukup sampai di situ. Jangan mengucapkan lebih dari itu” (Tafsir al-Qur’an al-Adzhim karya Ibnu Katsir (4/418))

Ikrimah1 berkata: “(Jika) engkau bertanya kepada mereka: Siapa yang menciptakan mereka? Siapa yang menciptakan langit dan bumi? Mereka akan menjawab: Allah. Itulah keimanan mereka kepada Allah, dalam keadaan mereka (juga) menyembah selain-Nya” (Tafsir atThobariy (16/286))

Mujahid2 berkata: “Keimanan mereka adalah ucapan mereka: Allah Pencipta kita, Allah Pemberi rezeki kepada kita, Allah yang mematikan kita. Ini adalah keimanan (mereka), namun bersamaan dengan itu mereka berbuat syirik dengan menyembah (juga) kepada selainNya” (Tafsir atThobariy (16/287))

Qotadah3 berkata: ‘Tidaklah engkau bertanya kepada seorang pun dari kaum musyrikin: Siapa Rabbmu? Kecuali pasti ia akan menjawab: Rabbku adalah Allah. (Meski demikian) ia berbuat syirik dalam hal itu (Tafsir atThobariy (16/288))

Abdurrahman bin Zaid bin Aslam4 berkata: “Tidaklah ada seseorang yang menyembah juga kepada selain Allah kecuali ia beriman kepada Allah. Ia mengetahui bahwasanya Allah Azza Wa Jalla adalah Rabbnya. Allah adalah Pencipta dan Pemberi rezeki kepadanya. (Namun) ia berbuat syirik menyekutukanNya. Tidakkah engkau melihat bagaimana ucapan Ibrahim:

أَفَرَأَيْتُمْ مَا كُنْتُمْ تَعْبُدُونَ أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمُ الأَقْدَمُونَ فَإِنَّهُمْ عَدُوٌّ لِي إِلا رَبَّ الْعَالَمِينَ

Tidakkah kalian lihat, apa yang disembah oleh kalian dan nenek moyang kalian terdahulu. Sesungguhnya sesembahan-sesembahan itu adalah musuh bagiku kecuali Rabb semesta alam (Q.S asy-Syu’araa’ ayat 75-77)

Ibrahim mengetahui bahwasanya mereka menyembah Rabb semesta alam juga bersamaan dengan menyembah (sesembahan lain). Tidaklah ada seorang pun berbuat syirik kepada Allah kecuali ia beriman kepadaNya (sekedar mengakui Allah sebagai pencipta dan pemberi rezeki, pent).

Tidakkah engkau melihat bagaimana dulu bangsa Arab bertalbiyah dengan mengucapkan: LABBAIKALLAAHUMMA LABBAIK. LABBAIKA LAA SYARIIKA LAKA LABBAIK. ILLAA SYARIIKAN HUWA LAKA. TAMLIKUHU WAMA MALAK (Kami datang memenuhi panggilanMu Ya Allah. Kami datang memenuhi panggilanMu, tidak ada sekutu bagiMU. Kecuali sekutu yang Engkau miliki. Engkau memiliki sekutu itu beserta kepemilikannya (Tafsir Ibnu Abi Hatim (8/472)).

 

Catatan Kaki:
1) Ikrimah adalah murid Sahabat Nabi Ibnu Abbas dalam hal tafsir. Beliau juga mengambil ilmu dari para Sahabat lain seperti Aisyah, Abu Hurairah, Ibnu Umar, dan Ali bin Abi Tholib. Wafat tahun 104 Hijriyah.
2) Mujahid bin Jabr al-Makkiy maula as-Saaib bin Abis Saaib al-Makhzuumiy. Beliau dilahirkan tahun 21 Hijriyah. Beliau mengambil ilmu tafsir al-Quran dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma. Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Mujahid bahwasanya Mujahid berkata: “Aku membentangkan mushaf di hadapan Ibnu Abbas dari al-Fatihah sampai akhir mushaf sebanyak 3 kali. Aku berhenti pada setiap ayat bertanya kepada beliau”. Mujahid meninggal di Makkah dalam keadaan sujud pada tahun 104 Hijriyah pada usia 83 tahun (Ushul fit Tafsir karya Syaikh Ibnu Utsaimin)
3) Beliau adalah Qotadah bin Di’aamah as-Sadusiy al-Bashriy, dilahirkan dalam keadaan buta pada tahun 61 Hijriyah. Beliau bersemangat dalam menuntut ilmu. Beliau memiliki hafalan yang sangat kuat sampai beliau berkata tentang dirinya: “Aku tidak pernah berkata kepada orang yang menyampaikan ilmu padaku: Ulangi lagi. Tidaklah telingaku mendengar sesuatu kecuali langsung dihafal oleh hatiku” (Ushul fit Tafsir karya Syaikh Ibnu Utsaimin). Qotadah adalah murid Sahabat Nabi Ibnu Mas’ud dalam tafsir alQuran.
4) Abdurrahman bin Zaid bin Aslam adalah ahli tafsir dari Madinah. Wafat tahun 82 Hijriyah.