Penjelasan Syarhus Sunnah lil Muzani Bag ke-4 ( b )

Penjelasan Syarhus Sunnah lil Muzani Bag ke-4 ( b )

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Ditulis Oleh Al Ustadz  Abu Utsman Kharisman

Manusia adalah Pelaku, Allahlah Pencipta Perbuatan Manusia

Manusia adalah pelaku perbuatannya, sedangkan Pencipta perbuatan adalah Allah. Karena itu, untuk bisa beribadah kepada Allah dengan baik, seseorang butuh pertolongan Allah. Seorang muslim mengulang permohonan itu dalam setiap rokaat sholatnya. Iyyaaka Na’budu wa Iyyaaka nasta’iin..Hanya kepadaMu kami menyembah, Ya Allah dan hanya kepadaMulah kami meminta pertolongan untuk mempersembahkan ibadah yang terbaik kepadaMu.

Segala sesuatu telah ditakdirkan, sampai-sampai kita meletakkan tangan kita pada pipi kita, di tempat tertentu, di waktu tertentu, dengan keadaan tertentu, telah ditakdirkan dan tertulis di Lauhul Mahfudzh. Sahabat Nabi Ibnu Abbas menyatakan:

كُلُّ شَيْءٍ بِقَدَرٍ حَتَّى وَضْعَكَ يَدَكَ عَلَى خَدِّكَ

Segala sesuatu telah ditakdirkan. Sampai-sampai (termasuk) engkau meletakkan tanganmu di pipimu (diriwayatkan oleh al-Bukhari secara mu’allaq dalam Kholqu Af’aalil Ibaad no 105 hal 47).

Segala sesuatu telah ditakdirkan, sampai-sampai timbulnya semangat atau munculnya perasaan malas pun juga telah ditakdirkan.

كُلُّ شَيْءٍ بِقَدَرٍ حَتَّى الْعَجْزِ وَالْكَيْسِ

Segala sesuatu telah ditakdirkan, sampai-sampai kelemahan/ perasaan malas dan perasaan semangat (H.R Muslim no 4799)

Rasulullah shollallahu alaihi wasallam mengajarkan doa untuk berlindung dari sikap lemah dan malas. Hal itu menunjukkan bahwa kepada Sang Penciptanyalah kita berharap dan memohon perlindungan.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَالْهَرَمِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ

Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kelemahan, perasaan malas, takut, kikir,  dan keadaan sangat tua (sehingga pikun dan menyusahkan) , dan aku berlindung kepadaMu dari adzab kubur dan aku berlindung kepadaMu dari fitnah kehidupan dan kematian (H.R alBukhari no 5890 dan Muslim no 4878).

Dalam setiap memulai khutbahnya, Nabi shollallahu alaihi wasallam selalu meminta perlindungan kepada Allah dari keburukan jiwa dan keburukan perbuatan.

…وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا

Dan kami berlindung kepada Allah dari keburukan jiwa kami dan dari keburukan perbuatan-perbuatan kami (H.R atTirmidzi, anNasaai, Ahmad)

Karena Allah adalah pencipta perbuatan kita, maka kita meminta pertolongan kepadaNya, dan meyakini bahwa tiada daya dan upaya kecuali atas pertolonganNya:

لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ

Tiada daya dan kekuatan kecuali atas pertolongan Allah.

Namun, harus diingat bahwa manusia adalah pelaku perbuatannya. Mereka memiliki kehendak untuk berbuat. Hal itu telah disadari oleh akal mereka sendiri. Sama sekali mereka tidak merasa terpaksa untuk memilih berbuat demikian atau demikian. Ia bisa memilih untuk berjalan, duduk, diam, atau berbicara, dan segala macam perbuatan lain. Demikian juga Allah tetapkan pada mereka perintah dan larangan. Tidaklah perintah atau larangan diberikan kecuali kepada pihak yang memiliki kehendak untuk berbuat. Allah perintahkan: Tegakkan sholat, tunaikan zakat..dan berbagai perintah yang lainnya, adalah karena manusia memiliki kehendak untuk berbuat.

Manusia punya pilihan untuk beriman atau kafir. Silakan memilih. Allah akan sediakan adzab yang pedih bagi orang yang kafir.

فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا

Barangsiapa yang mau silakan dia beriman, siapa yang mau silakan dia kafir. Sesungguhnya Kami sediakan bagi orang-orang dzhalim itu neraka yang gejolaknya mengepung mereka (Q.S al-Kahfi:29).

مِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الدُّنْيَا وَمِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الْآَخِرَةَ

Di antara kalian ada yang menginginkan (kehidupan) dunia, dan di antara kalian ada yang menginginkan kehidupan akhirat (Q.S Aali Imran:152).

Tidak bisa seseorang yang berbuat maksiat beralasan dengan takdir, karena pelakunya adalah mereka. Ya, merekalah pelaku perbuatan tersebut. Mereka melakukannya dengan sadar, tanpa paksaan, dan telah mengetahui bahwasanya hal itu dilarang oleh Allah. Allah tidak akan mengadzab seseorang yang mengerjakan sesuatu karena terpaksa, karena tidak sadar, atau karena tidak tahu.

Allah mencela sikap dan ucapan orang-orang musyrikin yang berbuat kesyirikan kemudian berdalih dengan takdir: “kalau Allah kehendaki, niscaya kami dan ayah-ayah kami tidak berbuat kesyirikan”. Allah cela hal tersebut dan dianggap sebagai bentuk penentangan yang akan mendapat adzab dari Allah. Allah menggolongkan mereka sebagai pendusta.

سَيَقُولُ الَّذِينَ أَشْرَكُواْ لَوْ شَاء اللّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلاَ آبَاؤُنَا وَلاَ حَرَّمْنَا مِن شَيْءٍ كَذَلِكَ كَذَّبَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِم حَتَّى ذَاقُواْ بَأْسَنَا قُلْ هَلْ عِندَكُم مِّنْ عِلْمٍ فَتُخْرِجُوهُ لَنَا إِن تَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ وَإِنْ أَنتُمْ إَلاَّ تَخْرُصُونَ

Orang-orang yang mempersekutukan Allah akan mengatakan: “Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukanNya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apa pun”. Demikian pulalah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (para Rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Kalian tidaklah mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kami tidak lain hanya berdusta (Q.S al-An’aam:148).

Dikisahkan bahwa suatu saat ada seorang pencuri didatangkan kepada Umar bin al-Khottob. Kemudian Umar bertanya: Apa yang membuatmu melakukan pencurian ini? Orang itu berkata: Saya mencuri atas takdir Allah. Umar mengatakan: Ya, dan saya akan memotong tanganmu (sebagai hukuman) juga atas takdir Allah (dikisahkan oleh Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Majmu’ Fataawa wa Rosaail (2/96) pada bagian al-Qodho’ wal Qodar, namun saya belum mendapatkan rujukan riwayatnya. Wallaahu A’lam).

 

Makna Perkataan al-Muzani pada Bagian ini

Al-Muzani menyatakan: Para makhluk adalah para pelaku perbuatan (yang terjadi) sesuai Ilmu-Nya (yang mendahului terjadinya perbuatan tersebut),

Sebelum suatu makhluk berbuat sesuatu, Allah Maha Mengetahui bahwa ia akan melakukan sesuatu, di tempat tertentu, pada waktu tertentu, dengan keadaan tertentu. Allah telah mengetahuinya dengan detail, dan terjadi persis sesuai dengan pengetahuan Allah tersebut tanpa meleset sedikitpun. Para makhluk itu adalah pelakunya, sehingga jika mereka berbuat baik akan dibalas dengan baik, jika buruk akan dibalas dengan keburukan. Allah adalah pencipta perbuatan mereka. Sehingga hendaknya mereka meminta pertolongan kepada Allah. Jika berhasil dalam perbuatannya, ingatlah bahwa itu karena pertolongan Allah, sehingga tidak takabbur. Jika gagal, ucapkanlah bahwa Allah telah mentakdirkannya.

Rasulullah shollallahu alaihi wasallam telah memberikan bimbingan:

احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ

Bersemangatlah (untuk melakukan) hal-hal yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah serta jangan lemah. Jika engkau ditimpa sesuatu, janganlah engkau berkata: Kalau seandainya aku (sebelumnya) berbuat demikian dan demikian pasti akan terjadi demikian dan demikian. Jangan begitu. Akan tetapi ucapkanlah: Allah telah mentakdirkan dan Dia berbuat sesuai dengan yang dikehendakinya (H.R Muslim no 4816).

Beriman Bahwa Segala yang Baik Maupun Buruk Telah Ditakdirkan Allah

Al-Muzani menyatakan:

dan para makhluk itu melaksanakan apa yang telah diciptakan olehNya berupa kebaikan atau keburukan

Para makhluk mengerjakan perbuatan. Perbuatan mereka adalah ciptaan Allah. Allah menciptakan segala sesuatu: baik maupun buruk. Segala kejadian, baik ataupun buruk telah ditakdirkan Allah, dan terjadi atas kehendak Allah.

Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah menyatakan:

فَإِنَّ النَّاسَ لَمْ يَخْلُقُوا أَعْمَالَهُمْ وَهِيَ خَلْقٌ مِنْ خَلْقِ اللهِ تَعَالَى أَفْعَالُ الْعِبَادِ وَإِنَّ الْقَدَرَ خَيْرَهُ وَشَرَّهُ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ

Dan sesungguhnya manusia tidaklah menciptakan perbuatan mereka (sendiri). Perbuatan-perbuatan para hamba adalah salah satu makhluk dari penciptaan Allah. Dan sesungguhnya taqdir baik dan buruknya (berasal) dari Allah Azza Wa Jalla (diriwayatkan oleh al-Baihaqy dalam Manaqib asy-Syafi’i (1/405)

Secara akidah dan keyakinan, kita harus meyakini bahwa segala sesuatu baik dan buruknya berasal dari taqdir yang telah Allah tetapkan, berjalan atas kehendak Allah. Namun, secara adab, kita tidaklah menisbatkan keburukan kepada Allah. Karena Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:

وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ

dan keburukan tidaklah (dinisbatkan) kepadaMu (H.R Muslim no 1290).

Tidak boleh kita menisbatkan keburukan kepada Allah. Sebagai contoh: dalam berdoa, kita tidak boleh menyatakan: Wahai Tuhan pencipta keburukan, Wahai Tuhan pencipta Syaithan, dan ungkapan-ungkapan semisalnya.

Simaklah adab yang diajarkan dalam alQur’an tentang bagaimana menisbatkan kebaikan pada Allah dan tidak menisbatkan keburukan kepadaNya. Nabi Ibrahim tidak menisbatkan datangnya penyakit bersumber dari Allah, namun beliau menisbatkan penyembuhan kepada Allah:

وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ

 Dan jika aku sakit, maka Dialah (Allah) Yang Menyembuhkanku (Q.S asy-Syu’araa’:80)

al-Hafidz Ibnu Katsir asy-Syafi’i rahimahullah menyatakan:

أسند المرض إلى نفسه، وإن كان عن قدر الله وقضائه وخلَقْه، ولكن أضافه إلى نفسه أدبا

(Nabi Ibrahim) menyandarkan sakit pada dirinya, walaupun itu terjadi atas taqdir, ketentuan, dan ciptaan Allah, akan tetapi beliau sandarkan (sakit) itu pada dirinya sebagai bentuk adab (Tafsir al-Qur’anil Adzhim karya Ibnu Katsir, tafsir surat asy-Syuaraa’ ayat 80).

Demikian juga dalam surat al-Fatihah yang sering dibaca dalam sholat. Kita meminta petunjuk kepada Allah. Petunjuk yang mengarahkan pada orang –orang yang diberi nikmat oleh Allah, bukannya jalan orang-orang yang dimurkai dan orang-orang yang sesat.

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ. صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ

Berilah kami petunjuk ke jalan yang lurus. Jalannya orang-orang yang Engkau beri nikmat. Bukannya jalan orang yang dimurkai, bukan pula jalan orang-orang yang sesat (Q.S alFatihah: 6-7).

Ibnu Katsir asy-Syafi’i rahimahullah menyatakan:

فأسند الإنعام إلى الله، سبحانه وتعالى، والغضب حُذف فاعله أدبًا، وأسند الضلال إلى العبيد

Maka (dalam doa ini kita) menisbatkan pemberian nikmat kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala, sedangkan kemurkaan dihilangkan penyebutan pelakunya, sebagai bentuk adab. Dan menisbatkan kesesatan kepada hamba-Nya (Tafsir al-Qur’anil Adzhim karya Ibnu Katsir, tafsir surat asy-Syuaraa’ ayat 80)

Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam –dalam hadits Qudsi- juga memberikan tuntunan adab semisal itu. Jika seseorang mendapatkan kemudahan dalam berbuat ketaatan, hidayah, dan semisalnya, kemudian nanti di akhirat mendapatkan balasan kebaikan, maka pujilah Allah. Karena Dialah yang memberikan taufiq dan hidayah itu. Namun, jika ia melakukan kemaksiatan dan dosa, kemudian mendapatkan akibat buruk dari perbuatan dosa itu, janganlah mencela kecuali dirinya sendiri.

…فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ اللَّهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلَا يَلُومَنَّ إِلَّا نَفْسَهُ

…barangsiapa yang mendapatkan kebaikan, maka pujilah Allah. Barangsiapa yang mendapati selain itu, maka janganlah mencela kecuali dirinya sendiri (H.R Muslim no 4674).

Segala perbuatan Allah adalah baik, berkisar antara keadilan dan kelebihan kebaikan (Fadhl) dariNya. Jika ada sesuatu yang terlihat atau dirasakan oleh manusia sebagai sesuatu keburukan, pada dasarnya hal itu adalah baik akibatnya dan baik sesuai dengan hikmah yang diketahui oleh Allah.

Sebagai contoh, perang adalah buruk karena akan menimbulkan pertumpahan darah, kerusakan, dan sebagainya. Namun mengandung kebaikan yang banyak di antaranya: menampakkan kemulyaan agama Allah, terbunuhnya para penentang agama Allah, terpilihnya orang-orang yang menjadi syahid atas kehendak Allah, menolak kemudharatan atau mencegah kedzhaliman yang lebih besar, dan lain sebagainya. Maka, perang di jalan Allah jika dijalankan sesuai ketentuan syariat adalah baik meski dalam pikiran manusia teranggap buruk. Karena itu, Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Diwajibakan atas kalian berperang dan (berperang) itu kalian benci. Bisa jadi kalian membenci sesuatu padahal itu baik bagi kalian. Bisa jadi kalian mencintai sesuatu padahal itu buruk bagi kalian. Allah yang Maha Mengetahui dan kalian tidaklah mengetahui (Q.S al-Baqoroh:206).

…..Insya Allah Bersambung