KAJIAN TAFSIR SURAT AL-FIIL (Bag ke-1)

KAJIAN TAFSIR SURAT AL-FIIL (Bag ke-1)

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Ditulis oleh al ustadz Abu Utsman Kharisman

KISAH ASH-HAABUL FIIL:

Mari kita simak kisah tentang penyerangan pasukan bergajah serta latar belakangnya yang diterjemahkan dari Tafsir Ibnu Katsir :

Berikut ini adalah kisah Ash-haabul Fiil dalam bentuk (uraian) pendek, ringkas, dan (sekedar untuk) memudahkan (dipahami). Telah terdahulu dari kisah Ash-haabul Ukhduud bahwa Dzu Nuwaas yang merupakan penguasa akhir raja-raja Himyar adalah musyrik, dialah yang membunuh Ash-haabul Ukhduud – yang mereka itu Nashara-. Kurang lebih jumlahnya sekitar 20 ribu orang. Tidak ada yang lolos dari mereka kecuali Daus Dzu Tsa’labaan. Ia pergi dan meminta pertolongan kepada Kaisar raja Syam – yang merupakan seorang Nashrani-.

Maka Raja Syam tersebut kemudian menulis surat kepada anNajasyi raja Habasyah (Ethiopia) karena letaknya yang lebih dekat dengan mereka. Maka anNajasyi kemudian mengirim 2 orang panglima perang yaitu Aryaath dan Abrahah bin as-Shobaah Abu Yaksuum dalam pasukan besar. Maka kedua panglima dengan pasukannya tersebut masuk ke Yaman dan menyerang tiap wilayah, menggulingkan kekuasaan kerajaan Himyar, dan binasalah Dzu Nuwaas tenggelam di laut.

Jadilah kerajaan Habasyah menguasai Yaman, dan di Yaman ada 2 penguasa yaitu Aryath dan Abrahah.
Kedua penguasa itu – Aryath dan Abrahah- saling berselisih pada urusan keduanya, saling menyerang, berperang, menghimpun kekuatan (tiap kubu). (Hingga) salah satu dari keduanya berkata kepada pihak yang lain: Kita tidak perlu membenturkan dua pasukan yang ada pada kita, tapi cukup bagi kita untuk berperang satu lawan satu, siapa yang berhasil membunuh musuhnya, ia berhak menjadi penguasa (di sini).

Hingga terjadilah perang tanding. Masing-masing memegang senjata. Aryath menyerang Abrahah, menebasnya dengan pedang. Tebasan itu membelah hidung, mulut, dan wajahnya (sehingga kemudian Abrahah disebut al-Asyram, yang terbelah, pent). Kemudian Ataudah maula Abrahah –yang berada di dekat Abrahah- menyerang Aryath hingga membunuhnya. Abrahah kemudian pulang dalam keadaan terluka. Ia mengobati lukanya hingga sembuh. Ia kemudian menguasai pasukan Habasyah di Yaman.

Mengetahui hal itu, anNajasyi menulis surat celaan kepada Abrahah atas peristiwa yang terjadi. Ia berjanji dan bersumpah sungguh-sungguh akan menginjak negerinya dan memotong ubun-ubun Abrahah. Maka Abrahah kemudian mengirim hadiah dan persembahan untuk melunakkan hati anNajasyi. Bersama hadiah itu pula disertakan kantong kulit berisi tanah Yaman dan ia memotong rambut ubun-ubunnya. Abrahah menulis dalam suratnya: silakan raja (anNajasyi) menginjak kantong kulit ini sehingga (terhitung sudah) menunaikan sumpahnya. Ini adalah ubun-ubunku, aku kirim kepada paduka.

Ketika utusan dari Abrahah itu sampai ke anNajasyi, anNajasyi merasa senang dan meridhainya. Ia menyetujui perbuatan Abrahah. Abrahah kemudian mengirim utusan (menyampaikan pesan) kepada anNajasyi: Saya akan bangunkan untuk paduka sebuah gereja besar di negeri Yaman yang belum pernah ada bangunan semegah itu. Abrahah mulai membangun bangunan gereja yang sangat besar di Shan’aa’. Tinggi bangunannya. Pelatarannya tinggi. Setiap sisi dihias. Bangsa Arab menyebutnya sebagai al-Qullays karena demikian tingginya, sehingga orang yang melihatnya hampir-hampir saja Qolansuwahnya (kopiahnya) jatuh. Abrahah berkeinginan agar bangsa Arab tidak lagi berhaji ke Ka’bah di Makkah, namun banyak yang berkunjung ke gereja itu. Ia pun menyebarluaskan dan mengajak orang-orang menuju gereja tersebut.

Bangsa Arab al-‘Adnaniyyah dan al-Qohthoniyyah membenci hal itu. Quraisy juga sangat membenci hal tersebut. Hingga sebagian dari mereka sengaja memasuki bangunan itu di waktu malam, kemudian buang hajat di gereja itu dan kemudian kembali pulang. Ketika juru kunci bangunan tersebut melihat kotoran tersebut, ia melaporkannya kepada Abrahah dan berkata: Sebagian orang Quraisy melakukan hal itu karena marah anda telah menandingi bangunan mereka. Maka Abrahah bersumpah untuk pergi ke Makkah dan menghancurkan (Ka’bah) hingga berkeping keping.
Muqatil bin Sulaiman menceritakan bahwa sekelompok pemuda dari Quraisy memasuki bangunan itu dan menyalakan api. Pada waktu itu cuaca (panas) hingga api cepat membakar, maka bangunan itu runtuh.

Abrahah kemudian mempersiapkan (penyerangan ke Makkah). Ia persiapkan pasukan yang sangat besar sehingga tidak akan ada yang bisa menghalangi. Ia bawa bersama pasukan itu gajah yang sangat besar, tidak pernah terlihat ada gajah lain sebesar itu. Gajah itu disebut dengan Mahmud. Gajah inilah yang juga dikirim Abrahah ke anNajasyi. Sebagian (Ulama Tarikh) ada yang menyatakan bahwa jumlah gajah dalam pasukan itu adalah 8. Ada yang menyatakan 12. Dan ada juga pendapat yang lain. Wallaahu A’lam. Tugas gajah itu adalah untuk merobohkan Ka’bah yaitu dengan cara mengikatkan rantai pada tiang-tiang, kemudian (sisi lain) diikatkan pada leher gajah, kemudian gajah itu dihalau untuk berjalan, hingga bangunannya rubuh sekali tarikan.

Ketika bangsa Arab mendengar perjalanan pasukan Abrahah itu, mereka merasa itu adalah suatu peristiwa besar (yang membahayakan) dan mereka menganggap perlunya melindungi Ka’bah dan menghalau segala pihak yang ingin berbuat buruk kepada Baitullah tersebut. Maka bangkitlah salah seorang pemuka (bangsawan) penduduk Yaman yang disebut dengan Dzu Nafar. Ia mengajak kaumnya dan bangsa Arab lain untuk memerangi Abrahah, dan berjihad membela Baitullah melindunginya dari pihak-pihak yang ingin merobohkannya. Sebagian bangsa Arab memenuhi ajakannya dan berperang melawan Abrahah. Tapi Abrahah berhasil mengalahkan mereka karena ada hal-hal yang diinginkan Allah Azza Wa Jalla berupa pemulyaan dan pengagungan terhadap Baitullah (Ka’bah), maka ditawanlah Dzu Nafar dan diikutkan bersama rombongan.

Kemudian teruslah berjalan pasukan itu hingga ketika tiba di bumi Khots’am, mereka dihadang oleh Nufail bin Habiib al-Khusy’amiy pada kaumnya: Syahraan dan Naahis. Mereka memerangi tentara Abrahah. Tapi Abrahah bisa mengalahkan mereka dan ditawanlah Nufail bin Habiib. Sempat Abrahah ingin membunuhnya, tapi kemudian ia memaafkannya, dan diikutkan dalam rombongan dan dijadikan penunjuk jalan menuju Negeri Hijaz.

<< Materi Ta’lim Ummahat Shafar 1437 H pada suatu Sabtu Siang sebelum Dzhuhur di Masjid al-Fauzan Kompleks Ma’had al-I’tishom bissunnah Sumberlele Kraksaan Probolinggo Jawa Timur >>

InsyaAllah bersambung…

WA al-I’tishom