Kajian Fiqh: Sholat Musafir (bag ke-2)

Kajian Fiqh: Sholat Musafir (bag ke-2)

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Di tulis Oleh Al Ustadz Abu Utsman Kharisman

✅Berapa lama waktu minimum seorang dikatakan safar?

Jawab: Para Ulama juga berbeda pendapat dalam hal berapa lama masa tinggal seseorang di suatu tempat sehingga dianggap tetap dalam keadaan safar. Beberapa pendapat yang masyhur dalam hal ini:

1). 4 hari

Jika berniat tinggal di suatu tempat lebih dari 4 hari, maka ia bukan musafir lagi. Ini adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal.

2). Sama dengan pendapat pertama, namun hari keberangkatan dan hari kepulangan juga dihitung, sehingga total 6 hari.

Ini adalah pendapat Imam Malik dan Imam Asy-Syafi ’i. Dalil pendapat pertama dan kedua adalah:

يُقِيمُ الْمُهَاجِرُ بِمَكَّةَ ‏بَعْدَ قَضَاءِ نُسُكِهِ ثَلَاثًا

“Orang-orang yang berhijrah tinggal di Makkah setelah menyelesaikan manasik hajinya selama 3 hari” (H.R Muslim)

3). 15 hari, sebagaimana pendapat Ibnu Umar dan Imam Abu Hanifah.

4). 19 hari, pendapat dari Ibnu Abbas.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ‏‎ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا‎ قَالَ أَقَامَ النَّبِيُّ‏ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ ‏وَسَلَّمَ تِسْعَةَ‏ عَشَرَ يَقْصُرُ فَنَحْنُ‏ إِذَا سَافَرْنَا تِسْعَةَ عَشَرَ‏قَصَرْنَا وَإِنْ زِدْنَا‎ أَتْمَمْنَا

Dari Ibnu Abbas radliyallaahu ‘anhumaa beliau berkata: Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam tinggal (di suatu tempat) selama 19 hari mengqoshor sholat, maka kami jika safar selama 19 hari mengqoshor sholat jika lebih dari itu kami sempurnakan sholat “ (H.R AlBukhari)

5).Tidak ada batasan minimum masa tinggal.

Pendapat yang rajih (lebih dekat pada kebenaran), Wallaahu a’lam, pendapat Ulama yang menyatakan tidak ada batasan waktu minimum. Selama seseorang tidak berniat untuk menetap di tempat tersebut, maka ia tetap dalam kondisi safar. Hal ini dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan didukung oleh Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin. Karena memang tidak ada nash yang shohih dan shorih (tegas) yang membatasinya. Jika disebutkan bahwa Ibnu Abbas melihat batasan 19 hari karena pernah menyaksikan Nabi melakukan hal itu, bagaimana dengan hadits dari Jabir bin Abdillah yang pernah menyaksikan Nabi mengqoshor sholat selama berada di Tabuk 20 hari?

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ‏ اللَّهِ قَالَ أَقَامَ رَسُولُ ‏اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ ‏عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِتَبُوكَ ‏عِشْرِينَ يَوْمًا يَقْصُرُ‏الصَّلَاةَ

Dari Jabir bin Abdillah beliau berkata: “Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam tinggal di Tabuk selama 20 hari mengqoshor sholat” (H.R Ahmad, Abu Dawud).

Demikian juga dengan yang terjadi pada Ibnu Umar yang terkurung salju di Azerbaijan selama 6 bulan, senantiasa mengqoshor sholat.

✅Apa yang dimaksud dengan sholat qoshor?

Jawab: Sholat qoshor adalah sholat wajib di saat safar berjumlah 2 rokaat untuk sholat- sholat yang berjumlah 4 rokaat di waktu mukim (Dzhuhur, Ashar, Isya’).

✅Masihkah pelaksanaan sholat qoshor relevan diterapkan di masa modern ini di saat banyak kemudahan bagi musafir dan perjalanan tidak berat mereka rasakan?

Jawab: Ya, masih relevan. Karena 2 hal yang utama:

a). Firman Allah Ta’ala dalam surat Maryam ayat 64 “Dan sama sekali Tuhanmu tidak lupa…” (Q.S Maryam:64).

 Sebagian Ulama menjelaskan bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala tidak lupa bahwa umat manusia diciptakan melalui zaman yang bermacam-macam. Ada yang diciptakan pada saat keadaan teknologi masih minim, adapula yang hidup di masa sebaliknya, saat sarana transportasi dan segenap fasilitas yang ada memudahkan ia melakukan perjalanan jauh, sehingga tidak merasa capek, lelah, dan berat. Namun Allah tidaklah mewahyukan kepada Nabinya untuk menghapus rukhsah (kemudahan) bagi seseorang selama ia berstatus sebagai musafir.

 b) Firman Allah Ta’ala dalam surat AnNisaa’ 101:

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ‏‎ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ‏تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ‏ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ‏ الَّذِينَ كَفَرُوا

“Dan jika kalian melakukan perjalanan di muka bumi, tidak ada dosa bagi kalian untuk mengqoshor sholat jika kalian khawatir diserang orang-orang kafir…” (Q.S AnNisaa’:101).

Secara tekstual, nampak jelas bahwa alasan awal seorang boleh mengqoshor sholat adalah jika dia dalam keadaan safar dan khawatir diserang orang kafir. Bagaimana jika kekhawatiran diserang orang kafir itu telah hilang? Pertanyaan semacam ini pernah ditanyakan oleh Ya’la bin Umayyah kepada Umar bin alKhottob, Umarpun berkata bahwa ia juga pernah bertanya demikian kepada Nabi tentang ayat itu, namun justru Nabi bersabda:

صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللَّهُ بِهَا ‎عَلَيْكُمْ فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ

“Itu adalah shodaqoh Allah atas kalian, terimalah shodaqohNya” (H.R Muslim).

Maka, sebagaimana keadaan safar saat ini sudah tidak dicekam perasaan takut, ataupun keadaannya lebih mudah dan ringan, tidak memberatkan, mengqoshor sholat pada saat safar adalah shodaqoh Allah kepada kita yang diperintahkan Nabi untuk diambil.

(dikutip dari buku ‘Fiqh Bersuci dan Sholat’ , Abu Utsman Kharisman)