Istilah-istilah penting : Definisi Thaifah Al Manshurah

Istilah-istilah penting : Definisi Thaifah Al Manshurah

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Definisi Thaifah Al Manshurah (Golongan yang Mendapat Pertolongan)

Rasulullah bersabda : “Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang yang menegakkan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak merugikannya orang yang menghina dan menyelisihi mereka sampai datang hari kiamat dan mereka berada dalam keadaan demikian” [Mutafaqun Alaihi dan hadits ini dari Muawiyah]

Golongan yang mendapat pertolongan sebagaimana disebut dalam hadis-hadis Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam ialah golongan pejuang dan kalangan Ahli Sunnah yang memang layak memperoleh pertolongan Allah: baik secara moral maupun material.

Pertolongan Allah itu misalnya, ilmu yang shahih, perilaku yang lurus terhadap sunnah-sunnah Allah di alam semesta, serta melaksanakan hal-hal yang dijadikan Allah sebagai wasilah untuk mencapai hasil yang diharapkan. Jika tidak, atau jika hanya sekedar iman dan mengikuti aqidah Ahli Sunnah tanpa menjalankan hal-hal yang bisa mendatangkan kemenangan serta tanpa menjalankan sunnah-sunnah Allah di alam semesta -yang tidak melebihkan seseorang atas lainnya- maka Allah tidak menjamin pertolongan, kemenangan, dan kekuasaan di muka bumi, sebagaimana telah di janjikan-Nya buat hamba-hamba-Nya yang shaleh dan ikhlas.

Maka jelaslah bahwa golongan yang mendapat pertolongan itu ialah golongan Ahli Sunnah Waljama’ah. Golongan ini melaksanakan fiqih yang terpercaya yang mengacu pada Salaf dan para Imam.

Golongan ini senantiasa menjalankan hal-hal yang dapat mendatangkan kemenangan, sehingga Allah selayaknya memberi mereka pertolongan. Mereka juga sama sekali tak mempedulikan orang-orang yang menentang, meremehkan, atau merendahkan mereka.

Sebagai makluk Allah, golongan yang mendapat pertolongan ini sebenarnya sama dengan makhluk lain, kecuali mereka mendapat perlindungan Allah. Pada diri mereka juga terdapat kebaikan dan kejelekan, keadilan-kezhaliman, dan ketaatan-kemaksiatan. Namun pada umumnya mereka lebih unggul daripada manusia lainnya, lebih berhak mendapat pertolongan Allah, dan lebih mampu memikul tanggung jawab ad-dien serta melaksanakan amanat yang dipikulkan Rabb-Nya.

Dalam hal tersebut lbnu Taimiyah berkata, “Mu’awiyah dan Al-Mughirah serta lainnya berhujah atas keunggulan golongan penduduk Syam, berdasarkan dua hadits shahih Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam, “Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang tegak menjalankan perintah Allah. Mereka tak peduli terhadap orang yang menentang dan mengecewakan mereka hingga datangnya hari kiamat.”
Lalu berdiri Malik bin Yukhamir dan mengatakan bahwa dia mendengar Mu’adz berkata, “Mereka itu ada di Syam.” Kemudian Mu’awiyah berkata, “Inilah Malik bin Yukhamir yang menyebutkan bahwa ia mendengar Mu’adz mengatakan, mereka (golongan yang mendapat pertolongan) itu ada di Syam.” Demikianlah hadits yang diriwayatkan Mu’awiyah.

Adapun hadits yang diriwayatkan al-Mughirah ialah Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Akan senantiasa ada sekelompok umatku yang menang dalam membela kebenaran hingga datang teputusan Allah, sedangkan mereka tetap dalam keadaan demikian.”

Ada dua alasan mengapa mereka menjadikan kedua hadits tersebut sebagai hujjah akan keunggulan penduduk Syam:
Pertama, Mereka (penduduk Syam) telah menzahirkan dan membela kebenaran hingga akhirnya segala urusan diserahkan kepada mereka -setelah terjadinya peperangan dan fitnah. Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Mereka tak peduli terhadap orang yang menentang mereka.” Hadits ini mengandung arti bahwa golongan yang menegakkan kebenaran dari umat ini adalah golongan yang secara nyata akan mendapat kemenangan dan pertolongan. Maka ketika mereka mendapat pertolongan dan kemenangan, mereka itulah Ahlul Haq.
Kedua, nash-nash menentukan bahwa mereka ada di Syam sebagaimana yang dikatakan Mu’adz, dan Seperti yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya dari Abi Hurairah dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam yang bersabda, “Penduduk kawasan barat akan senantiasa mendapat kemenangan.”

Imam Ahmad berkata, “Yang dimaksud penduduk kawasan barat ialah penduduk Syam. Hal ini disebabkan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam berdomisili di Madinah. Dengan demikian, kawasan yang ada disebelah barat Madinah disebut kawasan barat, sedangkan sebelah timurnya disebut kawasan timur. Penduduk Najd dan sebelah timurnya di sebut penduduk kawasan timur, sebagimana dikatakan oleh ibnu Umar, “Telah datang dua orang dari kawasan timur, lalu berkhutbah.”

Kemudian Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Sesungguhnya dari keindahan bahasa itu dapat timbul daya pikat yang luar biasa.”
Banyak pula hadits Nabi yang menjelaskan bahwa kejelekan itu berasal dari timur seperti sabda beliau:
“Fitnah itu berasal dan sini, fitnah itu berasal dari sini.”(seraya beliau menunjuk ke arah timur).
“Biang kekufuran berasal dari timur.”

Hadits-hadits di atas mengandung maksud bahwa golongan yang mendapat pertolongan dari umat yang menegakkan kebenaran itu berada di kawasan barat, yaitu di Syam dan kawasan sebelah baratnya, sedangkan fitnah dan kepala kekufuran akan timbul dari kawasan timur. Penduduk Madinah menyebut penduduk Syam sebagai penduduk kawasan barat. Mereka mengatakan, AI-Auza’i sebagai imam penduduk kawasan barat, sedangkan Sufyan ats-Tsauri sebagai imam penduduk kawasan timur.

Alasan mereka karena batas ujung Syam dari Sungai Efrat (di Irak) merupakan pintu gerbang Madinah yang membentang keseluruh wilayah keduanya, sedangkaan Haran Riqqah serta bagian lainnya merupakan pintu gerbang Mekah. Oleh karena itu, kiblat mereka adalah seadil-adilnya kiblat. Artinya, mereka tepat menghadap sudut Syam dan membelakangi kutub Syam; tidak miring ke arah kanan seperti penduduk Irak dan tidak miring ke arah kiri seperti penduduk Syam.
Orang-orang berpendapat, jika nash-nash tersebut menunjukkan bahwa kelompok umat yang menegakkan kebenaran mereka yang tak peduli terhadap para penentang dan orang-orang yang menghina mereka itu berada di Syam, maka hal itu bertentangan dengan sabda beliau: “Ammar akan dibunuh oleh kelompok durhaka” dan sabda beliau: “Mereka akan dibunuh oleh kelompok yang lebih berhak terhadap kebenaran.”
Pernyataan tersebut dijadikan hujjah oleh mereka yang berpendapat bahwa golongan yang benar atau yang mendapat pertolongan itu tidak hanya terdapat pada penduduk kawasan barat, tapi ada di semua kawasan. Perkataan itu mengandung permusuhan yang ditujukan untuk melawan kaum Syi’ah, Rawafidl, yang dianggap Ahlul Ahwa’. Adapun pendapat yang kami sodorkan ini mengikuti Ahli ilmu yang adil.

Tak diragukan lagi bahwa nash-nash tersebut harus didudukan pada proporsi yang sebenarnya. Sabda beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam tentang “Penduduk kawasan barat tetap mendapat kemenangan” dan sejenisnya itu menunjukkan keberadaan penduduk Syam dan kemenangan mereka. Hal ini sudah menjadi kenyataan karena mereka tampil ke depan dan mendapat kemenangan. Adapun sabda beliau “Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang menegakkan perintah Allah dan mereka mendapat kemenangan” itu masih bersifat umum.

Artinya, tidak tertutup kemungkinan bahwa di tengan-tengah mereka ada orang durhaka atau terdapat penyimpangan, sementara di luar mereka ada yang lebih patut terhadap kebenaran. Alhasil, di tengah-tengah mereka ada yang begini dan ada yang begitu.
Ihwal hadits Nabi “Mereka akan dibunuh oleh kelompok yang lebih patut terhadap kebenaran di antara dua kelompok yang ada” menunjukkan bahwa Ali dan pengikutnya lebih patut terhadap kebenaran karena selain mereka merupakan kelompok lain.
Jika ada seseorang atau kelompok yang kalah dalam sebagian hal, maka hal itu tidak mencegah kemungkinan di lain pihak ia (mereka) taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya. Sebab, ada kalanya suatu perbuatan bisa bernilai lebih taat dan perbuatan lainnya. Dan jika sebagian mereka menyimpang pada suatu saat dan penyimpangannya itu menipakan dosa yang tak terampuni, maka yang demikian ini pun tidak menghalangi berlakunya nash-nash tersebut. Untuk itu, Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam menyebutkan keunggulan sebagian besar penduduk Syam dalam berbagai hal.
Begitu pun pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Beliau lebih mengutamakan penduduk Syam daripada penduduk Irak sehingga beliau berkali-kali datang ke Syam dan enggan pergi ke Irak. Demikian juga sewaktu beliau wafat -karena dibunuh seorang musuh maka yang pertama kali diperkenankan melayatnya adalah penduduk Madinah, sebagai ummat paling utama. Setelah itu baru penduduk Syam dan terakhir penduduk Irak. Demikianlah menurut riwayat yang sahih.

Sebelumnya, pada masa kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq juga sama. Beliau lebih mencurahkan perhatiannya untuk menaklukkan Syam daripada Irak, sehingga beliau berkata, tertutupnya (terkudinya) wilayah Syam lebih aku sukai daripada penaklukan (penguasaan) sebuah kota di Irak.”

Nash-nash dari Kitabullah, Sunnah Rasul, dan para Sahabat beliau yang lebih mengutamakan Syam daripada Najd, Irak, dan semua kawasan timur, sangat banyak jumlahnya. Bahkan ada pula nash shahih dari beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam yang mencela penduduk kawasan timur seperti sabdanya: “Fitnah dan biang kekufuran berasal dari timur.”

Adalah sesuatu yang kontroversial manakala munculnya anggapan pada masa kekhalifahan Ali bahwa penduduk kawasan timur lebih utama daripada barat. Karena itu, setelah Ali wafat, muncullah berbagai macam fitnah, nifaq, kemurtadan, dan bid’ah yang kebanyakan berasal dari penduduk kawasan timur (pendukung Ali). Tak bisa dipungkiri, di kalangan mereka pun menemui ulama dan orang-orang shaleh yang lebih utama dari kebanyakan penduduk Syam, sebagaimana juga All, lbnu Mas’ud, Ammar,
Hudzaifah, dan lain-lain lebih afdhol daripada shahabat yang dari Syam. Namun, adanya sejumlah orang istimewa tersebut tidak menutup kemungkinan bagi kelompok lain untuk menyandang keutamaan.

Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam sendiri memang mengistimewakan kelompok Syam sebagai pelaksana perintah Allah dan golongan yang mendapat pertolongan-Nya sepanjang masa. Hal ini merupakan kabar yang tidak ada putus-putusnya bagi mereka. Di samping jumlahnya banyak, mereka juga penduduk yang kuat. Ciri ini hanya ada pada penduduk Syam di bumi Islam ini, dan tidak pada yang lain Bahkan Hijaz, yang merupakan cikal-bakal tumbuhnya keimananan, pada akhir jaman akan mengalami kemerosotan, baik dalam bidang ilmu, iman, maupun perjuangan. Begitu pun Yaman, Irak, dan negeri-negeri timur lainnya.
Adapun negeri Syam, yang didalamnya senantiasa ada ilmu dan iman akan selalu mendapat pertolongan dan kemenangan bagi siapa saja yang memperjuangkannya. Demikianlah kiranya, wallohu a’lam. Dan ini menunjukkan keunggulan kelompok Syam dalam banyak hal, meskipun Ali lebih benar daripada musuhnya dan Ammar dibunuh oleh kelompok yang durhaka sebagaimana ditunjukkan oleh beberapa nash hadits.

Karena itu, kita mesti mengimani semua kebenaran yang datang dari Allah; kita tidak boleh memperturutkan hawa nafsu dan jangan berbicara seenaknya tanpa berdasarkan ilmu. Kita harus menempuh jalan ilmu dan keadilan yakni mengikuti Alquran dan as-Sunnah. Adapun orang yang berpegang pada sebagian kebenaran dan mengabaikan sebagiannya, maka sikap demikianlah yang menyebabkan timbulnya perpecahan dan perelisihan. (Majmu’ Fatawa 4:445-450)

Selanjutnya lbnu Taimiyah juga memperkuat pendapatnya tentang posisi kenyataan yang terjadi pada masa hidup beliau. Menurut beliau, “Kelompok yang ada di Syam, Mesir, dan lain-lain, yang membela Dinul Islam adalah kelompok yang lebih menyandang predikat Thaifah Manshurah (Golongan yang mendapat pertolongan) sebagaimana disebutkan bahwa di antara ciri-ciri Thaifah Manshurah ini ialah ‘Mereka berada di Baitul Maqdis. Dan sekarang, mereka inilah yang berada di Baitul Maqdis.” (Majmu’ Fatawa 28:531~32,552)

Sikap Seorang Muslim dalam Menjalankan Perintah Syar’i dan Hukum Alam
Perlu kami suguhkan di sini akan suatu hal yang sangat penting, yang seringkali mengacaukan pikiran sebagian kaum muslim. Sesuatu itu ialah tentang perbedaan antara peristiwa alami (alam semesta) dengan perintah syar’i, atau antara kehendak alam dengan kehendak syariat, atau antara yang dikehendaki. Allah terhadap kita dengan yang dikehendaki Allah dari kita.

Kita harus membedakan dua hal tersebut. Artinya, setiap muslim senantiasa dituntut mengikuti dan melaksanakan segala perintah syara’ sekuat tenaga, kapan pun saatnya dan di mana pun ia berada. Sebab, masalah inilah kelak yang akan dihisab Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Adapun di luar itu merupakan urusan-urusan alami yang berjalan menurut kehendak Allah yang mutlak dan kebijaksanaan-Nya yang luhur. Untuk urusan ini, Allah lebih tahu di mana dan kapan Dia memberikan pertolongan-Nya kepada orang yang berhak memperolehnya di antara hamba-hamba-Nya.
Sikap yang dituntut dari seorang muslim sebagaimana ditentukan dalam nash-nash syari’at-hanyalah mengimani, menerimanya, dan melakukan usaha-usaha positif semaksimal mungkin untuk mencapai keberhasilan.

(Dikutip dari Ahlus Sunnah wal Jamaah Ma’alimul Inthilaqah al-Kubra, Muhammad Abdul Hadi al-Mishri)