Dakwah Kepada As Sunnah dan Tahdziir dari Bid’ah (bag.2)

Dakwah Kepada As Sunnah dan Tahdziir dari Bid’ah (bag.2)

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Allah berfirman:

وَإِن تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا ۚ

“Dan jika ta’at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk.” (An Nur 54)

Dalam ayat ini sangat jelas bahwa hidayah itu berkaitan langsung dengan ittiba’ kepada Rasul-Nya. Sedangkan ghiwayah (kesesatan) berkaitan langsung dengan penyimpangan dari Sunnah Rasul-Nya.

Hal ini ditunjukkan pula sebagaimana dalam riwayat Imam Muslim dari Jabir ‘Abdillah, berkata:

“Rasulullah jika berkhutbah, matanya memerah, suara meninggi, marahnya meningkat hingga seakan-akan dia (sedang) mengomando satu pasukan tentara. Beliau berkata: “perhatikan pagi dan petang kalian!” Beliau berkata pula: “Kemudian sesudah itu. Maka sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah (Al Quran), sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Dan seburuk-buruk perkara ialah yang diada-adakan dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Muslim Kitab Al Jum’ah 6/219 no 767)

Rasulullah juga bersabda:

“Aku wasiatkan kalian bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat, meskipun kepada budak Habsyi. Sesungguhnya, siapa yang hidup dari kalian sepeninggalku, niscaya dia akan melihat perselisihan yang sangat banyak. Maka wajib atas kalian untuk berpegang dengan sunnahku dan sunah para khulafaur rasyidin yang terbimbing. Peganglah dan gigitlah dia dengan geraham kalian. Dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang diada-adakan. Karena sesungguhnya setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan sesungguhnya setiap bid’ah itu sesat.” (HR. Abu Daud Kitab As Sunnah 5/12 no 4607, At Tirmidzi Kitabul ‘Ilm 10/ 104 no 2676)

Beliau juga bersabda:

“Biarkanlah aku dengan apa yang aku tinggalkan buat kalian. Karena sesungguhnya kebinasaan ummat sebelum kalian adalah karena banyak bertanya dan berselisih dengan Nabi mereka. Maka jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, kerjakanlah semampu kalian. Dan jika aku melarang kalian dari sesuatu maka tinggalkanlah.” (HR. Muslim Kitabul Hajj 9/143 no 1337)

Dari sejumlah hadits ini jelaslah bagi kita keagungan sunnah, wajibnya mengikuti sunnah tersebut, keselamatan bagi orang yang menempuh jalan yang digariskannya, dan menjauhi hal-hal yang menyelisihinya. Pengertian seperti ini telah dipahami dengan tepat dan dijaga oleh para sahabat serta tabi’in. Mereka senantiasa menyampaikan hadits tentang berpegang dengan tuntunan Rasulullah, man-tahdziir kebid’ahan, bertetangga dengan ahli bid’ah, orang-orang yang mempertueutkan hawa nafsu dan orang-orang yang berpegang kepada ra’yu (akal semata).

Perhatikan sikap ‘Umar, ketika dia berkata:

“Hati-hatilah dan jauhilah oleh kalian orang-orang yang menggunakan ra’yunya. Kerena sesungguhnya mereka adalah musuh-musuh As Sunnah. Mereka dilemahkan oleh hadits-hadits, hingga tidak mampu menghafalnya. Akhirnya mereka berbicara dengan ra’yu, merekapun tersesat dan menyesatkan (orang lain).” (Diriwayatkan oleh Ad Daraquthni dalam Sunnahnya dan Al Lalikai).

Sahabat yang mulia Ibnu Mas’ud mengatakannya pula:

“Ikutilah dan jangan berbuat bid’ah. Sesungguhnya kalian telah dicukupi. Dan setiapa bid’ah itu sesat.” (Al Ibanah 1/327).

 ‘Umar bin Abdil Aziz berkata:

“As Sunnah ialah yang telah digariskan oleh orang yang tahu bahwa menyelisihinya adalah penyimpangan. Mereka untuk berdebat lebih mampu daripada kalian.” (Al Ibanah)

Imam Malik bin Anas juga menegaskan:

“Jauhilah oleh kalian kebid’ahan!” Ada yang berkata kepadanya:

“Wahai Abu ‘Abdillah, apakah bid’ah itu?” kata beliau: “Ahli bid’ah ialah orang-orang yang berbicara tentang Asma’ Allah, sifat-sifat-Nya, juga ilmu dan kodrat-Nya. Mereka tidak mau berhenti dalam perkara dimana para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik berhenti (membicarakannya).”

Tentunya, yang menyimpang dari manhaj ini dalam dakwahnya tidak syak lagi akan membahayakan dirinya sendiri dan masyarakatnya. Maka harus ada tahdzir terhadap jalan yang ditempuhnya. Hal ini telah dijalankan oleh para pembela sunnah dan imam-imam pembawa petunjuk. Sebagaimana diisyaratkan oleh Ibnul Qayyim:

“Para pembela islam dan imam-imam pembawa petunjuk tidak pernah berhenti meneriakkan kepada ummat agar menjauhi para penyeleweng tersebut di seluruh pelosok dunia. Mereka mentahdziir agar meninggalkan dan tidak mengikuti jejak mereka.”……..(Insya Allah Bersambung)

( Dikutip dari buku Manhaj Dakwah Salafiyah, Pustaka Al HAURA)