MEMINTA IZIN ORANG TUA UNTUK MENUNTUT ILMU

MEMINTA IZIN ORANG TUA UNTUK MENUNTUT ILMU

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Berkata asy-Syaikh Abu ‘Abdirrahman Muqbil bin Hadi al-Wadi’i -rahimahullaah- :

“Hati-hatilah dari kedua orang tuamu yang jahil, yang menghalangimu dari menuntut ilmu yang bermanfaat. Karena kebanyakan dari para orang tua, kalbu mereka dipenuhi dengan kecintaan dunia dan pandangan mereka sempit, sehingga mereka tidak memikirkan apa-apa kecuali hanya masa depan anaknya di dunia.

Di dalam “Masa-il Ibnu Hani'” [juz 2, hlm 164] : aku mendengar Abu ‘Abdillah -yaitu Ahmad bin Hanbal-, beliau ditanya tentang seorang yang meminta izin kedua orang tuanya untuk pergi mencari hadits dan untuk hal yang bermanfaat baginya.
Beliau menjawab : jika dalam rangka menuntut ilmu maka aku memandang tidak mengapa untuk tidak berkonsultasi dengan keduanya untuk menuntut ilmu atau pada perkara yang bermanfaat baginya.

Namun bukan berarti aku memerintahkanmu untuk durhaka kepada kedua orang tuamu atau memutus hubungan dengan keduanya, tetapi aku hanya menguatkan perkara yang lebih bermanfaat untuk islam dan muslimin. Adapun jika kedua orang tuamu membutuhkanmu untuk menafkahi keduanya atau melayani keduanya, maka tidak boleh meninggalkannya berdasarkan hadits :
((maka berjihadlah kepada keduanya)).” -selesai ucapan-
[al-Makhroj ‘an al-Fitan (175)]

Beliau -rahimahullah- juga mengatakan di dalam “Ijabatu as-Sa-il ‘ala Ahammi al-Masa-il” (hlm. 510) ketika menjawab seorang penanya yang mengatakan : “aku punya semangat dalam menuntut ilmu, tetapi ayahku melarangku. Maka apakah boleh bagiku untuk aku menyelisihinya dan pergi untuk menuntut ilmu? Berilah aku faedah insyaAllaah anda akan diberi pahala.”

Beliau -rahimahullah- menjawab : “Engkau punya semangat untuk menuntut ilmu sedangkan ayahmu melarangmu? apakah boleh bagimu pergi menuntut ilmu dalam keadaan ayahmu melarang ataukah tidak?
Jika ayahmu membutuhkanmu agar engkau bisa mencukupi kebutuhannya dan bekerja untuknya, dalam keadaan tidak ada yang ia punya melainkan hanya Allah subhanahu wa ta’ala kemudian engkau saja, maka tidak boleh bagimu untuk meninggalkan ayahmu. Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda :
((Cukup seorang itu mendapatkan dosa ketika ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya)).

Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam juga bersabda, ketika seseorang meminta izin kepadanya untuk ikut serta dalam jihad, maka beliau berkata : ((Apakah kedua orang tuamu masih hidup?)). Dia menjawab : iya. Beliau berkata : ((kalau begitu berjihadlah kepada keduanya)).

﴿ وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَـل لَّهُ مخْرجًـا ﴾

{Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya akan dijadikan jalan keluar baginya} [ath-Thalaq : 2]

Apabila engkau bertakwa kepada Allah, maka semoga Allah menyampaikan kepadamu orang-orang yang bisa mengajarimu atau engkau bisa membeli beberapa kaset (rekaman) ilmiyah.

Sumber : “al-Intishor li Huquq al-Mu’minat”
Penulis : Ummu Salamah as-Salafiyyah
Muqoddimah : asy-Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i -rahimahullah-

http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=78754

diterbitkan oleh : Team Redaksi Salafy.or.id