MELAMPAUI BATAS DI DALAM BERDOA

MELAMPAUI BATAS DI DALAM BERDOA

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Berkata al-Imam Syamsuddin Muhammad bin Abi Bakr Ibnul Qoyyim al-Jauziyah -rahimahullah- :

Firman Allah ta’ala :

﴿إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ﴾

{Sesungguhnya Dia (Allah) tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas} [al-A’raf : 55].

Dikatakan : yang dimaksudkan bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas di dalam berdoa, seperti seorang yang meminta perkara yang tidak pantas untuknya, berupa kedudukan para Nabi dan yang selainnya.
Abu Dawud telah meriwayatkan di dalam sunannya dari hadits Hammad bin Salamah, dari Sa’id al-Jariri, dari Abu Nu’amah, bahwa Abdullah bin Mughoffal mendengar puteranya berkata : “Ya Allah aku meminta kepadaMu Istana Putih di bagian kanan Surga ketika aku memasukinya”, maka beliau (Abdullah bin Mughoffal) mengatakan : “Wahai puteraku mintalah kepada Allah Surga dan berlindunglah kepadaNya dari Neraka, karena aku telah mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda :

«إنه سيكون في هذه الأمة قوم يعتدون في الطهور والدعاء»

((Sesungguhnya akan ada pada umat ini satu kaum yang mereka melampaui batas di dalam bersuci dan berdoa)) [Abu Dawud (96) , Sunan al-Baihaqi 1/197].

Oleh karena itu, terkadang perbuatan melampaui batas di dalam berdoa adalah dengan meminta sesuatu yang tidak diperbolehkan untuk memintanya, yaitu berupa meminta pertolongan untuk melakukan keharaman. Terkadang pula dengan meminta sesuatu yang tidak diperbuat Allah, seperti meminta agar ia kekal hingga hari kiamat, atau meminta agar diangkat darinya kelaziman-kelaziman manusia berupa kebutuhan untuk makan dan minum, atau meminta agar Allah memperlihatkan untuknya ilmu ghaib, atau meminta agar menjadikannya termasuk orang-orang yang ma’sum (terjaga dari kekeliruan), atau meminta agar dikaruniai seorang anak tanpa melalui seorang istri dan seorang ibu, dan yang semisal itu dari permintaan yang melampaui batas. Maka setiap permintaan yang bertentangan dengan hikmah Allah atau mengandung penentangan syari’at dan perintahNya, atau mengandung penyelisihan terhadap apa yang telah dikabarkan dengan (syari’at dan perintahNya), itulah perbuatan melampaui batas yang Allah tidak menyukainya dan tidak menyukai orang yang memintanya.

Ditafsirkan pula makna melampaui batas adalah dengan meninggikan suara ketika berdoa. Berkata Ibnu Juraij : “termasuk perbuatan melampaui batas adalah meninggikan suara ketika berdoa, menyeru saat hendak memanggil, dan berteriak”. Adapun setelahnya, maka ayat-ayat tersebut lebih umum dari itu semua. Meskipun yang dimaksudkan dengan ayat tersebut adalah melampaui batas di dalam berdoa, maka itu sebagian makna yang diinginkan saja. Sedangkan Allah tidaklah menyukai orang-orang yang melampaui batas pada setiap perkara, baik ketika berdoa maupun yang selainnya, sebagaimana firmanNya :

﴿وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّـهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ﴾

{Janganlah kalian berbuat melampaui batas, sesungguhnya Allah tidaklah menyukai orang-orang yang melampaui batas} [al-Baqarah : 190].

Oleh sebab itu Allah memerintahkan untuk berdoa kepadaNya, beribadah kepadaNya, serta mengkabarkan bahwa Dia tidak menyukai orang-orang yang mengadakan permusuhan, yaitu mereka yang berdoa kepada selainNya bersamaan denganNya. Maka mereka itulah sebesar-besar orang yang melampaui batas dalam hal permusuhan. Karena permusuhan yang paling besar adalah kesyirikan, yaitu menempatkan ibadah pada tempat yang tidak semestinya. Maka bentuk permusuhan yang demikian ini sudah seharusnya termasuk ke dalam firmanNya :

﴿إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ﴾

{Sesungguhnya Dia (Allah) tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas} [al-A’raf : 55].

Termasuk dari bentuk permusuhan adalah berdoa kepadaNya tanpa adanya rasa merendahkan diri, bahkan berdoa dalam keadaan ia merasa yakin dengan dirinya sendiri. Sebagaimana seorang yang memiliki kecukupan dengan apa yang ada di sisinya sehingga ia merasa yakin dengannya daripada Rabbnya. Ini diantara bentuk melampaui batas yang paling besar yang menafikan doanya seorang yang merendah, tunduk, fakir, dan miskin dari segala sisi dalam seluruh kondisinya. Barangsiapa yang tidak meminta permintaan yang ia merasa miskin, rendah, dan takut padanya maka ia seorang yang melampaui batas. Juga termasuk bentuk melampaui batas adalah engkau beribadah dengan sesuatu yang tidak disyariatkanNya, demikian pula engkau memujiNya dengan sesuatu yang Dia tidak dipuji dengannya dan tidak pula Dia mengizinkannya. Karena yang demikian ini termasuk tindakan melampaui batas dalam hal doa pujian dan ibadah, dan ini serupa dengan doa permintaan dan permohonan.

Oleh karenanya ayat tersebut menunjukkan kepada 2 perkara :
– Pertama : perkara yang dicintai Rabb tabaraka wa ta’ala dan diridhoiNya, yaitu berdoa dengan merendahkan diri dan rasa takut.
– Kedua : perkara yang dibenci dan dimurkai olehNya , yaitu perbuatan melampaui batas.
Maka ia diperintahkan dengan perkara yang dicintai dan disukai Allah serta diperingatkan dan dicegah dari apa saja yang menyulut kemarahanNya dengan sebesar-besar peringatan dan pencegahan, yaitu dengan Allah tidak mencintai pelakunya. Sedangkan barangsiapa yang tidak dicintai oleh Allah, maka apa yang akan ia dapat?!
Pada firman Allah : {Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas} diikutkan dengan firmanNya : {berdoalah kepada Rabb kalian dengan merendahkan diri dan rasa takut} [al-A’raf : 55], merupakan dalil bahwa siapa saja yang tidak berdoa kepadanya dengan merendahkan diri dan rasa takut, maka ia termasuk orang-orang yang melampaui batas yang Allah tidak mencintai mereka. Sehingga ayat ini mengklasifikasikan manusia menjadi 2 golongan : yang berdoa dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan orang yang melampaui batas dengan meninggalkan perkara tersebut.

Sumber : “Bada-i’ al-Fawaid” 3/(17-18)

http://ar.miraath.net/article/6423

Di terbitkan : Team Redaksi Salafy.or.id