You are currently viewing KAJIAN FIQH: MANDI DAN HUKUM JUNUB (BAG KE-5)

KAJIAN FIQH: MANDI DAN HUKUM JUNUB (BAG KE-5)

  • Post author:
  • Post category:Fiqih

Ditulis Oleh Al Ustadz Abu Utsman Kharisman

✅Bolehkah Seorang Laki-laki Mandi Bersama Istrinya?
Jawab:

Ya, boleh. Sebagaimana yang pernah dilakukan Nabi bersama istri beliau.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ تَخْتَلِفُ أَيْدِينَا فِيهِ مِنْ الْجَنَابَةِ

Dari Aisyah –radhiyallahu anha- beliau berkata: Aku pernah mandi janabah bersama Rasulullah shollallahu alaihi wasallam dari satu bejana. Tangan kami saling bergantian (menciduk)(H.R al-Bukhari dan Muslim, lafadz sesuai Muslim)

Antar suami dan istri tidak terhalang untuk saling melihat aurat satu sama lain.

احْفَظْ عَوْرَتَكَ إِلَّا مِنْ زَوْجَتِكَ أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ

Jagalah auratmu kecuali terhadap isteri atau budak sahayamu (H.R Abu Dawud, atTirmidzi, anNasaai, Ibnu Majah, dishahihkan al-Hakim, dihasankan atTirmidzi dan al-Albany)

Sedangkan mandi bersama dalam keadaan telanjang meski sesama lelaki atau sesama perempuan adalah haram berdasarkan hadits tersebut.

✅Bolehkah Mandi Sendirian di Dalam Kamar Mandi Tertutup dalam Keadaan Telanjang?

Jawab:

Ya, boleh. Sebagaimana yang dilakukan oleh dua Nabi. Nabi Musa pernah mandi dalam keadaan telanjang (H.R al-Bukhari no 274 dan Muslim no 339). Demikian juga Nabi Ayyub pernah mandi dalam keadaan telanjang (H.R al-Bukhari no 275).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَيْنَا أَيُّوبُ يَغْتَسِلُ عُرْيَانًا فَخَرَّ عَلَيْهِ جَرَادٌ مِنْ ذَهَبٍ فَجَعَلَ أَيُّوبُ يَحْتَثِي فِي ثَوْبِهِ فَنَادَاهُ رَبُّهُ يَا أَيُّوبُ أَلَمْ أَكُنْ أَغْنَيْتُكَ عَمَّا تَرَى قَالَ بَلَى وَعِزَّتِكَ وَلَكِنْ لَا غِنَى بِي عَنْ بَرَكَتِكَ

Dari Abu Hurairah –radhiyallahu anhu- dari Nabi shollallahu alaihi wasallam beliau bersabda: Ketika Ayyub mandi telanjang, hinggaplah belalang dari emas. Kemudian Ayyub menciduk dengan pakaiannya, dan Tuhan berseru: Wahai Ayyub, bukankah engkau telah kucukupi sebagaimana yang engkau lihat? Ayyub berkata: Ya, demi Kemulyaanmu, akan tetapi aku tidak pernah merasa cukup dari keberkahanMu (H.R al-Bukhari)

Para Ulama di antaranya Syaikh Ibn Utsaimin menjelaskan suatu kaidah: syariat pada umat sebelum kita adalah berlaku bagi kita juga selama tidak ada larangan pada syariat kita (Majmu’ Fataawa wa Rosaa-il Ibn Utsaimin (10/878))