JUAL BELI DUA HARGA: DEFINISI DAN HUKUMNYA

JUAL BELI DUA HARGA: DEFINISI DAN HUKUMNYA

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Ditulis Oleh Al – ustadz Abu Utsman Kharisman)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ

Dari Abu Hurairah –radhiyallahu anhu- beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam melarang dari 2 transaksi (harga) dalam satu transaksi (H.R atTirmidzi, anNasaai, sesuai lafadz atTirmidzi dihasankah atTirmidzi dan Muqbil bin Hadi, dishahihkan al-Albaniy)

Dalam lafadz riwayat Abu Dawud:

مَنْ بَاعَ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ فَلَهُ أَوْكَسُهُمَا أَوْ الرِّبَا

Barangsiapa yang menjual 2 harga dalam satu transaksi, maka hendaknya menggunakan harga yang paling rendah dari keduanya atau (kalau tidak) itu adalah riba (H.R Abu Dawud)

Ada beberapa penafsiran dari para Ulama’ tentang makna 2 transaksi dalam satu transaksi, atau sebagian pihak menerjemahkan sebagai: ‘transaksi 2 harga’. Beberapa penafsiran para Ulama’ terhadap makna hadits tersebut antara lain:

Pertama, yang dilarang adalah : menentukan harga jual kontan sekian, dan harga jual kredit sekian dengan harga yang berbeda. Misalkan: saya jual dengan harga tunai 100 ribu, tapi kalau kredit dua bulan harganya 150 ribu. Kemudian ada pembeli yang setuju membeli barang tersebut, tapi pada saat berpisah antara pembeli dan penjual tidak ditentukan apakah dia jadi kredit atau jadi tunai. Adanya ketidakjelasan jenis transaksi mana yang dipilih (tunai atau kredit), dan berapa harga yang disepakati. Ini yang dilarang.

Namun, jika sebelum pembeli dan penjual berpisah, telah ada kesepakatan jenis transaksi dan harganya, maka tidak mengapa. Misalkan, pembeli setuju untuk membeli tunai dengan harga 100 ribu, maka yang demikian tidak mengapa.

Penafsiran ini adalah sebagaimana dijelaskan al-Imam atTirmidzi dalam Sunannya setelah meriwayatkan hadits tersebut dan diikuti oleh alLajnah adDaaimah pada fatwa no 169.

Al-Imam atTirmidzi rahimahullah menyatakan:

وَقَدْ فَسَّرَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ قَالُوا بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ أَنْ يَقُولَ أَبِيعُكَ هَذَا الثَّوْبَ بِنَقْدٍ بِعَشَرَةٍ وَبِنَسِيئَةٍ بِعِشْرِينَ وَلَا يُفَارِقُهُ عَلَى أَحَدِ الْبَيْعَيْنِ فَإِذَا فَارَقَهُ عَلَى أَحَدِهِمَا فَلَا بَأْسَ إِذَا كَانَتِ الْعُقْدَةُ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمَا

Sebagian Ulama menafsirkan, mereka berkata: dua harga dalam satu transaksi adalah: (seorang penjual) mengatakan: Saya jual baju ini kontan seharga 10 dan secara diangsur dengan harga 20. Tidaklah penjual dan pembeli berpisah dengan menetapkan salah satu transaksi. Jika mereka berpisah dengan kepastian (mana transaksi yang dipilih), maka yang demikian tidak mengapa. Jika akadnya pada salah satu dari kedua (pilihan) tersebut (Sunan atTirmidzi (5/7)).

Kedua, menetapkan suatu penjualan dengan harga tertentu dengan syarat: pihak pembeli menjual barang tertentu kepadanya dengan harga tertentu pula. Ini adalah penafsiran yang disebutkan juga oleh atTirmidzi dengan menisbatkan kepada al-Imam asy-Syafi’i.

Al-Imam atTirmidzi menyatakan:

قَالَ الشَّافِعِيُّ وَمِنْ مَعْنَى نَهْيِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ أَنْ يَقُولَ أَبِيعَكَ دَارِي هَذِهِ بِكَذَا عَلَى أَنْ تَبِيعَنِي غُلَامَكَ بِكَذَا فَإِذَا وَجَبَ لِي غُلَامُكَ وَجَبَتْ لَكَ دَارِي وَهَذَا يُفَارِقُ عَنْ بَيْعٍ بِغَيْرِ ثَمَنٍ مَعْلُومٍ وَلَا يَدْرِي كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَلَى مَا وَقَعَتْ عَلَيْهِ صَفْقَتُهُ

Asy-Syafi’i menyatakan: termasuk makna larangan Nabi shollallahu alaihi wasallam tentang transaksi 2 harga adalah : (penjual) mengatakan: Aku jual rumahku ini dengan harga sekian dengan (syarat) engkau jual budakmu kepadaku dengan harga sekian. Jika wajib bagiku budakmu, wajib bagimu rumahku. Penjual dan pembeli berpisah dalam transaksi tanpa harga yang jelas, masing-masing tidak tahu transaksi mereka diputuskan dengan yang mana (Sunan atTirmidzi (5/7))

Telah dimaklumi dalam jual beli harus ada kejelasan harga. Dan tidak ada keharusan menjual sesuatu kepada seseorang ketika membeli sesuatu dari orang tersebut. Penetapan harga jual seperti yang digambarkan di atas adalah karena adanya keharusan pembeli menjual barang tertentu dengan harga tertentu. Adapun kalau seandainya barang yang dijual itu dibeli tanpa ada barang lain yang dijual kepadanya, tidak ada kejelasan berapa harganya.

Contoh : Si A punya rumah dan si B punya mobil. Si A menyatakan: Saya jual rumah saya 200 juta, tapi kamu harus jual mobilmu kepada saya 100 juta.

Ini tidak boleh karena 2 hal: 1) Seseorang yang membeli suatu barang, tidak harus menjual barang tertentu kepada penjual tersebut. Keduanya adalah 2 hal yang terpisah. 2) yang ditetapkan harganya hanyalah kalau terjadi saling jual dan saling beli antar kedua belah pihak. Bagaimana kalau si B hanya ingin membeli rumah si A tanpa harus menjual mobilnya ke A, tidak ada kejelasan harga.

Ketiga, yang dimaksud dengan transaksi 2 harga adalah jual beli ‘inah yang dilarang dalam hadits lain. Ini adalah penafsiran terhadap hadits tersebut, yang disebutkan oleh sebagian Ulama, di antaranya Syaikh Ibn Utsaimin rahimahullah.

Syaikh Ibn Utsaimin rahimahullah menyatakan:

معناه أن رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم (نهى عن بيعتين في بيعة) أي في مبيعٍ واحد وهذا النهي يحمل على ما بينته السنة في موضعٍ آخر أي يحمل على بيعٍ يتضمن الربا الصريح أو الذي تحيل عليه وصورة هذه المسألة أن يبيع الإنسان شيئاً بثمنٍ مؤجل ثم يشتريه من المشتري بأقل منه نقداً مثاله أن يبيع سيارة بستين ألفاً إلى مدة سنة مقسطة إلى سنة ثم يشتريها ممن باعها عليه بأقل نقداً كأن يشتريها بأربعين ألفاً فهذه هي البيعتان في بيعة لأن هذا المبيع وهو السيارة بيع مرتين المرة الأولى بالثمن المؤجل الكثير الثانية بالثمن المنقود اليسير وهذا لا شك أنه يفتح باب التحيل على الربا فيكون المعنى بدلاً من أن يعطيك أربعين ألفاً إلى سنة ثم توفيه ستين ألفاً بدلاً من ذلك يأتي بهذه السيارة

Makna (hadits) bahwa Rasulullah shollallahu alaihi wasallam melarang dari 2 harga dalam satu transaksi : larangan ini dibawa kepada apa yang dijelaskan oleh Sunnah di hadits lain yaitu larangan jual beli yang mengandung riba yang jelas atau hilah (kamuflase seakan-akan itu jual beli padahal intinya pinjam meminjam riba, pent). Gambarannya adalah: Seseorang menjual sesuatu dengan jangka waktu tertentu, kemudian membelinya lagi dari pembeli tadi dengan harga yang lebih rendah secara tunai. Contohnya: Seseorang menjual mobil seharga 60 ribu selama setahun diangsur setahun, kemudian dia membelinya kepada pembeli tadi dengan harga lebih rendah secara kontan. Misalkan membelinya dengan harga 40 ribu. Maka ini adalah dua transaksi (harga) dalam satu transaksi. Karena barang dagangan tersebut yaitu mobil dijual dua kali. Yang pertama dengan harga yang pembayarannya ditunda. Ini yang jumlahnya banyak. Dan yang kedua, (dijual) dengan harga tunai yang sedikit. Yang demikian ini tidak diragukan lagi membuka pintu hilah untuk riba. Itu sebenarnya sama dengan orang tersebut memberikan kepadamu (pinjaman) 40 ribu selama setahun kemudian engkau akan melunasinya (menjadi) 60 ribu, tapi dia ganti dengan cara (seakan jual beli) dengan (perantaraan) mobil tersebut (Fataawa Nuurun alad Darb libni Utsaimin (242/3)).

Keempat, jual beli salam/salaf dengan suatu harga tertentu untuk waktu tertentu. Namun, ketika sudah tiba waktunya, penjual berkata kepada pembeli, aku beli barang yang telah kamu beli itu dengan harga lebih untuk tempo waktu tertentu.

Contoh: Si B punya barang berupa madu 560 ml jenis tertentu tapi belum ada saat itu. Si A ingin membeli madu tersebut. Terjadilah transaksi jual beli salam, yaitu uang dibayar tunai dulu dan barangnya datang belakangan sesuai waktu yang dijanjikan. Si B menjual madu itu secara jual beli salam dengan harga 150 ribu untuk jangka waktu sebulan. Setelah tiba batas waktu yang disepakati dan si A menagih barangnya, si B menyatakan kepada si A: juallah madu 560 ml milikmu itu kepadaku dalam jangka waktu 2 bulan, aku akan memberikan kepadamu 2 madu 560 ml jenis tersebut. Jadinya, 150 ribu yang dibayar oleh si B akan mendapat 2 kali lipat barangnya, tapi waktunya ditangguhkan lagi.

Al-Imam Muhammad bin Abdirrohman al-Mubarokfuri menjelaskan dalam Tuhfatul Ahwadzi:

واعلم أنه قد فسر البيعتان في بيعة بتفسير اخر وهو أن يسلفه دينارا في قفيز حنطة إلى شهر فلما حل الأجل وطالبه بالحنطة قال بعني القفيز الذي لك على إلى شهرين بقفيزين فصار ذلك بيعتين في بيعة لأن البيع الثاني قد دخل على الأول فيرد إليه أوكسهما وهو الأول كذا في شرح السنن لابن رسلان

Ketahuilah, bahwasanya dua harga dalam satu transaksi ditafsirkan dengan penafsiran lain, yaitu jual beli salaf seharga 1 dinar untuk satu qofiz (jenis takaran) biji gandum dalam jangka waktu sebulan. Ketika telah tiba waktunya, dan pembeli menagih gandum tersebut, penjual berkata: Juallah kepadaku satu qofiz gandum yang engkau miliki selama dua bulan, kubeli dengan 2 qofiz. Maka ini menjadi 2 harga dalam satu transaksi. Karena penjualan yang kedua sebenarnya masuk dalam yang pertama. Maka mestinya dikembalikan yang paling rendah, yaitu yang pertama. Demikian (dijelaskan) dalam syarh as-Sunan karya Ibnu Ruslan… (Tuhfatul Ahwadzi (4/358)).

Wallaahu A’lam.