Kebenaran mengandung rasa pahit dan berat bagi jiwa, serta menyengsarakan jiwa setelah terpenuhinya syahwat dan keinginannya. Disebutkan di dalam Ash-Shahihain dari hadits Abu Hurairah, dari Nabi:
“Surga itu diliputi oleh hal-hal yang tidak disukai, sedangkan neraka dikitari oleh syawat.”
Jiwa memiliki sifat malas. Namun jika dibiasakan dengan kebaikan, jiwa akan tunduk dan pasrah.
Jiwa itu akan menyukai apabila kau jadikan dia menyukai
Dan jika dikembalikan kepada yang sedikit, ia merasa cukup
Al-Hafizh Ibnu Rajab berkata di dalam risalahnya ketika menjelaskan “sebagaimana disebutkan dalam Al-Jami’ Al-Muntakhab min Rasa’il Ibni Rajab (hal. 195): “Ketahuilah bahwa kedudukan jiwamu laksana tunggangan bagimu. Jika dia mengetahui adanya kesungguhan pada dirimu, dia akan bersungguh-sungguh. Namun jika dia mengetahui adanya kemalasan pada dirimu, dia akan tamak terhadapmu dan menuntut kesenangan serta kelezatannya dari dirimu.”
Al-Hafizh menyebutkan di dalam Fathul Bari (11/338): “Jiwa memiliki dua sifat:
- Tenggelam di dalam syahwat.
- Tercegah dari berbagai ketaatan.
Orang yang mengendalikan jiwanya sesuai batasannya sehingga tidak melampaui perkara yang dihalalkan kepada perkara-perkara yang diharamkan dan tidak meninggalkan ketaatan, maka hal ini dikategorikan sebagai jihad. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits Fudhalah bin ‘Ubaid, dari Nabi:
“Mujahid adalah orang yang memerangi jiwa (hawa nafsu) nya di jalan Allah.”
Ibnu Baththal berkata sebagaimana disebutkan di dalam Fathul Bari (11/396): “Jihad seseorang melawan hawa nafsunya merupakan jihad yang paling sempurna. Allah berfirman:
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ () فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya). “(An-Nazi’at: 40-41)
Musuh ada tiga, sebagaimana disebutkan oleh sebagian imam:
- Musuh (dari jenis manusia)
- Setan
- Hawa nafsu
Hawa nafsu dinyatakan sebagai musuh karena menyeru kepada kelezatan dan syahwatnya. Hawa nafsu berada dalam diri pemiliknya. Sehingga pemiliknya memiliki musuh yang berada di luar maupun di dalam dirinya.
Pensucian jiwa (tazkiyatun nufus) memiliki peranan yang sangat penring. Allah berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا () وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا
“Sungguh beruntunglah orang yang mensucikan jiwa, dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya.” (Asy-Syams: 9-10)
Dengan tazkiyatun nufus, setan dapat ditundukkan dan surga (kenikmatan) akan dapat diraih dengan izin Allah, Rabb alam semesta yang Maha Suci. Tiada kerugian yang lebih besar daripada seseorang merugikan jiwanya yang mulia. Allah berfirman:
فَاعْبُدُوا مَا شِئْتُم مِّن دُونِهِ ۗ قُلْ إِنَّ الْخَاسِرِينَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ أَلَا ذَٰلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ
“Katakanlah: “Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat.” Ingatlah, yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (Az-Zumar: 15)
Oleh karena itu, kita harus mengoreksi diri-dirir kita sebelum diri kita dikoreksi (pada hari kiamat). Dan ini berpengaruh sangat kuat terhadap jiwa, sehingga seorang penyair mengatakan:
Tidaklah ada pencela yang mencela diriku seperti dia,
Dan tiada yang dapat menutupi kefakiranku seperti apa yang dimiliki tanganku
Jiwa menyukai kesenangan dan kemewahan. Dan jiwa mempunyai hak dalam batasan-batasan syariat sebagaimana disebutkan di dalam Ash-Shahihain dan selain keduanya, dari Abdullah bin ‘Amr:
“Jiwamu memiliki hak atasmu.” (Al-Hadits)
Kesehatan tidaklah kekal dan pasti diikuti penyakit. Seandainya penyakit itu tidak ada kecuali hanya menjadi tua, maka hal itu sudah bisa menghalanginya dari beramal karena ketuaan yang menghinggapinya.
Lamanya keselamatan dan kekekalan menyenangkan anak muda,
Maka bagaimanakah engkau lihat yang diperbuat oleh lamanya keselamatan
Dia kembalikan pemuda itu setelah kondisi stabil dan sehat
Dia berdiri dengan susah payah dan dipapah
( Diambil dari Nasehat Untuk Kaum Musliman, Pustaka Ar Rayyan )