Petikan Faidah Hadits dalam Shahih Muslim Kitabul Iman

Petikan Faidah Hadits dalam Shahih Muslim Kitabul Iman

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Di tulis oleh Al Ustadz Abu Utsman Kharisman

✅Hadits No 16

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ وَأَبُو كُرَيْبٍ – وَاللَّفْظُ لأَبِى كُرَيْبٍ – قَالاَ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنِ الأَعْمَشِ عَنْ أَبِى سُفْيَانَ عَنْ جَابِرٍ قَالَ أَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- النُّعْمَانُ بْنُ قَوْقَلٍ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِذَا صَلَّيْتُ الْمَكْتُوبَةَ وَحَرَّمْتُ الْحَرَامَ وَأَحْلَلْتُ الْحَلاَلَ أَأَدْخُلُ الْجَنَّةَ فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « نَعَمْ ».

Telah menceritakan kepadaku Abu Bakr bin Abi Syaibah dan Abu Kuraib –lafadz hadits menurut riwayat Abu Kuraib- beliau berdua berkata: telah menceritakan kepadaku Abu Muawiyah dari al-A’masy dari Abu Sufyan dari Jabir –semoga Allah meridhainya- beliau berkata: anNu’man bin Qowqol berkata: Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat anda jika aku sholat lima waktu dan aku haramkan yang haram, aku halalkan yang halal, apakah aku masuk Surga? Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda: Ya.

✅Hadits No 17

وَحَدَّثَنِى حَجَّاجُ بْنُ الشَّاعِرِ وَالْقَاسِمُ بْنُ زَكَرِيَّاءَ قَالاَ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى عَنْ شَيْبَانَ عَنِ الأَعْمَشِ عَنْ أَبِى صَالِحٍ وَأَبِى سُفْيَانَ عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ النُّعْمَانُ بْنُ قَوْقَلٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ . بِمِثْلِهِ. وَزَادَ فِيهِ وَلَمْ أَزِدْ عَلَى ذَلِكَ شَيْئًا.

Dan telah menceritakan kepadaku Hajjaaj bin asy-Syaa’ir dan al-Qoosim bin Zakariyya’ beliau berdua berkata: telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Musa dari Syaiban dari al-A’masy dari Abu Sholih dan Abu Sufyan dari Jabir –semoga Allah meridhainya- beliau berkata: anNu’man bin Qowqol berkata: Wahai Rasulullah…kemudian dengan lafadz hadits semisal itu. Kemudian ada tambahan lafadz : wa lam azid ‘alaa dzaalika syai-an (dan tidak aku tambah sedikitpun dari itu)

✅Hadits No 18

وَحَدَّثَنِى سَلَمَةُ بْنُ شَبِيبٍ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ أَعْيَنَ حَدَّثَنَا مَعْقِلٌ – وَهُوَ ابْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ – عَنْ أَبِى الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ أَرَأَيْتَ إِذَا صَلَّيْتُ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَاتِ وَصُمْتُ رَمَضَانَ وَأَحْلَلْتُ الْحَلاَلَ وَحَرَّمْتُ الْحَرَامَ وَلَمْ أَزِدْ عَلَى ذَلِكَ شَيْئًا أَأَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَالَ « نَعَمْ ». قَالَ وَاللَّهِ لاَ أَزِيدُ عَلَى ذَلِكَ شَيْئًا.

Dan telah menceritakan kepadaku Salamah bin Syabiib (ia berkata) telah menceritakan kepada kami al-Hasan bin A’yan (ia berkata) telah menceritakan kepada kami Ma’qil –yaitu Ibnu Ubaidillah- dari Abuz Zubair dari Jabir –semoga Allah meridhainya- bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shollallahu alaihi wasallam : Bagaimana pendapat anda jika aku sholat 5 waktu, puasa di bulan Ramadhan, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, dan aku tidak menambah lebih dari itu, apakah aku masuk Surga? Nabi menjawab: Ya. Orang itu berkata: Demi Allah, aku tidak akan menambah lebih dari itu

?Catatan Penerjemah:

Lafadz hadits yang terakhir ini (no hadits 18) adalah yang paling lengkap dengan ada tambahan ‘berpuasa pada bulan Ramadhan’. Jika ada yang bertanya: mengapa tidak disebut zakat dan haji? Tidak disebut zakat karena Nabi mengetahui bahwa orang itu fakir, sehingga tidak ada kewajiban bagi dia. Tidak disebutkan tentang haji karena belum turun kewajibannya saat itu.

Pada beberapa lafadz yang berbeda-beda yang disebutkan oleh al-Imam Muslim tersebut bukanlah disebut idhtirob (keguncangan) dalam ilmu Mustholah hadits, karena idthirob itu hanyalah terjadi jika perbedaan-perbedaan lafadz mengarah pada kontradiksi yang tidak memungkinkan untuk digabungkan atau di-tarjih (dipilih mana yang lebih kuat).

Pada penyebutan hadits yang no 16 menunjukkan bolehnya periwayatan secara makna, karena disebutkan di sana: lafadz sesuai riwayat Abu Kuraib, menunjukkan bahwa lafadz dari temannya (yaitu Abu Bakr bin Abi Syaibah) berbeda dengan itu. Kalau lafadznya harus persis sama, maka akan disebutkan atau diisyaratkan bahwa lafadznya adalah untuk keduanya.

Di dalam hadits tersebut juga disebutkan: dan aku halalkan yang halal, dan aku haramkan yang haram, menunjukkan harusnya ada akidah yang benar bahwa yang halal itu halal dan yang haram itu haram ketika mengerjakan atau mengucapkan sesuatu yang diperintahkan dalam syariat.
Dalam hadits itu juga menunjukkan tingginya semangat para Sahabat untuk mencapai Surga
(disarikan dari Ta’liq Syaikh Ibn Utsaimin terhadap Shahih Muslim (1/101-102)).

WA al-I’tishom