HUKUM UCAPAN Shadaqallahul ‘Azhim (Allah Yang Mahaagung benar)

HUKUM UCAPAN Shadaqallahul ‘Azhim (Allah Yang Mahaagung benar)

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

HUKUM UCAPAN:   صدق الله العظيم

 

Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullahu Ta’ala ditanya:

Apakah dibenarkan bagi seorang muslim untuk mengucapkan:  صدق الله العظيم

Shadaqallahul ‘Azhim (Allah Yang Mahaagung benar),  setelah membaca al-Quran? Apakah hal ini memiliki dalil?

Jawaban:

Perkara ini tidak berasal dari Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam, tidak satupun dari para shahabatnya, atau para salaf bahwa mereka melazimi kalimat ini setelah membaca al-Quran. Senantiasa melazimi bacaan ini, menetapkannya seakan-akan termasuk rangkaian hukum membaca al-Quran, dan termasuk perkara yang harus dilakukan ketika membaca al-Quran, ini termasuk bid’ah yang tidak memiliki dalil sama sekali.

Adapun jika seseorang terkadang mengucapkannya ketika ayat al-Quran dibacakan kepadanya atau dia merenungkan suatu ayat hingga ia menemukan pengaruh yang jelas pada dirinya maupun orang lain, boleh baginya untuk mengucapkan:

صدق الله العظيم

sesungguhnya terjadi demikian dan demikian.

Allah Ta’ala berfirman:

‏( ‏قُلْ صَدَقَ اللَّهُ فَاتَّبِعُوا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ ) ‏[‏آل عمران‏‏ : 95‏]

“Katakan wahai Nabi: ‘Benarlah (apa yang difirmankan) Allah’. Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus.  (Q.S. Ali-Imran: 95).

Allah Ta’ala berfirman:

( ‏وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ حَدِيثًا ) ‏[‏النساء‏‏ : 87‏] ‏‏

“Dan siapa yang lebih benar ucapannya daripada Allah”. (Q.S. An-Nisa: 87)

Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda:

«‏ إن أصدق الحديث كتاب الله »‏

“Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah Kitabullah”.

Berdasarkan hal ini, ucapan “Shadaqallahul ‘Azhim” yang diucapkan pada beberapa keadaan, jika nampak ada faktor yang membenarkannya sebagaimana jika engkau melihat suatu yang terjadi sementara Allah Subhanahu Wata’ala telah mengingatkannya di dalam al-Quran, tidak apa-apa (untuk mengucapkan “Shadaqallahul ‘Azhim”.

Adapun jika kita menjadikan kalimat “Shadaqallahul ‘Azhim” seakan-akan termasuk rangkaian hukum (yang disyariatkan untuk diucapkan setelah) membaca al-Quran, ini tidak memiliki dalil dan jika dilakukan terus menerus, ini adalah bid’ah.

Sesungguhnya di antara dzikir-dzikir yang disyariatkan ketika hendak membaca al-Quran adalah kita memohon perlindungan kepada Allah (dari ganguan Syaithan, yang diistlahkan dengan isti’adzah, pen) sebelum membaca al-Quran. Allah Ta’ala berfirman:

‏( ‏فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ ) ‏[‏النحل‏‏ : 98‏]

“Jika kamu hendak membaca al-Quran, hendaklah kamu memohon perlindungan kepada Allah dari syaithan yang terkutuk.”(Q.S. an-Nahl: 98).
Dahulu Nabi memohon perlindungan kepada Allah (dari gangguan syaithan) sebelum membaca al-Quran dan membaca:

( بسم الله الرحمن الرحيم )

“Dengan (memohon pertolongan Allah aku) menyebut nama-nama-Nya Dzat Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang”, jika beliau membaca al-Quran di awal surat kecuali surat Baraah (At-Taubah).

Adapun seusai membaca al-Quran, tidak disyariatkan untuk melazimi dzikir khusus, bukan bacaan “Shadaqallahul ‘Azhim” bukan pula yang lainnya.

Sumber:
http://www.alfawzan.af.org.sa/node/9892

Alih bahasa: Abu Bakar Abdullah bin Ali Al-Jombangi

Santri Pondok Pesantren Darul Hadits Fiyus, Lahj, Yaman

Selasa, 8 Jumadats Tsaniyah 1435H