Hukum Memakai Kain Di Bawah Mata Kaki (Isbal) II

  • Post author:
  • Post category:Fiqih

Tanya : Assalamu’alaikum saya adalah mahasiswa dari sekolah kedinasan, di kampus saya itu sekarang sedang semarak penggunaan celana yang gantung (maksudnya sebatas mata kaki), nah yang saya ingin tanyakan adalah, apa dalil aqli dan naqli dari hal tersebut, apa hukumnya ?

Jawab : Wa’alaikum salam warohmatullohi wa barokaatuh, saudara Deni -semoga Allah menjagamu- mayoritas kita memang menganggap celana adalah satu hal yang biasa dan lumrah, sehingga tidak ada perhatian kepadanya, seolah-olah Islam juga tidak pernah memperhatikannya, begitulah kenyataan yang ada di masyarakat kita. Sebelum menjawab pertanyaan saudara, kami ingatkan kembali kepada diri-diri kami dan kaum muslimin secara umum, bahwa sebagai seorang muslim tentunya kita dituntut untuk tunduk dan patuh atas apa yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya, melaksanakan perintahNya dengan mengharapkan keridloan dan pahalaNya serta menjauhi larangan agar terhindar dari murkaNya dan siksaNya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman : ” Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Q.S. Al-Ahzab : 36).

“Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan RasulNya, niscaya Allah akan memasukannya kedalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan barangsiapa yang berpaling niscaya akan diazabnya dengan azab yang pedih.” (Q.S. Al-Fath : 17), Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya.” (Q.S. Al-Hasyr : 7).

Berkenaan dengan celana gantung -menurut istilah saudara- , ketahuilah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkannya dalam banyak hadits, akan kami uraikan beberapa di antaranya. Pertama : “Tiga orang yang tidak bakal diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, dan tidak akan dilihat serta tidak akan dibersihkan dan untuk mereka itu siksa yang pedih (Rasululloh mengulang kata-katanya ini selama tiga kali), Abu Dzar berkata : ‘Mereka benar-benar kecewa dan sangat rugi, siapakah mereka wahai Rasulloh?’. Rasulluloh menjawab : Yang menurunkan kain di bawah mata kaki, yang menyebut-nyebut pemberian, dan yang menjual barang dengan sumpah palsu” (H.R. Muslim dari sahabat Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu), kedua : “Allah tidak akan melihat kepada orang yang memanjangkan pakaiannya (celananya) karena sombong.” (H.R. Bukhori & Muslim dari sahabat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu). Hadits ini adalah ancaman atas orang-orang yang memanjangkannya karena sombong, sedangkan yang pertama sifatnya umum, karena sombong ataupun tidak. Ketiga : “Yang di bawah mata kaki dari kain, maka itu bagian api neraka” (H.R. Bukhori dari sahabat Abu Hurairoh radhiyallahu ‘anhu), adapun hadits ini adalah ancaman bagi orang-orang yang memanjangkannya hingga melebihi mata kaki yang tidak disertai dengan maksud-maksud sombong.

Dengan demikian memanjangkan kain atau celana dengan niatan sombong ataupun tidak adalah haram, terkena ancaman keras, tidak dibedakan antara yang bermaksud sombong atau tidak, karena dua alasan; Pertama : Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Kain sarung seorang muslim sampai ke tengah-tengah betis, dan tidak mengapa yang di antara itu dengan mata kaki, dan yang di bawah mata kaki, maka itu bagian neraka. Dan siapa yang menurunkan sarung di bawah mata kaki karena sombong, Allah tidak akan melihat kepadanya.” (H.R. Abu Daud, Malik, An-Nasaai, Ibnu Majah dan Ibnu Hiban dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallahu ‘anhu). Kedua : karena kedua perbuatan itu (memanjangkan karena sombong dan tidak sombong) perbuatan yang berbeda dan kedua ancamannya pun berbeda. Maka tidak benar jika ada yang memahami bahwa yang kena ancaman itu hanya bagi yang ada niatan sombong, dikarenakan hukum dan sebabnya berbeda, jadi selama hukum dan sebabnya berbeda, maka tidak sah memberlakukan kaidah ushuliyah “Hamlul mutlak ‘alal muqoyad” (membawa nash yang datang secara mutlak kepada nash yang terikat), seperti yang sudah dikenal di kalangan ulama ushul. Demikianlah saudara Deni, semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kepada kita taufik kepada apa yang dicintaiNya dan dirildoiNya. Wal ilmu indallah.

(Dikutip dari tulisan al Ustadz Abu Hamzah Yusuf, Sumber : http://salafy.iwebland.com/fdawj/awwb/read.php?edisi=23&th=1⊂=2)