FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM ( HADITS KEDUAPULUH TIGA)

FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM ( HADITS KEDUAPULUH TIGA)

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

BAB (HUKUM) MADZI DAN SELAINNYA

عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – قَالَ: كُنْتُ رَجُلًا مَذَّاءً، فَاسْتَحْيَيْتُ أَنْ أَسْأَلَ رَسُولَ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – لِمَكَانِ ابْنَتِهِ مِنِّي، فَأَمَرْتُ الْمِقْدَادَ بْنَ الْأَسْوَدِ فَسَأَلَهُ، فَقَالَ: «يَغْسِلْ ذَكَرَهُ، وَيَتَوَضَّأُ» وَلِلْبُخَارِيِّ «اغْسِلْ ذَكَرَكَ وَتَوَضَّأْ» وَلِمُسْلِمٍ «تَوَضَّأْ وَانْضَحْ فَرْجَكَ»

“Dari Ali bin Abi Thalib_radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku adalah lelaki yang sering keluar madzi, tetapi aku malu untuk bertanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam karena puteri beliau adalah istriku sendiri. Maka kusuruh al-Miqdad bin Al Aswad supaya bertanya beliau, lalu beliau bersabda, “Hendaklah dia membasuh kemaluannya dan berwudhu.” [HR. Al Bukhari – Muslim]

PERINGATAN:

Lafazh hadits:

وَلِمُسْلِمٍ «تَوَضَّأْ وَانْضَحْ فَرْجَكَ»

“Percikilah kemaluanmu”

Lafazh hadits ini telah dikritik keshahihannya oleh Al Imam Ad Daruquthni. Imam Muslim bersendirian dalam meriwayatkan lafazh ini.

Faedah yang terdapat dalam hadits:

. Dinukilkan oleh Al Imam An Nawawy dan Asy Syaukani bahwa para ulama sepakat atas kenajisan air madzi. Namun disebutkan oleh Ibnu Rajab bahwa sebagian ulama Hanabilah dan Imam Ahmad dalam salah satu riwayatnya, mereka berpendapat bahwa madzi itu suci.

Namun pendapat yang benar adalah madzi adalah najis, dengan dalil hadits Ali, yang mana Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk mencucinya. Tidaklah diperintahkan untuk dicuci melainkan karena dia najis.

Masalah: Apakah wajib mencuci semua bagian kemaluan atau bagian yang terkena madzi saja?

Para ulama berselisih pendapat dalam masalah ini;
Pendapat pertama: Wajib mencuci semua bagian kemaluannya, termasuk padanya biji kemaluannya. Ini adalah pendapat Imam Malik, Imam Ahmad dan sebagian ulama Malikiyah. Dalil mereka bahwa lafazh dzakar jika dimutlakkan maka mencakup semua bagian kemaluan.

Pendapat kedua: wajib mencuci bagian yang terkena madzi saja. Ini adalah pendapat jumhur ulama. Dalil mereka diantaranya adalah;

a. Riwayat Al Isma’ily dalam hadits Ali dengan lafazh:

«تَوَضَّأْ وَاغْسِلْهُ»

“Berwudhulah dan cucilah dia”

Disini dhamir Ha (kata ganti) pada lafazh «وَاغْسِلْهُ» kembalinya pada madzi.

b. Penyebutan lafazh “dzakar’ tidaklah melazimkan untuk mencuci semua bagian kemaluan. Berkata Ibnu Hajar_rahimahullah: “Hal ini semakna dengan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam:

«مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلاَ يُصَلِّ حَتَّى يَتَوَضَّأَ».

“Barangsiapa menyentuh kemaluannya maka janganlah shalat hingga ia berwudlu.” [HR. At Tirmidzy, dishahihkan Syaikh Al Albany dan Syaikh Muqbil]

Dalam hadits ini menunjukan bahwa diantara yang membatal wudhu adalah menyentuh kemaluan. Dalam hadits ini bukanlah maknanya: barangsiapa menyentuh semua bagian kemaluan maka batal wudhunya. Tidak! tetapi sedikit atau banyak bagian kemaluan yang dia sentuh maka membatalkan wudhu.

Ini adalah pendapat yang kuat dan terpilih. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Hazem, Ibnu Hajar, Ibnu Qudamah, Ibnu Abdil Bar, Asy Syaukany dan Syaikhuna Abdurrahman Al Adeny.

PERINGATAN:

Dalam riwayat Abu Dawud dari hadits Ali bin Abi Thalib, dengan lafazh:

«يَغْسِلْ ذَكَرَهُ وَأُنْثَيَيْهِ وَيَتَوَضَّأ»

“Hendaklah dia membasuh kemaluannya dan kedua biji kemaluannya, kemudian berwudhu.”

Riwayat ini adalah riwayat yang lemah, karena riwayat ini dari jalan ‘Urwah dari Ali bin Abi Thalib. Sedangkan riwayat ‘Urwah dari Ali adalah Munqathi’ah (riwayat yang terputus), sebagaimana yang dijelaskan oleh Abu Hatim dan Abu Zur’ah.
Semua riwayat yang menjelaskan mencuci kedua biji kemaluan adalah lemah dan sebagiannya munkar, sebagaimana dijelaskan Syaikhuna dalam Syarah Al Muntaqa.

Masalah: Apakah cukup jika diperciki saja pada bagian yang terkena madzi?