Bolehkah Puasa ‘Asyura Padahal Jatuh Pada Hari Sabtu?

Bolehkah Puasa ‘Asyura Padahal Jatuh Pada Hari Sabtu?

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Ditulis Oleh Ustadz Alfian

Sebagaimana diketahui, bahwa tanggal 10 Muharram tahun 1434 ini jatuh pada hari Sabtu. Bolehkah berpuasa ‘Asyura, sementara harinya bertepatan dengan hari Sabtu? Berikut jawaban dari Al-‘Allamah Ibn Baz dan Al-‘Allamah bin ‘Utsaimin :

Pertanyaan :

Assalamu ‘alaikum warahmatullah wabarakatuh

Sebagaimana anda ketahui bahwa hari ke-9 muharram 1415 H bertepatan dengan hari Sabtu, sehingga hari ke-10 jatuh pada hari Ahad, berdasarkan kalender Ummul Qura. Maka dalam rangka mengamalkan hadits “Kalau aku hidup hingga tahun depan, niscaya aku akan berpuasa hari ke-9 dan ke-10.” Maka aku berpuasa dua hari, Sabtu dan Ahad.

Namun salah seorang ikhwah tidak setuju dengan puasa pada hari Sabtu. Dia mengatakan, bahwa puasa tathawwu’ pada hari Sabtu terlarang, sebagaimana terdapat dalam sebuah hadits. Kemudian dia menyebutkan makna hadits tersebut tanpa menyebutkan teksnya.

Maka karena keinginanku untuk mendapatkan kejelasan tentang masalah ini, dan dalam rangka mengamalkan perintah Allah, “Maka bertanyalah kepada orang yang berilmu jika kamu tidak mengetahui.”  Maka aku sangat berharap dari anda untuk menjelaskan masalah ini lengkap dengan penyebutan haditsnya serta kedudukannya. Kemudian apa nasehat anda terkait dengan permasalahan ini?

Jawab :

Wa’alaikumussalamu warahmatullah wabarakatuh

Hadits dimaksud adalah hadits yang dikenal dan ada tersebutkan dalam kitab “Bulughul Maram” pembahasan tentang shiyam (puasa). [1] Hadits tersebut adalah hadits yang dha’if (lemah), syadz (ganjil), dan menyelisihi hadits-hadits shahih lainnya. Di antaranya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :

لا تصوموا يوم الجمعة إلا أن تصوموا يوما قبله أو يوما بعده

لا تصوموا يوم الجمعة إلا أن تصوموا يوما قبله أو يوما بعده

“Janganlah kalian berpuasa pada hari jum’at, kecuali apabila kalian (juga) berpuasa sehari sebelumnya atau sehari setelahnya.” (Al-Bukhari 1985)

Maklum bahwa sehari setelah hari Jum’at adalah hari Sabtu.

Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

»صلى الله عليه وسلم يصوم يوم السبت ويوم الأحد ويقول: إنهما يوما عيد للمشركين فأحب أن أخالفهم «

“Pernah berpuasa pada hari Sabtu dan hari Ahad, beliau mengatakan : “Dua hari tersebut adalah hari raya kaum musyrikin, maka aku ingin menyelisihi mereka.” (HR. Ahmad)

Hadits-hadits tentang makna ini sangat banyak. Semuanya menunjukkan bolehnya berpuasa tathawwu’ pada hari Sabtu.

Wa’alaikumussalamu warahmatullah wabarakatuh

Mufti Umum Kerajaan Arab Saudi

Pimpinan Hai’ah Kibaril ‘Ulama dan Lembaga Riset Ilmiah dan Fatwa

(Majmu Fatawa wal Maqalat XV/412-413)

Penjelasan Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin :

Dalam kesempatan ini, aku ingin menjelaskan tentang sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

«لا تصوموا يوم السبت إلا فيما افترض عليكم، فإن لم يجد أحدكم إلا لحاء عنبة أو عود شجرة فليمضغه»

“Janganlah kalian berpuasa pada hari Sabtu, kecuali puasa yang diwajibkan atas kalian. Maka apabila kalian tidak mendapati (untuk makan) kecuali kulit anggur atau kayu pohon, maka makanlah.”

Hadits tersebut, Abu Dawud sendiri mengatakan, bahwa Malik rahimahullah – yaitu Al-Imam Malik bin Anas – mengatakan, bahwa hadits tersebut didustakan atas nama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan itu bukan hadits yang shahih. Pada hakekatnya, barangsiapa yang merenungkan makna hadits tersebut, maka dia akan mendapati kegoncangan pada sanadnya, dan keganjilan atau kemungkaran pada matan/teksnya.

Adapun kegoncangan pada sanadnya, maka para ‘ulama telah menjelaskan, dan mereka menjelaskan tentang sebab-sebab kegoncangannya. Barangsiapa yang ingin merujuk kepada penjelasan para ‘ulama tersebut, silakan.

Adapun keganjilan atau kemungkaran pada sanadnya, karena telah sah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahihnya, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk menemui istrinya Juwairiyah bintu Harits radhiyallahu ‘anha pada hari Jum’at, maka Juwariyah mengatakan bahwa dirinya sedang berpuasa. Maka Rasulullah bertanya, “Apakah engkau puasa kemarin?”  Juwairiyah menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya lagi, “Apakah kamu hendak berpuasa besok?” Juwairiyah menjawab, “Tidak.” Maka beliau bersabda, “Kalau begitu berbukalah sekarang.”

Maklum bahwa esok hari dari hari Jum’at adalah hari Sabtu. Inilah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat Al-Bukhari bahwa beliau mengizinkan puasa hari Sabtu.

Demikian pula hadits yang diriwayatkan dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, mengatakan bahwa Rasulullah berpuasa pada hari Sabtu dan Ahad lebih banyak daripada hari-hari lain, beliau mengatakan : “Dua hari tersebut adalah hari raya kaum musyrikin, maka aku ingin menyelisihi mereka.” (HR. Ahmad)

Maka telah pasti dari Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik ucapan maupun perbuatan beliau, bahwa puasa hari Sabtu tidak haram.

Sementara para ‘ulama berbeda pendapat terkait dengan hadits yang melarang puasa hari Sabtu, dari sisi pengamalannya. Di antara ‘ulama ada yang berpendapat bahwa hadits larangan tersebut tidak diamalkan secara mutlak, dan puasa hari Sabtu tidak mengapa, baik puasa pada hari Sabtu secara tersendiri atau pun tidak. Karena haditsnya tidak shahih. Sementara hadits shahih tidak bisa ditegakkan di atasnya hukum apapun.

Di antara ‘ulama ada menshahihkan atau menghasankan hadits tersebut. Mereka mengatakan, cara menjamak (memadukan) antara hadits tersebut dengan hadits-hadits lainnya adalah : bahwa yang dilarang adalah apabila menyendirikan puasa pada hari Sabtu. Yakni puasa hanya pada hari Sabtu saja, tidak puasa pada hari Jum’at sebelumnya tidak pula hari Ahad setelahnya. Ini adalah pendapat Al-Imam Ahmad. Beliau mengatakan, “apabila bersama hari Sabtu ia berpuasa pada hari lain juga maka tidak mengapa. Seperti kalau dia berpuasa hari Jum’at dan Sabtu, atau berpuasa hari Sabtu dan Ahad.”

Demikian pula pendapat kami. Apabila pada hari Sabtu bertepatan dengan hari yang disyari’atkan padanya berpuasa, seperti hari Sabtu bertepatan dengan hari ‘Arafah atau hari ke-10 Muharram, maka tidak terlarang puasa pada hari Sabtu tersebut. Karena yang terlarang adalah apabila berpuasa karena hari Sabtunya, yakni berpuasa karena hari Sabtu karena meyakini adanya keistimewaan hari tersebut.

Aku perlu ingatkan masalah ini, karena aku mendengar bahwa ada yang berpuasa hari ke-9 dan ke-10 Muharram, namun salah satu dari dua hari tersebut jatuh pada hari Sabtu. Maka ada sebagian orang yang melarang berpuasa pada hari Sabtu dan memerintahkan untuk berbuka. Ini adalah kesalahan. Hendaknya akhi tersebut bertanya terlebih dahulu sebelum berfatwa tanpa ilmu.

(Majmu Fatawa wa Rasa`il Al-‘Utsaimin XX/38)

 


[1][1] Yaitu hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu. Teks haditsnya :

لَا تَصُومُوا يَوْمَ اَلسَّبْتِ, إِلَّا فِيمَا اِفْتُرِضَ عَلَيْكُمْ, فَإِنْ لَمْ يَجِدْ أَحَدُكُمْ إِلَّا لِحَاءَ عِنَبٍ, أَوْ عُودَ شَجَرَةٍ فَلْيَمْضُغْهَا

“Janganlah kalian berpuasa pada hari Sabtu, kecuali puasa yang diwajibkan atas kalian. Maka apabila kalian tidak mendapati (untuk makan) kecuali kulit anggur atau kayu pohon, maka makanlah.”