BOLEHKAH MELAKUKAN POLIGAMI JIKA UNDANG-UNDANG NEGARA MELARANG

BOLEHKAH MELAKUKAN POLIGAMI JIKA UNDANG-UNDANG NEGARA MELARANG

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp


Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah

Pertanyaan: Semoga Allah berbuat baik kepada Anda, ada penanya dari Tunisia mengatakan: “Apa hukum menikah dengan wanita yang kedua, dalam keadaan undang-undang melarang hal tersebut?”

Jawaban:

Laa ilaaha illallaah, kita beriman kepada Allah dan kafir kepada demokrasi, kita beriman kepada Allah dan kafir kepada demokrasi. Siapa yang telah lancang membuat undang-undang yang mengharamkan hal-hal yang Allah bolehkan?!

Telah diketahui bahwa hal ini merupakan hasil dari demokrasi. Oleh karena inilah maka demokrasi harus dinilai dengan syari’at Islam, apa yang diterima oleh syari’at Islam maka harus diterima, dengan syarat jika hal itu pada perkara-perkara dunia saja. Adapun dalam perkara-perkara agama, maka sama sekali tidak membutuhkan kepada demokrasi. Tetapi yang termasuk perkara-perkara dunia, itu yang diperbolehkan. Adapun pada perkara-perkara syari’at dan perkara-perkara agama, maka tidak menerima sama sekali dari demokrasi, karena Allah telah mencukupi kita dengan syari’at Islam.

Jadi undang-undang semacam ini tidak ada di tengah-tengah kaum Muslimin kecuali sekarang ini, yaitu ketika muncul demokrasi. Kaum Muslimin tidak mengenal kecuali hukum-hukum syari’at Islam. Dan dengan izin Allah demokrasi akan berakhir dan akan lenyap, sebagaimana telah lenyap asas-asas yang menghancurkan dan undang-undang yang merusak lainnya.

Jadi demokrasi akan berakhir dengan seizin Allah. Demokrasi hanya akan muncul beberapa waktu tertentu saja, kemudian akan lenyap. Sedangkan Islam dan syari’at Islam dengan hukum-hukumnya yang mulia, bermanfaat, lengkap, mencukupi bagi setiap masa, setiap zaman, setiap tempat, setiap keadaan, akan tetap ada dengan seizin Rabbul Alamin Subhanahu wa Ta’ala. Undang-undang produk demokrasi ini tidak boleh bagi siapa saja yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir untuk menerimanya, berhukum dengannya, dan mengajak manusia agar menerimanya. Jadi kita kafir kepada undang-undang ini dan undang-undang lain semacamnya yang menyelisihi syari’at Islam, wallahul musta’an.

Allah Ta’ala berfirman:

فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُوْلُوْا.

“Nikahilah wanita-wanita yang kalian senangi sebanyak dua, atau tiga, atau empat. Namun jika kalian khawatir tidak bisa berlaku adil, maka nikahilah satu wanita saja, atau gaulilah budak-budak wanita yang kalian miliki. Yang demikian itu lebih mudah bagi kalian untuk tidak berbuat aniaya.” (QS. An-Nisa’: 3)

Jadi ayat ini telah datang dengan membawa semua kebaikan, ayat ini membawa kebaikan yang sempurna. Seseorang yang khawatir dirinya akan berbuat zhalim jika dia menikah dengan lebih dari satu istri, maka syari’at membimbingnya agar mencukupkan dengan satu istri saja. Adapun seseorang yang mampu secara materi, bisa mencukupi nafkah, dan mampu bersabar –maka alhamdulillah– agama mudah. Agama telah memberikan hak kepada masing-masing pihak yang memiliki hak. Adapun demokrasi yang kita kafir kepadanya sejak kita mengenalnya, maka dia mengharamkan hal-hal yang dihalalkan oleh Allah, dan sebaliknya menghalalkan perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah.

Jadi di sini demokrasi mengharamkan seorang pria untuk menikah dengan istri kedua atau mengharamkan poligami. Namun sebaliknya, demokrasi membolehkan perzinaan. Menurut demokrasi, pria yang telah menikah boleh baginya memiliki pacar atau wanita simpanan untuk berzina dengannya. Demikian juga seorang wanita yang telah menikah boleh baginya memiliki pacar pria untuk berzina dengannya. Jadi demokrasi telah membolehkan perbuatan-perbuatan yang jahat dan rendah, namun melarang perbuatan-perbuatan yang mulia dan utama. Ini semua termasuk bencana akibat demokrasi. Hanya kepada Allah saja kita memohon pertolongan.

~  Download Audio di Sini

Alih bahasa: Abu Almass
Ahad, 5 Rajab 1435 H

forumsalafy.net