بسم الله الرحمن الرحيم
Termasuk hal yang tidak ada keraguan padanya, bahwasannya Allah memberi petunjuk kepada kita untuk mencari tambahan ilmu sebagaimana firman-Nya ta’ala :
وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا﴿١١٤﴾
{dan katakanlah (wahai) Rabbku berilah aku tambahan ilmu}[Taha : 114]
Allah subhanahu wa ta’ala juga menyebutkan bahwa ilmu itu bertingkat dan berjenjang.
وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ﴿٧٦﴾
{dan di atas setiap orang yang mempunyai ilmu ada yang lebih berilmu} [Yusuf : 76],
dan Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam telah mengabarkan kepada kita bahwa yang paling afdhol adalah yang paling dalam pemahamannya terhadap agama.
(Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan pada diri seseorang maka akan dipahamkan dalam urusan agama).
Dikarenakan adanya nash-nash ini dan karena adanya keterikatan antara kebaikan dengan pemahaman agama, maka engkau melihat sebagian orang mencari tambahan yang banyak dalam menuntut ilmu syar’i, dan ini adalah perkara yang terpuji secara dzatnya. Karena menuntut ilmu adalah ibadah. Akan tetapi semestinya untuk memperhatikan pokok-pokok dan urusan-urusan yang selainnya. Karena Pembuat syari’at (Allah) juga telah memperingatkan dari perbuatan memperbanyak yang berlebih-lebihan, Allah berfirman :
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ﴿١﴾
{celakalah kalian orang yang berlebih-lebihan} [at-Takatsur : 1]
Berkata Ibnul Qoyyim rahimahullah :
“Maka yang dimaksud adalah berlebihan dalam segala sesuatu: baik dalam harta, kedudukan, kepemimpinan, wanita/istri, hadits, atau ilmu; terlebih lagi jika ia tidak/belum membutuhkan kepada hal tersebut.
Termasuk pula berlebihan dalam hal kitab-kitab, tulisan-tulisan, banyaknya permasalahan, membuat cabang-cabang darinya, serta menjadi sebab timbulnya”. Selesai perkataan.
Ini adalah berlebih-lebihan yang tercela selama ia berada dalam keadaan berangan-angan atau selama orang yang berlebihan ini dalam keadaan tidak mampu untuk menjaga apa yang telah lalu dari pengetahuannya (ilmunya), disebabkan buruknya ia dalam memperoleh ilmu-ilmu, yaitu ia memperbanyak ilmu tanpa mengokohkan dan menyempurnakannya. Jadilah bersamaan dengan itu, ia dalam keadaan lebih dekat kepada kebodohan daripada ilmu.
Berkata al-Imam Malik rahimahullah : “tidak ada seorang yang hanya memperbanyak [ilmu] semata, lalu ia menjadi beruntung”.
Berkata al-Hafizh Ibnu Abdil Bar rahimahullah : “(Mengulang) hafalan sebanyak mungkin dengan menyedikitkan (materi yang dihafal)”.
Berkata pula al-Wazir Ibnu Hubairah : “Termasuk dari pengajaran yang merusak adalah ia memperbanyaknya hingga hati ini tidak mampu menjaganya”.
Diambil dari kitab :
“an-Nubadz fii Adabi Thalibil ‘Ilmi”
Hamad bin Ibrahim al-‘Utsman
http://www.ajurry.com/vb/showthread.php?t=41808
———————========
[فائدة] التكاثر المذموم “”حذار الاكثار””
بسم الله الرحمن الرحيم
مما لا شك فيه أن الله أرشدنا إلى طلب المزيد من العلم كما قال تعالى:”و قل رب زدني علما ”
و ذكر سبحانه أن العلم رتب و درجات “وفوق كل ذي علم عليم”
وأخبرنا النبي صلى الله عليه و سلم أن الأفضل الأفقه “من يرد الله بيه خيرا يفقه في الدين”.
ومن أجل هذه النصوص و من أجل ارتباط الخيرية بالفقه في الدين ترى البعض يطلب الاكثار من طلب العلم الشرعي ,و هذا أمر محمود بذاته لأن طلب العلم عبادة, لكن لابد هنا من مراعاة أصول و أمور أخرى ,فإن الشارع حذر من التكاثرأيضا قال سبحانه “ألهاكم التكاثر”
قال ابن القيم رحمه الله فالتكاثر في كل شيء: من مال أو جاه أو رياسةأو نسوة أو حديث أوعلم ولا سيما اذا لم يحتج اليه
و التكاثر في الكتب و التصانيف و كثرة المسائل و تفريعها و توليدها” اه
و هذا التكاثر المذموم ما كان على سبيل المخيلة أو ما كان على وجه يعجز فيه المتكاثر عن ضبط ما سبقت معرفته, بسبب المزاحمه في تحصيل العلوم ,كثرة من غير تحقيق و لا اتقان, يكون معها في حال أقرب إلى الجهل بالعلم.
قال الإمام مالك رحمه الله :” ما أكثر أحد قط فأفلح”اه
و قال الحافظ ابن عبد البر رحمه الله:”الحفظ أكثر ما يكون مع التقليل”اه
و قال الوزير ابن هبيرة :”من آفة التعليم اكثاره حتى تعجز القلوب عن أن تعيه”
من كتاب
النبذ في آداب طالب العلم
حمد بن ابراهيم العثمان
team redaksi salafy.or.id