Tidak diragukan lagi bahwa Iedul Fithri dan Iedul Adha adalah hari-hari besar bagi kaum Muslimin di seluruh dunia, mulai dari masa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam sampai saat ini. Dan dalam kitab-kitab sejarah disebutkan bahwa ‘Ied yang pertama kali disyariatkan Allah di dalam Islam adalah Idul Fithri yaitu pada tahun kedua Hijriah. (Subulus Salam karya Imam Ash Shon’ani cetakan Darul Rayyan Lit Turats jilid 2 hal 144).
Dua hari raya tersebut adalah sebagai ganti dari hari raya yang ada pada masa Jahiliyyah. Kaum Muslimin disunnahkan untuk menampakkan kegembiraan pada kedua hari agung itu.
Diriwayatkan dalam sebuah hadits: “Dari Anas Radhiallahu anhu, dia berkata: Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam datang ke Madinah sementara penduduk Madinah mempunyai dua hari yang mereka bermain-main padanya. Maka beliau bersabda, ‘Allah telah menggantikan kepadamu yang lebih baik dari keduanya: Idul Adha dan Idul Fithri.” (HR. Abu Dawud dan Nasai dengan sanad SHAHIH)
Dengan adanya hadits ini, maka cukuplah bagi kita untuk ridha dengan apa yang telah Allah tetapkan. Tidak perlu kita mengadakan perayaan-perayaan selain apa yang telah Allah tetapkan. Sebagaimana yang sering kita jumpai saat ini, seperti perayaan maulid Nabi, Isara’ Mi’raj, Nuzulul Qur’an, dan lain-lain. Semuanya itu akan menjerumuskan kita dalam perbuatan bid’ah.
Adanya kedua hari Raya itu juga mencegah kita agar tidak ambil bagian dalam perayaan hari besar orang-orang kafir, seperti Natal Bersama, Waisak, Galungan, dan lain sebagainya. Sebagian ulama bahkan telah mengambil istinbath hukum tentang makruhnya ikut bergembira pad hari raya orang-orang kafir dan musyrik tersebut. Bahkan Syaikh Abu Hafsh Al-Busty dari kalangan ulama Hanafiyah berkata: “Barangsiapa menghadiahkan sebutir telur kepada seorang musyrik dalam rangka mengagungkan hari raya mereka, maka dia telah kafir kepada Allah”. (Subulus Salam karya Imam Ash Shon’ani cetakan Darul Rayyan Lit Turats jilid 2 hal 145).
Idul Fithri dan Idul Adha adalah hari-hari bergembira bagi kita. Pada kedua hari itu, kita disunnahkan untuk mandi, memakai minyak wangi, dan berpakaian dengan pakaian yang paling bagus yang kita miliki (Lihat Fiqhus Sunnah, karya Sayyid Sabiq jilid 1 hal 303 dan Subul Salam jild 2 hal 148). Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas secara marfu’ dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam: “Beliau memakai burdah (pakaian bergaris untuk diselimutkan di badan) berwarna merah pada hari ‘Ied. (SHAHIH, lihat As-Shahihah karya Al Albani no. 1279)
Ibnul Qayyim berkata: “Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam memakai pakaiannya yang paling bagus pada dua hari Raya (Iedhu Fithri dan Iedul Adha). Beliau juga memiliki perhiasan yang khusus dipakai pada dua hari raya tersebut dan pada hari Jum’at.”
Termasuk pula perkara-perkara yang masyru’ (disyariatkan) di hari ‘Ied ialah melakukan permainan-permainan yang mubah dan mendengarkan nasyid (nyanyian Islami) yang baik, yang dinyanyikan oleh dua orang jariyah (budak wanita kecil) sebagaimana tersebut dalam hadits riwayat Bukhari, Muslim dll. Akan tetapi, tentu saja semua itu tidak boleh sampai melalaikan kita dari ketaatan kepada Allah dan berdzikir kepadaNya. Disini akan disebutkan beberapa doa dan dzikir yang berkaitan dengan ‘Ied.
1. Takbir pada Hari ‘Ied
Sebenarnya tidak ada perbedaan antara takbir Iedhul Fithri dan Iedhul Adha, meskipun para Ulama berbeda pendapat tentang kapan dimulainya takbir tersebut. (Lihat al Adzkar Imam An Nawawi cetakan Darul Huda hal 250). Tapi yang jelas pendapat yang kita pegangi adalah pendapat yang jumhur (mayoritas), yaitu yang menyatakan bahwa takbir Iedhul Fithri itu dimulai ketika keluarnya imam untuk sholat sampai permulaan khutbah. Imam Al Hakim pernah mengatakan : “Ini adalah sunnah yang telah biasa dilakukan oleh para Imam-Imam Ahlul Hadits dan telah shahih riwayat-riwayat dari Ibnu Umar dan sahabat yang lain mengenai hal ini.”
Adapun takbir Iedhul Adha (Ini merupakan riwayat paling shahih oleh sahabat Ali dan Ibnu Mas’ud sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari’ 2/536) dimulai dari waktu subuh pada hari Arafah sampai Ashar hari-hari tasyriq yaitu hari ke 11, 12 dan 13 Dzulhijjah. Dan dilakukan pada setiap waktu. Lafadz yang paling shahih dalam bertakbir adalah sebagaimana dalam riwayat Imam Abdur Razzaq dari Salman :
ßóÈöøÑõæúÇ… Çóááå ÃóßúÈóÑõ¡ Çóááå ÃóßúÈóÑõ¡ Çóááå ÃóßúÈóÑõ¡ ßóÈöíúÑðÇ… {ÑæÇå ÚÈÏ ÇáÑÞ ÈÓäÏ ÇáÕÍíÍ}
“Bertakbirlah kamu : Allahu Akbar (Allah Maha Besar), Allahu Akbar, Allahu Akbar, Kabiira.” (Shohih, HR Imam Abdur Razzaq dari Salman Radiyallahu ‘anhu, lihat Subulus Salam 2/147)
Dan syaikh Al Albani membawakan riwayat dari Ibnu Abi Syaibah dari Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anhu :
Çóááå ÃóßúÈóÑõ¡ Çóááå ÃóßúÈóÑõ¡ áÇó Åöáóåó ÅöáÇøóÇááåõ¡ æóÇááåõ ÃóßúÈóÑõ¡ Çóááå ÃóßúÈóÑõ æóáöáøóåö ÇáúÍóãúÏõ { ÑæÇå ÇÈä ÃÈí ÔíÈÉ æ ÇÓäÏ ÇáÕÍíÍ}
“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaha illallahu wallahu akbaru, Allahu akbar walillahil hamdu.”
Artinya : Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada sesembahan yang benar selain Allah, Allahu Maha Besar, Allah Maha Besar dan untuk Allah-lah segala pujian. (HR Ibnu Abi Syaibah dari Ibnu Mas’ud 2/168, Shohih, Al Albani dalam Tamamul Minnah cet. Darur Rayyah hal 356).
Ibnu Hajar Al Atsqolani dalam Fathul Bari mengatakan : “Dan pada zaman ini telah diada-adakan tambahan (lafadz takbir) itu yang tidak ada asalnya sama sekali.”
2. Ucapan Selamat pada hari Ied
Hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam : (Artinya ) “Dari Jabir bin Nafir, berkata : Para Sahabat Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam apabila mereka saling berjumpa pada hari Ied, satu sama lain saling mengucapkan :
(ÊóÞóÈøóáó Çááåõ ãöäøóÇ æóãöäúßó)
Taqobalallahu minna wa minka (Semoga Allah menerima amalan kami dan amalanmu).” (HR Al Mahamili dalam kitab Shalatul Iedain 2/129. Berkata al Hafidz Suyuthi : “Sanadnya Hasan (bagus)”. Lihat Tamamul Minnah karya al Albani hal 355).
Inilah beberapa dzikir yang berkaitan dengan hari Ied yang dinukilkan dari beberapa kitab para ulama. Semoga Allah memberi manfaat kepada seluruh kaum Muslimin dengan tulisan ini, sehingga kita semua termasuk dari hamba Allah yang selalu berdzikir kepada-Nya. Wallahu a’lam bish showab.
Maraji’ :
1. Subulus Salam oleh Imam as-Shon’ani
2. Fiqhus Sunnah karya Sayyid Sabiq
3. Tamamul Minnah karya Syaikh Nashiruddin al Albani
4. Fathul Bari karya al Hafidz Ibnu Hajar
5. Al Adzkar oleh Imam Nawawi
(Dikutip dari majalah Salafy Edisi III/Syawwal/1416/1996, rubrik Dzikir, judul asli “Dzikir-Dzikir yang Disyariatkan pada Iedul Fithri Atau Iedul Adha”, penulis al Ustadz Abdul Mu’thi al Maidani).