Benarkah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab atTamimiy dalam fatwanya mengatakan pemerintah yang tidak berhukum dengan hukum Islam termasuk thoghut dan Saudi termasuk di dalamnya?

Benarkah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab atTamimiy dalam fatwanya mengatakan pemerintah yang tidak berhukum dengan hukum Islam termasuk thoghut dan Saudi termasuk di dalamnya?

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Di tulis Oleh Al ustadz Abu Utsman Kharisman

Benarkah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab atTamimiy dalam fatwanya mengatakan pemerintah yang tidak berhukum dengan hukum Islam termasuk thoghut dan Saudi termasuk di dalamnya?

Jawaban:

Pertama, Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab tidaklah memahami ayat tentang tidak berhukum dengan hukum Allah seperti pemahaman Khawarij. Beliau memberikan penjelasan sebagaimana penjelasan Ulama Ahlussunnah.

Para Ulama Ahlussunnah telah menjelaskan bahwa orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah itu bermacam-macam keadaannya, bisa sampai pada taraf kafir, bisa juga fasiq, atau dzhalim. Sebagaimana hal itu disebutkan secara berbeda oleh al-Quran, kadang disebut kafir, kadang disebut fasiq, dan kadang disebut dzhalim.

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum yang Allah turunkan, maka mereka ini adalah orang-orang kafir (Q.S al-Maaidah ayat 44)

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum yang Allah turunkan, maka mereka ini adalah orang-orang yang dzhalim (Q.S al-Maaidah ayat 45)

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum yang Allah turunkan, maka mereka ini adalah orang-orang yang fasiq (Q.S al-Maaidah ayat 47)

Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah, namun ia masih meyakini bahwa hukum Allah tidak sama dan jelas lebih baik daripada seluruh hukum yang lain, dan ia benar-benar tidak tahu bahwa sebenarnya tidak boleh bagi seorang muslim untuk mengganti hukum Allah dengan hukum yang lain, atau karena ta’wil bukan karena terang-terangan menentang dalil yang tegas, maka ia masih belum sampai pada taraf kekafiran.

Sedangkan jika seseorang menganggap bahwa petunjuk dan aturan dari selain Allah lebih baik dibandingkan petunjuk dan aturan dari Allah dan RasulNya, maka orang yang demikian ini kafir. Sebagaimana penjelasan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab:

من اعتقد أن غير هدى الرسول صلى الله عليه وسلم أكمل من هديه، أوأن حكم غيره أحسن من حكمه، كالذي يفضل حكم الطواغيت على حكمه، فهو كافر

Barangsiapa yang berkeyakinan bahwa selain petunjuk Rasul shollallahu alaihi wasallam lebih sempurna dibandingkan petunjuk Rasul atau bahwa hukum selainnya lebih baik dari hukumnya, seperti yang mendahulukan hukum thaghut dibandingkan hukum beliau, maka dia kafir (Majmu’ah Muallafaat asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab (1/386)).

Kedua, apakah Saudi termasuk di dalamnya, sebagai pemerintahan yang kafir?

Jawabannya sudah jelas bukan. Justru di Saudi diterapkan hukum-hukum Islam yang dzhahir, yang sulit ditemukan di negara-negara lain. Jika untuk negara-negara muslim yang belum menerapkan hukum Islam saja kita tidak bisa gegabah mengkafirkan mereka tanpa ilmu, apalagi Saudi yang telah menerapkan syariat Islam dalam kehidupan pemerintahan dan bernegara.

✅Apa maksud dari orang yang berkata Muawiyah bughot?

Jawaban:

Bughot adalah sebutan untuk para pemberontak. Ucapan semacam ini mengandung unsur celaan terhadap kemulyaan Sahabat Nabi.

Satu hal yang harus menjadi prinsip bagi setiap muslim adalah tidak membicarakan perselisihan seperti perang yang terjadi di antara para Sahabat Nabi. Contohnya adalah antara Ali dengan Muawiyyah. Keduanya adalah Sahabat Nabi yang mulya yang tidak boleh kita mencela salah satu dari mereka. Perselisihan yang terjadi di antara mereka adalah karena ijtihad di antara mereka. Bagi yang benar dapat dua pahala, yang keliru dapat satu pahala.

Dalam hal seperti ini Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:

إِذَا ذُكِرَ أَصْحَابِي فَأَمْسِكُوا

Jika disebut tentang para Sahabatku, maka tahanlah (H.R atThobarony, dishahihkan Syaikh al-Albany)

Umar bin Abdil ‘Aziz pernah ditanya tentang perselisihan yang terjadi di antara para Sahabat. Beliau menjawab:

تلك دماء طهَّر الله منها سيوفنا ، فلا نخضِّب بها ألسنتنا

Itu adalah darah-darah yang pedang-pedang kita disucikan Allah darinya, maka janganlah kita warnai lisan-lisan kita dengannya (al-Bahrul Muhiith karya az-Zarkasyi (6/187))

Maksud dari ucapan Umar bin Abdul Aziz tersebut adalah: kalau kita sudah tidak terlibat secara langsung dalam perselisihan itu, mengapa kita biarkan lisan kita membicarakan tentang mereka. Itu tidak ada manfaatnya. Justru menjerumuskan kita sendiri ke dalam dosa.

Membicarakan perselisihan semacam itu yang terjadi di antara para Sahabat Nabi akan menyebabkan sikap mencela salah satu pihak atau bahkan keduanya. Padahal mencela Sahabat Nabi menyebabkan laknat Allah.

مَنْ سَبَّ أَصْحَابِي، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ

Barangsiapa yang mencela para Sahabatku, maka baginya laknat Allah, Malaikat, dan manusia seluruhnya (H.R atThobarony, dihasankan Syaikh al-Albany dalam Shahihul Jami’).

Kemudian perlu dijelaskan kepada kaum muslimin bahwa perang yang terjadi antara Ali dengan Muawiyah bukanlah karena berebut kekuasaan atau karena salah satu pihak merasa lebih utama dibandingkan yang lain. Namun karena perbedaan ijtihad di antara mereka. Sebagaimana hal ini nampak jelas dari ucapan Muawiyah yang dinukil oleh al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolaaniy dalam Fathul Baari:

>وقد ذكر يحيى بن سليمان الجعفي أحد شيوخ البخاري في كتاب صفين في تأليفه بسند جيد عن أبي مسلم الخولاني انه قال لمعاوية أنت تنازع عليا في الخلافة أو أنت مثله قال لا وأني لأعلم أنه أفضل مني وأحق بالأمر ولكن ألستم تعلمون أن عثمان قتل مظلوما وأنا بن عمه ووليه أطلب بدمه

Dan Yahya bin Sulaiman al-Ju’fi salah seorang syaikh (guru) al-Bukhari dalam kitabnya Shiffiin menyebutkan dengan sanad yang jayyid dari Abu Muslim al-Khoulaaniy bahwasanya beliau bertanya kepada Muawiyah: Anda berselisih dengan Ali dalam hal kekhilafahan atau anda (merasa) setara dengan beliau? Muawiyah berkata: Tidak. Aku sungguh tahu bahwasanya beliau (Ali) lebih utama dibandingkan aku dan lebih berhak untuk memerintah (menjadi pemimpin). Akan tetapi, bukankah kalian mengetahui bahwa Utsman telah terbunuh secara dzhalim sedangkan aku adalah putra pamannya dan walinya, maka aku meminta (hak terkait) darahnya (agar pembunuhnya (segera) dihukum secara Islam, pent)(Fathul Baari syarh Shahih al-Bukhari libni Hajar (13/86)).

Ali bin Abi Tholib adalah Sahabat Nabi yang mulya, dan beliau adalah manusia terbaik pada umat Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam setelah Abu Bakr, Umar, dan Utsman. Tidak perlu disebutkan keutamaan beliau yang berlimpah di jawaban ini karena kita sudah mengetahuinya. Bahkan bisa jadi pengetahuan kita tentang keutamaan Ali masih jauh lebih sedikit dibandingkan keutamaan-keutamaan yang sebenarnya beliau miliki.

Muawiyah adalah Sahabat Nabi, penulis wahyu, dan yang didoakan oleh Nabi:

اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ هَادِياً مَهْدِيّاً وَاهْدِهِ وَاهْدِ بِهِ

Ya Allah jadikanlah dia sebagai pemberi petunjuk dan yang mendapatkan petunjuk. Berilah ia petunjuk dan jadikan petunjuk dengannya (H.R alBukhari dalam Tarikhul Kabiir dinyatakan sanadnya shahih oleh Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syinqithy).

Abdullah bin al-Mubarak (salah seorang guru al-Bukhari) menyatakan:

معاوية عندنا مِحْنة، فمن رأيناه ينظر إليه شزَراً اتهمناه على القوم

Muawiyah di sisi kami adalah ujian. Barangsiapa yang kami lihat memandang Muawiyah dengan kemarahan, kami curigai (sikapnya) terhadap para Sahabat Nabi.

Abdullah bin al-Mubarok ditanya oleh seseorang tentang Muawiyah, kemudian beliau menyatakan:

ما أقول في رجل قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : سمع الله لمن حمده. فقال خلفه : ربَّنا ولك الحمد

Apa yang aku akan katakan terhadap seseorang yang Rasulullah shollallahu alaihi wasallam mengucapkan “Sami’allahu liman hamidah”, kemudian dia mengucapkan di belakang beliau: “Robbanaa wa lakal hamdu”

Beliau ditanya juga tentang siapa yang lebih utama Umar bin Abdil Aziz atau Muawiyah?

Abdullah bin al-Mubarok (guru al-Imam al-Bukhari) menjawab:

>لتراب في منخري معاوية مع رسول الله صلى الله عليه وسلم خير وأفضل من عمر بن عبد العزيز

Sungguh satu debu pada hidung Muawiyah saat bersama Rasulullah shollallahu alaihi wasallam lebih baik dan lebih utama dibandingkan Umar bin Abdil Aziz (al-Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Katsir (8/148)).

✅Apa benar Saudi membantu Amerika menyerang ISIS dan ini menunjukkan kekafiran Saudi?

Jawaban:

Jika seandainya ISIS adalah muslim yang baik dan tidak menyakiti serta mengkafirkan sesamanya, maka haram memerangi mereka. Namun jika ISIS adalah Khawarij yang menghalalkan darah sesama muslim, bahkan pemimpinnya bersumpah untuk menghancurkan Ka’bah, maka wajib memerangi mereka sesuai dengan ketentuan syar’i. Para Ulama berbeda pendapat tentang keadaan Khawarij. Sebagian Ulama berpendapat bahwa Khawarij sudah sampai pada taraf kafir. Sebagian lagi menyatakan belum sampai pada taraf kafir. Tapi yang jelas, Khawarij diperintahkan untuk diperangi berdasarkan hadits-hadits Nabi. Nabi shollallahu alaihi wasallam menyatakan:

لَئِنْ أَنَا أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ

Kalau seandainya aku bisa menjumpai mereka (Khawarij), sungguh aku akan perangi mereka sebagaimana penumpasan terhadap (kaum) Aad (H.R al-Bukhari dan Muslim)

ISIS bertekad untuk menghancurkan Ka’bah dan membunuh kaum muslimin yang tidak mau berbaiat kepada mereka, maka ia telah menebar ancaman terhadap keamanan bagi seluruh kaum muslimin di sekelilingnya.

Meminta pertolongan kepada orang kafir yang mampu untuk memberikan perlindungan keamanan adalah diperbolehkan. Sebagaimana dulu saat Nabi pulang dari Thaif (sebelum hijrah) beliau meminta perlindungan kepada Muth’im bin Adi yang masih musyrik agar beliau bisa masuk kembali ke Makkah secara aman dan beribadah di Ka’bah. Akhirnya Muth’im bin Adi bersama beberapa anak laki-lakinya berjaga dengan membawa pedang menjamin keamanan Rasulullah shollallahu alaihi wasallam yang sedang beribadah di Ka’bah agar tidak diganggu oleh kaum musyrikin lainnya. Kisah ini disebutkan dalam as-Siroh anNabawiyyah karya Ibnu Katsir (2/154)).

Sehingga pernyataan bahwa jika Saudi membantu memerangi ISIS maka Saudi kafir, itu adalah pernyataan yang tidak benar. Justru ISIS adalah Khawarij yang harus diperangi oleh kaum muslimin sesuai aturan syar’i, tidak gegabah dan main hakim sendiri, di bawah arahan Waliyyul Amri muslim.

✅Mohon penjelasan makna Thoghut yang benar

Jawaban:

Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah rahimahullah menjelaskan makna Thaghut dengan merangkum penjelasan para Ulama sebelumnya:

والطاغوت كل ما تجاوز به العبد حده من معبود أو متبوع أو مطاع

Thaghut adalah segala yang diperlakukan melampaui batas dalam hal diibadahi, diikuti, atau ditaati (I’laamul Muwaqqi’iin (1/50)).

Beribadah itu harusnya hanya kepada Allah. Barangsiapa yang menyembah selain Allah maka ia telah menyembah Thaghut. Atau, dari sisi perbuatannya ia telah memperlakukan sesuatu yang disembah itu sebagai Thaghut.

Ulama diikuti selama sesuai dengan al-Quran dan Sunnah. Barangsiapa yang mengikuti seorang Ulama secara melampaui batas, ikut pasrah sepenuhnya tidak peduli apakah sesuai dengan al-Quran dan as-Sunnah atau tidak, bahkan ketika jelas menyelisihi al-Quran dan as-Sunnah ia tetap tidak mau tahu, tetap mengedepankan pendapat Ulama tersebut, maka ia telah memperlakukan Ulama itu sebagai Thaghut.

Pemerintah diikuti jika tidak memerintahkan kepada hal yang dilarang Allah. Apabila pemerintah memerintahkan kepada kemaksiatan, kemudian seseorang mengikuti perintah itu dengan sukarela, tidak ada unsur kebencian dan pengingkaran dalam hati, padahal dalam hal yang diperintahkan itu jelas-jelas melanggar al-Quran dan Sunnah Nabi yang diketahuinya, dan sebenarnya ia bisa meninggalkannya dengan mudah, maka ia telah memperlakukan pemimpin itu sebagai Thaghut.

Namun sebaliknya, mentaati pemerintah muslim dalam hal yang tidak bertentangan dengan syariat, atau bahkan sesuatu yang secara asal hukumnya mubah, menjadi wajib ketika diperintahkan oleh pemerintah. Bahkan termasuk ibadah mentaati pemerintah dalam hal itu, yang bisa menyebabkan seseorang masuk Jannah (Surga).

اتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ وَصَلُّوا خَمْسَكُمْ وَصُومُوا شَهْرَكُمْ وَأَدُّوا زَكَاةَ أَمْوَالِكُمْ وَأَطِيعُوا ذَا أَمْرِكُمْ تَدْخُلُوا جَنَّةَ رَبِّكُمْ

Bertakwalah kepada Allah Tuhan kalian, dan sholatlah 5 waktu, puasalah di bulan kalian (Ramadhan), tunaikan zakat harta, dan taatilah pemimpin kalian, niscaya kalian masuk Jannah (milik) Tuhan kalian (H.R atTirmidzi)