di tulis oleh al ustadz Abu Utsman Kharisman
Nikmat dari Allah, Keselamatan Manusia dalam Pelayaran di Lautan
✅Ayat Ke-41 Surat Yaasin
وَءَايَةٞ لَّهُمۡ أَنَّا حَمَلۡنَا ذُرِّيَّتَهُمۡ فِي ٱلۡفُلۡكِ ٱلۡمَشۡحُونِ
Arti Kalimat: Dan salah satu tanda (Kekuasaan Allah) bagi mereka adalah Kami angkut keturunan (jenis mereka) dalam kapal yang penuh muatan
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala mengingatkan nikmat yang diberikan kepada mereka dan kekuasaan Allah bahwa Dia telah menyelamatkan keberlangsungan hidup manusia dengan mengangkutkan Nabi Nuh dan orang-orang yang beriman bersamanya ke dalam kapal/ bahtera yang penuh muatan agar diselamatkan dari banjir bandang yang sangat besar. Allahlah yang memerintahkan kepada Nabi Nuh untuk membuat kapal itu dan kemudian mengangkut manusia serta binatang-binatang dan tumbuh-tumbuhan yang berpasang-pasangan.
فَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِ أَنِ اصْنَعِ الْفُلْكَ بِأَعْيُنِنَا وَوَحْيِنَا فَإِذَا جَاءَ أَمْرُنَا وَفَارَ التَّنُّورُ فَاسْلُكْ فِيهَا مِنْ كُلٍّ زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ وَأَهْلَكَ إِلَّا مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ الْقَوْلُ مِنْهُمْ وَلَا تُخَاطِبْنِي فِي الَّذِينَ ظَلَمُوا إِنَّهُمْ مُغْرَقُونَ
Lalu Kami wahyukan kepadanya: Buatlah perahu di bawah pengawasan dan wahyu Kami. Maka apabila telah datang perintah Kami dan tanur telah memancarkan air, maka masukkanlah ke dalam kapal itu sepasang dari tiap-tiap (jenis) dan juga keluargamu, kecuali orang yang telah lebih dahulu ditetapkan (akan menimpa adzab) di antara mereka. Dan janganlah engkau berbicara kepadaKu tentang orang-orang yang dzhalim, karena sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan (Q.S al-Mu’minuun ayat 27)
Sebagian Ulama Tafsir menjelaskan bahwa makna “dzurriyatahum” adalah leluhur/ nenek moyang mereka. Namun, hal ini tidaklah dikenal dalam bahasa Arab, menurut Ibnu Athiyyah dalam Tafsirnya: al-Muharror al-Wajiiz. Pendapat ini juga diikuti oleh Syaikh Ibn Utsaimin, bahwa yang benar maksud dari dzurriyatahum adalah keturunan dari jenis mereka. Di antara jenis kita sebagai manusia adalah Nabi Adam dan Nabi Nuh alaihissalam. Allah selamatkan keturunan mereka yang tentunya berakibat terselamatkannya keturunan orang-orang setelahnya. Namun, untuk manusia yang sejaman dengan Nabi Nuh, hanya keturunan Nabi Nuh saja yang tetap ada hingga saat ini. Sebagaimana firman Allah:
وَلَقَدْ نَادَانَا نُوحٌ فَلَنِعْمَ الْمُجِيبُونَ (75) وَنَجَّيْنَاهُ وَأَهْلَهُ مِنَ الْكَرْبِ الْعَظِيمِ (76) وَجَعَلْنَا ذُرِّيَّتَهُ هُمُ الْبَاقِينَ (77)
Sungguh Nuh telah menyeru Kami, maka sebaik-baik yang menjawab seruan (adalah Kami). Dan Kami telah menyelamatkannya dan pengikutnya dari bencana yang besar. Dan Kami jadikan keturunannya orang-orang yang tetap ada (Q.S ash-Shoffaat ayat 75-77)
Diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas radhiyallahu anhu menyatakan:
لَمْ تَبْقَ إِلَّا ذُرِّيَّةُ نُوْحٍ عَلَيْهِ السَّلاَم
Tidaklah tersisa kecuali keturunan Nuh ‘alaihissalaam (riwayat atThobariy dalam Tafsirnya)
✅Ayat Ke-42 Surat Yaasin
وَخَلَقۡنَا لَهُم مِّن مِّثۡلِهِۦ مَا يَرۡكَبُونَ
Arti Kalimat: dan Kami ciptakan untuk mereka yang serupa dengannya (kapal) yang bisa mereka naiki
Allah menjelaskan dalam ayat ini nikmat pengajaran cara membuat alat transportasi bagi manusia yang bermanfaat untuk dikendarai berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Sama saja apakah dari daratan ke daratan lain, atau dari daratan dengan menyeberangi lautan. Karena alat transportasi yang Allah ajarkan cara pembuatannya kepada manusia bisa berupa alat transportasi laut, darat, maupun udara.
Di antara alat transportasi itu ada yang memang Allah ciptakan tanpa campur tangan manusia, seperti unta, kuda, keledai. Ada juga yang baru bisa dimanfaatkan dengan proses pengerjaan manusia. Namun, bagaimanapun, alat transportasi itu tidaklah bisa dirakit dan dibuat kecuali karena Allah mengajarkannya dan menakdirkannya. Karena itu, dalam ayat ini disebut dengan kalimat: wa kholaqnaa lahum (dan Kami ciptakan untuk mereka).
Jika ada pertanyaan: Bukankah dalam ayat ini Allah menjelaskan dengan kata : “min mitslihi” (yang serupa dengannya). Artinya, Allah ciptakan serupa dengan kapal yang dibuat Nabi Nuh. Berarti ayat ini hanya menunjukkan nikmat Allah dalam penciptaan transportasi laut saja. Mengapa penjelasannya juga mengarah pada nikmat transportasi secara umum? Karena kalau transportasi lain, tidak bisa kita katakan: “yang serupa” dengannya.
Jawabannya adalah: penyebutan kata “yang serupa” tidak mengharuskan keserupaan persis dalam segala segi. Bukankah Allah menyebut penciptaan bumi serupa dengan penciptaan langit, dalam firmanNya:
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ
Allahlah Yang Menciptakan tujuh langit dan pada bumi semisal dengannya…(Q.S atTholaaq ayat 12)
Kesamaan yang disebut dalam ayat itu hanyalah dalam hal jumlah, yaitu sama-sama tujuh lapis. Tapi dalam hal bentuk dan sifat-sifat lain, bumi dan langit memiliki perbedaan yang sangat banyak. Sebagaimana penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin.
Para Ulama Salaf, juga menafsirkan ayat ini tidak hanya alat transportasi laut saja. Sebagaimana penafsiran Íkrimah, Mujahid, dan al-Hasan bahwa yang dimaksud adalah unta (sebagai alat transportasi darat).
Namun, konteks kalimat pada ayat berikutnya di ayat ke-43 menunjukkan bahwa secara lebih khusus, pembicaraan terkait dengan alat transportasi air. Karena Allah di ayat ke-43 mengisahkan tentang Kemahakuasaan Allah untuk menenggelamkan mereka. Sedangkan ‘tenggelam’ tidaklah terjadi kecuali di dalam air.
✅Ayat Ke-43 Surat Yaasin
وَإِن نَّشَأۡ نُغۡرِقۡهُمۡ فَلَا صَرِيخَ لَهُمۡ وَلَا هُمۡ يُنقَذُونَ
Arti Kalimat: Dan jika Kami kehendaki, Kami (bisa) tenggelamkan mereka sehingga tidak ada lagi penolong dan mereka tidak terselamatkan
Para Ulama tafsir menjelaskan bahwa makna shoriikh adalah mughiits yaitu ‘penolong dalam kondisi genting’.
Allah ingatkan nikmat kepada manusia, bahwa Allah Maha Mampu menenggelamkan mereka di tengah lautan saat mereka sedang menaiki bahtera. Jika Allah berkehendak menenggelamkan mereka, maka tidak ada yang mampu menghalangi kehendak Allah itu terjadi. Merekapun tidak akan terselamatkan.
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah memiliki Sifat masyi-ah (kehendak). Ayat ini juga memberikan faidah bahwa jika Allah menghendaki keburukan menimpa suatu kaum, maka tidak akan ada yang bisa menghalangi atau menolaknya.
Di dalam ayat yang lain Allah mengingatkan bahwa Allah Maha Mampu untuk membuat bahtera terdiam di tengah laut dan tidak bisa bergerak.
إِنْ يَشَأْ يُسْكِنِ الرِّيحَ فَيَظْلَلْنَ رَوَاكِدَ عَلَى ظَهْرِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ
Jika Dia menghendaki, tiupan angin terhenti sehingga kapal itu diam di atasnya (lautan). Sesungguhnya yang demikian itu adalah tanda-tanda bagi setiap orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur (Q.S asy-Syuuro ayat 33)
(disarikan dari Tafsir Yasin libni Utsaimin halaman 156-157)
✅Ayat Ke-44 Surat Yaasin
إِلَّا رَحۡمَةٗ مِّنَّا وَمَتَٰعًا إِلَىٰ حِينٖ
Arti Kalimat: Kecuali rahmat dari Kami dan pemberian kesempatan menikmati hidup hingga waktu yang ditentukan
Sesungguhnya jika seseorang bisa berlayar dengan selamat hingga tujuan, tidaklah itu tercapai kecuali karena rahmat (kasih sayang) dari Allah. Dan Allah masih memberi kesempatan baginya menikmati hidup di dunia hingga sampai waktu ketentuan ajalnya.
Di dalam ayat ini terkandung salah satu Sifat Allah, yaitu rahmat (Kasih Sayang).
Ayat ini seharusnya mengingatkan kita bahwa jika kita selamat dari suatu marabahaya yang besar sesungguhnya itu terjadi karena rahmat Allah, bukan karena kelihaian dan ketangguhan kita menghindari bahaya tersebut. Kalaupun kita masih selamat, janganlah berfoya-foya dan lupa diri, ingatlah sesungguhnya kita masih diberi kesempatan hidup menikmati dunia dan harus dimanfaatkan untuk banyak beribadah kepada Allah, karena nantinya ada ketetapan waktu ajal bagi kita yang tidak mungkin bisa kita hindari.
(disarikan dari Tafsir Yaasin libni Utsaimin halaman 158).
(dikutip dari buku “Menggali Kandungan Makna Surat Yasin”, Abu Utsman Kharisman)