Di sela-sela suasana damai menjelang buka puasa di Masjid Nabawi, saya teringat suatu kejadian di dekatnya.
Sebuah peristiwa yang mengguncang suasana damai yang sarat persaudaraan. Saat kaum muslimim berbuka puasa pada 29 Ramadhan 1437 H, sebuah ledakan menggelegar dari arah selatan Masjid Nabawi. Ledakan itu diiringi oleh kobaran api dan kepulan asap hitam yang membubung ke langit. Tak pelak, kepanikan pun tiba-tiba merebak di sekitar tempat kejadian. Kecemasan dan penasaran menyelimuti para pengunjung Masjid Nabawi yang tengah berbuka puasa. Apa gerangan yang terjadi sehingga membuat sirna rasa damai dan aman kaum muslimin?
Ternyata, sebuah aksi bom bunuh diri telah terjadi. Kejam, sadis, dan bodoh. Begitu tega pelakunya melakukan aksi tersebut di tengah-tengah komunitas muslimin yang damai dan sedang melaksanakan salah satu ibadah mulia, berbuka puasa. Setelah melakukan puasa sepanjang siang dengan lapar dan dahaga, saat yang ditunggu telah tiba. Azan maghrib dikumandangkan. Itulah saat seorang muslim yang berpuasa meraih kesenangan, seperti yang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam janjikan,
“Orang yang berpuasa mendapatkan dua kebahagiaan, (yaitu) saat berbuka puasa dan saat berjumpa dengan Rabbnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Akan tetapi, saat itu suasana gembira justru berubah menjadi kesedihan dan kecemasan. Apa sebabnya? Akibat aksi bom bunuh diri.
Benar-benar aksi yang bodoh. Apabila pelaku bom bunuh diri adalah seorang muslim sejati, tidakkah masih tersisa ingatan dalam pikirannya tentang kesucian kota Madinah, kesucian bulan Ramadhan, dan terhormatnya nyawa seorang muslim?
Memang, teroris Khawarij tidak lepas dari sifat yang disebutkan oleh Nabi “sufaha al-ahlam” (bodoh akalnya), “yaqra’unal qur’an la yujawizu hanajirahum” (mereka membaca al-Qur’an, tetapi tidak melewati tenggorokan mereka). (HR. Muslim)
Maksudnya, mereka sekadar membaca, tanpa memahami dengan benar maknanya.
Itulah dua sifat yang sangat menonjol pada mereka sepanjang masa.
Celaka! Tidakkah pelaku bom bunuh diri tahu bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
“Barang siapa berniat jahat terhadap penduduk negeri ini (Madinah), Allah akan melelehkannya sebagaimana garam dalam air.” (HR. Muslim)
Tidakkah dia tahu bahwa bunuh diri hukumnya haram, apapun niatnya, dan pelakunya diancam masuk neraka?! Na’udzu billah min dzalik.
Usai kejadian, para ulama Arab Saudi segera mengecam aksi tersebut dengan mengatakan bahwa para pelakunya adalah Khawarij dan telah menanggalkan semua kesucian.
Akibat kejadian tersebut empat orang aparat keamanan wafat—semoga Allah menjadikan mereka sebagai syahid—dan beberapa yang lain terluka. Salah seorang korban yang selamat dari kematian adalah Husam as-Subhi.
Husam as-Subhi berkisah bahwa pelaku bom bunuh diri itu bertanya kepada teman-temannya, aparat keamanan, tentang jalan menuju Masjid Nabawi, sembari membawa semacam karton. Teman-temannya menyangka bahwa karton itu berisi makanan untuk berbuka puasa. Setelah dijawab, dia diajak buka bersama oleh para penjaga keamanan yang tengah menggelar taplak plastik untuk menyiapkan hidangan buka puasa.
Akan tetapi, pelaku bom bunuh diri itu menolak. Dia justru dia berjalan dengan cepat ke arah Masjid Nabawi. Perbuatannya mengusik rasa curiga sehingga dia dihalangi. Saat itulah dia meledakkan dirinya. Sungguh kejam perbuatannya: menipu, mengkhianati, membunuh, dan membalas kebaikan dengan kejahatan.
Kini Husam as-Subhi buta akibat ledakan bom yang jahat tersebut. Akan tetapi, ia tidak bersedih, tetapi justru berbangga. Dia menuturkan, “Alhamdulillah atas takdir Allah, kebahagiaanku sangat besar. Sebab, Allah memberikan taufik-Nya kepada kami untuk menyelamatkan ribuan muslimin dari kejahatan teroris yang sesat, yang tidak lagi menghargai kesucian tempat dan waktu.”
Pada waktu yang berdekatan, terjadi pula peledakan di kota Jeddah dan Qotif. Segala puji tetap milik Allah. Pemerintah Arab Saudi segera meringkus jaringan teroris Khawarij tersebut sehingga tertangkaplah sembilan belas orang.
Kejahatan teror Khawarij ini bukan yang pertama kali terjadi di negeri Wahabi Arab Saudi. Negeri ini telah lama menjadi incaran dan sasaran serangan mereka karena para ulamanya sangat antipati terhadap ideologi teroris. Sejak lama para teroris Khawarij memusuhi, bahkan mengkafirkan pemerintah dan ulama negeri Wahabi ini. Pada 13/11/1995 M, mereka melakukan serangan bom waktu di kampung Ulayya, kota Riyadh, dengan sasaran kedutaan Amerika dan menelan cukup banyak korban.
Para ulama negeri ini—ulama salafi Wahabi—sangat keras mengecam tindakan tidak berperikemanusiaan tersebut. Keluarlah pernyataan Dewan Ulama Besar Kerajaan Arab Saudi, yang ditandatangani oleh beberapa ulama salafi Wahabi terkemuka, seperti Syekh Bin Baz, Syekh Ibnu Utsaimin dan Syekh al-Fauzan. Di antara isi pernyataan tersebut adalah:
“Oleh karena itu, Dewan Ulama Besar menetapkan bahwa perbuatan jahat ini merupakan perbuatan dosa, kejahatan yang sangat keji, dan bentuk sikap khianat lagi menipu, serta menanggalkan kehormatan agama, jiwa, harta benda, keamanan dan ketenteraman. Tidak ada yang melakukannya kecuali jiwa yang jahat, penuh dengan kedengkian, khianat, sifat hasad, melampaui batas dan permusuhan, serta benci terhadap kehidupan dan kebaikan.
Kaum muslimin tidak berbeda pendapat tentang haram lagi kejinya kejahatan tersebut dan besar dosanya. Ayat maupun hadits yang menerangkan perbuatan jahat ini dan yang semisalnya banyak jumlahnya dan telah diketahui.”
Pernyataan semakna denganya selalu mereka ungkapkan pada berbagai kesempatan saat terjadi hal yang serupa.
Sayang, ternyata kejadian semisalnya tidak hanya menyasar negeri tauhid Arab Saudi. Sekian tahun berikutnya, terjadi di negeri kita, Indonesia; terhitung sejak bom Bali, kejadian-kejadian teror yang lain menyusulnya, dan terakhir – semoga benar-benar berakhir – rentetan kejadian dalam dua pekan terakhir berupa kericuhan dan pembunuhan terhadap lima orang anggota densus dalam Rutan napiter cabang Salemba di Mako Brimob (Selasa hingga Rabu malam, 8-9/5/2018), bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya (Ahad, 13/5/2018), ledakan bom di Rusun Wonocolo, Sidoarjo (Ahad malam 13/5/2018), bom bunuh diri di Mapolrestabes Surabaya (Senin, 14/5/2018), dan penyerangan terhadap polisi di Mapolda Riau, Pekanbaru (Rabu 16/5/2018).
Masyarakat berduka. Kaum muslimin Indonesia mengecam aksi tersebut dan menyakini bahwa Islam berlepas diri dari aksi jahat itu.
Tak disangka, ternyata ulama salafi Wahabi di Arab Saudi pun turut mengecam keras tindakan kejam dan sadis itu. Semoga Allah membalasi kepedulian kalian dengan kebaikan, wahai para ulama.
Situs resmi Pemerintah Arab Saudi memuat pernyataan tersebut:
“Sekretariat Jenderal Dewan Ulama Senior mengutuk keras bom bunuh diri yang terjadi di Indonesia dengan sasaran tiga gereja dan menyatakan hal itu sebagai kejahatan yang sangat keji, sekaligus sebagai bentuk kezaliman dan sikap melampaui batas yang telah diharamkan oleh syariat Islam, dan para pelakunya dinyatakan sebagai pelaku kejahatan.
Agama Islam berlepas diri dari aksi-aksi kejahatan seperti ini karenamengandung banyak keharaman, antara lain:
● pengkhianatan,
● penipuan,
● sikap melampaui batas,
● kejahatan,
● dan membuat takut orang-orang yang sedang dalam kondisi aman.
Sekretariat Jenderal Dewan Ulama Senior menekankan kembali bahwa Islam mengharamkan terorisme dan menganggap pelakunya sebagai pelaku kejahatan. Semua itu adalah pengerusakan dan kejahatan murni yang ditentang oleh syariat Islam dan fitrah manusia, sebagaimana yang dikandung oleh keumuman firman Allah,
وَإِذَا تَوَلَّىٰ سَعَىٰ فِي الْأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَاد
“Jika dia berpaling (dari kalian), dia akan berjalan di muka bumi untuk melakukan kerusakan padanya serta membinasakan berbagai tanaman dan hewan-hewan ternak, dan Allah tidak menyukai kerusakan.” (al-Baqarah: 205)
Dewan Ulama Senior Kerajaan Arab Saudi melalui Sekretariat Jenderal telah mengeluarkan sejumlah pernyataan dan keputusan resmi terkait berbagai aksi terorisme, terlepas dari kewarganegaraan atau latar belakang agama para korbannya.
Sesungguhnya kehormatan darah manusia dan keharaman membuat takut orang-orang yang sedang dalam kondisi aman merupakan suatu perkara yang telah jelas dan pasti (keharamannya) dalam agama Islam. Sungguh, para ulama Islam telah ijma (konsesus) bahwa terorisme adalah kejahatan dan kejelekan yang harus diperangi dan ditumpas hingga ke akar-akarnya.
Sekretariat Jenderal Dewan Ulama Senior juga menegaskan bahwa kejahatan terorisme wajib diperangi dan para pelakunya pantas mendapatkan hukuman berat yang memberi efek jera. Begitu pula, menjadikan tempat-tempat ibadah sebagai sasaran teror atau membuat takut orang-orang yang dalam kondisi aman adalah perbuatan yang diharamkan dalam syariat Islam berdasarkan dalil-dalil yang qath’i (tegas).
Sekretariat Jenderal Dewan Ulama Senior Kerajaan Arab Saudi
(www.spa.gov.sa/1765524 dengan terjemahan WA Majmuah Manhajul Anbiya)
Sebagai putra Indonesia, saya mengucapkan banyak terima kasih atas kepedulian Anda, wahai para ulama salafi Wahabi, terhadap musibah yang menimpa kami di Indonesia. Semoga Allah memberi balasan kebaikan kepada Anda semua, yang konsisten menentang terorisme dan aksi teroris.
Ditulis oleh: Qomar ZA.
Madinah Nabawiyah, semoga Allah selalu menjaganya.
9 Ramadhan 1439 H (25 Mei 2018 M)
http://serambiharamain.com/wahabi-itu-antiterorisme/