Sunnahnya makan di hari Ied

Sunnahnya makan di hari Ied

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

KAPAN DISUNAHKAN MAKAN PADA HARI IDUL FITRI DAN IDUL ADHA ?

Dari Anas Radliallahu anhu, ia berkata :
(Yang artinya) : “ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pergi (ke tanah lapang) pada hari Iedhul Fitri hingga beliau makan beberapa butir kurma”. [Hadits Riwayat Bukhari 953, Tirmidzi 543, Ibnu Majah 1754 dan Ahmad 3/125, 164, 232]
Berkata Imam Al Muhallab :
” Hikmah makan sebelum shalat (Idul Fithri) adalah agar orang tidak menyangka masih diharuskan puasa hingga dilaksankan shalat Id, seolah-olah beliau ingin menutup jalan menuju ke sana” [Fathul Bari 2/447, lihat di dalam kitab tersebut ucapan penulis tentang hikmah disunahkannya makan kurma]

Dari Buraidah Radliallahu anhu ia berkata :
(Yang artinya) : “ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak keluar pada hari Idul Fitri hingga beliau makan, sedangkan pada hari Raya Kurban beliau tidak makan hingga kembali (dari mushalla) lalu beliau makan dari sembelihannya” [Diriwayatkan Tirmidzi 542, Ibnu Majah 1756, Ad-Darimi 1/375 dan Ahmad 5/352 dan isnadnya hasan]
Al-Allamah Ibnul Qoyyim berkata :
“Adapun dalam Idul Adha, beliau tidak makan hingga kembali dari Mushalla, lalu beliau makan dari hewan kurbannya” [Zadul Ma’ad 1/441]

Al-Alamah Asy Syaukani menyatakan [Dalam Nailul Authar 3/357] :
“Hikmah mengakhirkan makan pada Idul Adha adalah karena hari itu disyari’atkan menyembelih kurban dan makan dari kurban tersebut, maka bagi orang yang berkurban disyariatkan agar berbukanya (makan) dengan sesuatu dari kurban tersebut. Ini dikatakan oleh Ibnu Qudamah” [Lihat Al-Mughni 2/371]

Berkata Az-Zain Ibnul Munayyir [Lihat Fathul Bari 2/448] : “Makanya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada masing-masing Id (Idul Fithri dan Idul Adha) terjadi pada waktu disyariatkan untuk mengeluarkan sedekah khusus dari dua hari raya tersebut, yaitu mengeluarkan zakat fithri sebelum datang ke mushalla dan mengeluarkan zakat kurban setelah menyembelihnya”.

(Dikutip dari Ahkaamu Al’ Iidaini Fii Al-Sunnah Al-Muthahharah, edisi Indonesia Hari Raya Bersama Rasulullah, oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari, Pustaka Al-Haura’, penerjemah Ummu Ishaq Zulfa Hussein)