Peperangan memanglah tipu daya. Maka strategi menjadi salah satu faktor kunci untuk memenanginya. Tak terkecuali apa yang dilakukan kaum muslimin dalam perang Ahzab ini. Dengan pertolongan Allah Subhanahuwata’ala kemudian muslihatnya yang jitu, mereka berhasil memorakporandakan barisan pasukan koalisi musyrikin dan Yahudi.
Muslihat Nu’aim bin Mas’ud radhiyallahu anhu
Allah Subhanahuwata’ala segala puji hanya milik Allah Subhanahuwata’ala berbuat apa saja yang Dia kehendaki. Dialah yang menghancurkan persekutuan musuh-musuh-Nya, menghinakan dan melemahkan kekuatan mereka.
Di antara yang Allah Subhanahuwata’ala jadikan sebab kehancuran mereka adalah, datangnya seorang laki-laki Ghathafan bernama Nu’aim bin Mas’ud bin ‘Amir radhiyallahu anhu. Dia datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya telah masuk Islam. Perintahkanlah saya berbuat sesuatu apa yang anda inginkan.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya: “Engkau hanya sendirian. Lakukanlah muslihat untuk kami semampumu, karena perang itu adalah tipu daya.”
Dengan segera Nu’aim berangkat menuju perkampungan Bani Quraizhah, dan dia adalah teman mereka di masa jahiliah. Nu’aim masuk ke perkampungan mereka sementara mereka tidak mengetahui keislamannya. Kemudian dia berkata: “Wahai Bani Quraizhah, sesungguhnya kalian telah memerangi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam , sedangkan orang-orang Quraisy kalau mereka dapat kesempatan tentulah mereka manfaatkan. Jika tidak, niscaya mereka akan segera kembali ke kampung halaman mereka dan membiarkan kalian menghadapi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sudah tentu dia akan menghabisi kalian.”
Mereka bertanya: “Lantas apa yang harus kami lakukan, wahai Nu’aim?”
Kata Nu’aim: “Kalian jangan mau berperang bersama Quraisy sampai mereka memberi jaminan.” Mereka pun berkata: “Sungguh, engkau sudah memberikan saran yang tepat.”
Selanjutnya, Nu’aim datang menemui orang-orang Quraisy, katanya kepada mereka: “Kalian sudah tahu kecintaanku kepada kalian, juga nasihat-nasihatku.” Kata mereka: “Benar.”
Kata Nu’aim lagi: “Sebetulnya, orang-orang Yahudi menyesal melanggar perjanjian mereka dengan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Mereka sudah mengirim utusan kepadanya bahwa mereka meminta jaminan dari kalian agar kalian serahkan kepadanya, lantas mereka akan melobi kalian. Maka kalau mereka meminta jaminan kepada kalian, janganlah kalian berikan.”
Setelah itu, dia mendatangi orang-orang Ghathafan dan mengatakan kalimat yang sama dengan yang diucapkannya kepada yang lainnya.
Begitu masuk malam Sabtu bulan Syawwal, pasukan sekutu itu menemui tokoh-tokoh Yahudi dan mengatakan: “Kami bukan penduduk asli di sini, perbekalan dan sepatu khuf kami sudah rusak. Maka, marilah bangkit bersama kami agar kita bisa menumpas Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Mendengar hal ini, orang-orang Yahudi mengatakan: “Sesungguhnya hari ini adalah hari Sabtu. Dan kalian sudah tahu apa yang menimpa para pendahulu kami ketika mereka mengada-adakan sesuatu pada hari itu. Namun demikian, kami juga tidak akan berperang bersama kalian sampai kalian memberi jaminan kepada kami.”
Ketika utusan itu datang menyampaikan hasilnya kepada mereka, orang-orang Quraisy berkata: “Sungguh, benar apa yang dikatakan Nu’aim.” Merekapun mengirim utusan lagi kepada orang-orang Yahudi dan mengatakan: “Sungguh, kami, demi Allah tidak akan menyerahkan apapun kepada kalian. Keluarlah bersama kami sampai dapat menghabisi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Orang-orang Quraizhah berkata pula: “Sungguh, benar apa yang dikatakan Nu’aim.” Lalu keduanya saling mengejek.
Tentara Sekutu Mulai Goyah
Kemudian, pada malam musim dingin yang berat itu Allah Subhanahuwata’ala kirimkan kepada kaum musyrikin tentara berupa angin kencang, yang menerbangkan tenda-tenda dan memorakporandakan peralatan dan bekal mereka. Akhirnya mereka tidak lagi dapat bertahan lama di sana. Sementara tentara Allah Subhanahuwata’ala dari kalangan malaikat menggoncang bumi yang mereka pijak dan melemparkan rasa takut ke dalam hati mereka.
Al-Imam Ahmad radhiyallahu anhu meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Hudzaifah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ رَجُلٌ يَقُومُ فَيَنْظُرَ لَنَا مَا فَعَلَ الْقَوْمُ يَشْتَرِطُ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ يَرْجِعُ أَدْخَلَهُ اللهُ الْجَنَّةَ. فَمَا قَامَ رَجُلٌ، ثُمَّ صَلَّى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَوِيًّا مِنْ اللَّيْلِ، ثُمَّ الْتَفَتَ إِلَيْنَا فَقَالَ: مَنْ رَجُلٌ يَقُومُ فَيَنْظُرَ لَنَا مَا فَعَلَ الْقَوْمُ ثُمَّ يَرْجِعُ؟ يَشْرِطُ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّجْعَةَ: أَسْأَلُ اللهَ أَنْ يَكُونَ رَفِيقِي فِي الْجَنَّةِ. فَمَا قَامَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ مَعَ شِدَّةِ الْخَوْفِ وَشِدَّةِ الْجُوعِ وَشِدَّةِ الْبَرْدِ، فَلَمَّا لَمْ يَقُمْ أَحَدٌ دَعَانِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَكُنْ لِي بُدٌّ مِنْ الْقِيَامِ حِينَ دَعَانِي فَقَالَ: يَا حُذَيْفَةُ، فَاذْهَبْ فَادْخُلْ فِي الْقَوْمِ فَانْظُرْ مَا يَفْعَلُونَ وَلاَ تُحْدِثَنَّ شَيْئًا حَتَّى تَأْتِيَنَا. قَالَ: فَذَهَبْتُ فَدَخَلْتُ فِي الْقَوْمِ وَالرِّيحُ وَجُنُودُ اللهِ تَفْعَلُ مَا تَفْعَلُ لاَ تَقِرُّ لَهُمْ قِدْرٌ وَلاَ نَارٌ وَلاَ بِنَاءٌ، فَقَامَ أَبُو سُفْيَانَ بْنُ حَرْبٍ فَقَالَ: يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ، لِيَنْظُرْ امْرُؤٌ مَنْ جَلِيسُهُ. فَقَالَ حُذَيْفَةُ: فَأَخَذْتُ بِيَدِ الرَّجُلِ الَّذِي إِلَى جَنْبِي فَقُلْتُ: مَنْ أَنْتَ؟ قَالَ: أَنَا فُلاَنُ بْنُ فُلاَنٍ. ثُمَّ قَالَ أَبُو سُفْيَانَ: يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ إِنَّكُمْ وَاللهِ مَا أَصْبَحْتُمْ بِدَارِ مُقَامٍ، لَقَدْ هَلَكَ الْكُرَاعُ وَأَخْلَفَتْنَا بَنُو قُرَيْظَةَ، بَلَغَنَا مِنْهُمُ الَّذِي نَكْرَهُ وَلَقِينَا مِنْ هَذِهِ الرِّيحِ مَا تَرَوْنَ، وَاللهِ مَا تَطْمَئِنُّ لَنَا قِدْرٌ وَلاَ تَقُومُ لَنَا نَارٌ وَلاَ يَسْتَمْسِكُ لَنَا بِنَاءٌ فَارْتَحِلُوا فَإِنِّي مُرْتَحِلٌ. ثُمَّ قَامَ إِلَى جَمَلِهِ وَهُوَ مَعْقُولٌ فَجَلَسَ عَلَيْهِ ثُمَّ ضَرَبَهُ فَوَثَبَ عَلَى ثَلاَثٍ، فَمَا أَطْلَقَ عِقَالَهُ إِلاَّ وَهُوَ قَائِمٌ وَلَوْلاَ عَهْدُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ تُحْدِثْ شَيْئًا حَتَّى تَأْتِيَنِي؛ وَلَوْ شِئْتُ لَقَتَلْتُهُ بِسَهْمٍ. قَالَ حُذَيْفَةُ: ثُمَّ رَجَعْتُ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي مِرْطٍ لِبَعْضِ نِسَائِهِ مُرَحَّلٍ فَلَمَّا رَآنِي أَدْخَلَنِي إِلَى رَحْلِهِ وَطَرَحَ عَلَيَّ طَرَفَ الْمِرْطِ ثُمَّ رَكَعَ وَسَجَدَ وَإِنَّهُ لَفِيهِ فَلَمَّا سَلَّمَ أَخْبَرْتُهُ الْخَبَرَ. وَسَمِعَتْ غَطَفَانُ بِمَا فَعَلَتْ قُرَيْشٌ وَانْشَمَرُوا إِلَى بِلاَدِهِمْ
“Siapa yang mau mencari berita apa yang dilakukan mereka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mensyaratkan bahwa dia harus kembali, niscaya Allah masukkan dia ke dalam surga. Namun tidak ada seorangpun yang berdiri. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat malam itu, lalu menoleh kepada kami: ‘Siapa yang mau mencari berita apa yang dilakukan mereka, kemudian kembali?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mensyaratkan dia harus kembali, ‘Saya mohon kepada Allah agar dia menjadi temanku di dalam surga’.
Namun tidak ada juga yang bangkit berdiri, karena takut dan beratnya rasa lapar serta dingin yang menusuk tulang. Ketika tidak juga ada yang bangkit, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggilku. Tidak ada alasan bagiku untuk tidak berdiri ketika beliau memanggilku. Kata beliau: ‘Hai Hudzaifah, pergilah menyusup ke tengah-tengah mereka dan lihat apa yang mereka lakukan. Jangan kau menceritakan apapun sampai engkau menemuiku.’
Akupun mulai menyusup ke tengah-tengah mereka, sementara angin dan tentara Allah berbuat apa yang dia lakukan, sehingga periuk mereka berantakan. Demikian pula api dan tenda-tenda mereka. Abu Sufyan bin Harb berkata: ‘Wahai bangsa Quraisy, hendaknya setiap orang dari kalian melihat siapa teman duduk di sebelahnya.’
Hudzaifah pun berkata: ‘Akupun segera mencekal tangan orang di sebelahku dan berkata: ‘Siapa engkau?’ Dia berkata: ‘Saya Fulan bin Fulan.’
Kemudian Abu Sufyan berkata: ‘Wahai sekalian Quraisy, sesungguhnya kalian demi Allah tidak berada di tempat yang tetap. Perbekalan sudah hancur dan Bani Quraizhah telah mengingkari (kesepakatan dengan) kita. Sudah sampai kepada kita berita yang tidak kita sukai. Dan kitapun sudah mendapati dari angin kencang ini apa yang kalian lihat. Demi Allah, periuk tidak lagi pada tempatnya, api juga padam dan tenda-tenda kita roboh, maka berangkatlah kalian, karena sesungguhnya aku akan berangkat.’
Setelah itu dia beranjak ke arah tunggangannya yang terikat dan duduk di atasnya. Setelah itu dia memukulnya dan melompat tiga kali, tidaklah dia melepaskan tali penambatnya melainkan dia sudah berdiri. Kalau bukan janji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar ‘Jangan berbuat sesuatu, sampai menemuiku’, kalau aku mau pasti aku panah dia sampai mati.’
Kata Hudzaifah pula: ‘Kemudian aku kembali menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang shalat di kain selimut bergaris milik salah seorang istrinya. Ketika beliau melihatku, beliau memasukkan aku ke dalam kemahnya dan melemparkan ujung selimut itu kemudian rukuk dan sujud sementara beliau di dalamnya. Setelah selesai salam, aku pun menceritakan hasilnya kepada beliau.
Orang-orang Ghathafan yang juga mendengar tindakan Quraisy segera bersiap kembali ke kampung halaman mereka.”
Akhirnya, Allah Subhanahuwata’ala menghalau musuh-musuh-Nya dalam keadaan penuh kejengkelan. Mereka tidak memperoleh keuntungan apapun. Allah Subhanahuwata’ala menghindarkan kaum mukminin dari peperangan. Dia menepati janji-Nya, memuliakan tentara-Nya, menolong hamba-Nya dan menghancurkan pasukan sekutu sendirian. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat kembali ke Madinah serta meletakkan senjata mereka.
Namun Jibril menemui beliau yang sedang mandi di rumah Ummu Salamah dan berkata: “Engkau sudah meletakkan senjatamu? Sesungguhnya para malaikat belum meletakkan senjata mereka. Majulah menyerang mereka ini, yakni Bani Quraizhah. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berseru:
مَنْ كَانَ سَامِعًا مُطِيعًا، فَلَا يُصَلِّيَنَّ الْعَصْرَ إِلاَّ بِبَنِي قُرَيْظَةَ
“Siapa yang mendengar dan taat, maka janganlah dia shalat ‘Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraizhah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu anhu)
Maka berangkatlah kaum muslimin secepatnya, sedangkan persoalan Bani Quraizhah adalah sebagaimana telah kami singgung sebelumnya. Dalam perang Khandaq ini yang gugur sebagai syuhada di kalangan kaum muslimin sekitar sepuluh orang, . (Bersambung, insya Allah)