PENJELASAN SYARHUSSUNNAH LIL MUZANI (BAG 8.a)

PENJELASAN SYARHUSSUNNAH LIL MUZANI (BAG 8.a)

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Ditulis Oleh Ustadz Kharisman

HAKIKAT KEIMANAN

Al-Muzani rahimahullah menyatakan:

وَالْإِيْمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ مَعَ اعْتِقَادِهِ بِالْجَناَنِ قَوْلٌ بِاللِّسَانِ وَعَمَلٌ بِالْجَوَارِحِ وَالْأَرْكَانِ وَهُمَا سَيَّانِ وَنِظَامَانِ وَقَرِيْنَانِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَهُمَا لاَ إِيْمَانَ إِلاَّ بِعَمَلٍ وَلاَ عَمَلَ إِلاَّ بِإِيْمَانٍ وَالْمُؤْمِنُوْنَ فِي اْلإِيْمَانِ يَتَفَاضَلُوْنَ وَبِصَالِحِ الْأَعْمَالِ هُمْ مُتَزَايِدُوْنَ وَلاَ يَخْرُجُوْنَ باِلذُّنُوْبِ مِنَ اْلإِيْمَانِ وَلاَ يَكْفُرُوْنَ بِرُكُوْبِ كَبِيْرَةٍ وَلاَ عِصْيَانٍ وَلاَ نُوْجِبُ لِمُحْسِنِهِمُ الْجِناَنَ بَعْدَ مَنْ أَوْجَبَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلاَ نَشْهَدُ عَلَى مُسِيْئِهِمْ بِالنَّارِ

Dan Iman adalah ucapan dan perbuatan, bersamaan dengan keyakinan dalam hati. (Iman) adalah ucapan dengan lisan dan perbuatan dengan anggota tubuh. Keduanya adalah dua sisi yang melekat tak terpisahkan. Tidak ada iman kecuali dengan amal, dan tidak ada amal kecuali dengan iman. Kaum mukminin bertingkat-tingkat keimanannya. Amalan sholeh meningkatkan keimanan. Tidaklah mengeluarkan dari keimanan (sekedar) perbuatan dosa. Tidaklah (seorang mukmin) dikafirkan dengan melakukan perbuatan dosa besar atau kemaksiatan. Kita tidak memastikan surga bagi orang yang berbuat baik di antara mereka, kecuali yang telah ditetapkan kepastiannya oleh Nabi shollallahu alaihi wasallam. Kita juga tidak mempersaksikan kepastian neraka bagi orang yang berbuat keburukan di antara mereka (kaum muslimin).

PENJELASAN :

Pada bagian ini akan dijelaskan tentang :
1. Definisi Iman
2. Kaitan Iman dan Perbuatan
3. Keimanan bertingkat-tingkat
4. Amal sholeh Meningkatkan Keimanan
5. Sekedar Perbuatan Dosa (Selain Kufur atau Syirik Akbar) Tidak Mengeluarkan Seseorang dari Keimanan
6. Tidak Gegabah dalam Mengkafirkan Seseorang
7. Tidak Memastikan Surga dan Neraka Bagi Orang Tertentu

Definisi Iman
Al-Muzani menyatakan: Dan Iman adalah ucapan dan perbuatan, bersamaan dengan keyakinan dalam hati. (Iman) adalah ucapan dengan lisan dan perbuatan dengan anggota tubuh
Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa Iman harus mencakup keyakinan dalam hati, ucapan, dan perbuatan anggota tubuh.
Dalilnya adalah ayat:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (2) الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (3) أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا

Hanyalah orang yang beriman itu adalah orang-orang yang jika disebut (Nama) Allah, menjadi takut hatinya. Dan jika dibacakan kepadanya ayat-ayatNya bertambahlah keimanannya dan bertawakkal kepada Tuhannya. Yaitu orang – orang yang menegakkan sholat dan menginfakkan sebagian rezeki dari yang Kami berikan kepada mereka. Mereka adalah orang-orang yang benar keimanannya (Q.S al-Anfaal:2-3)
Ayat-ayat ini memberikan beberapa pelajaran tentang keimanan:
1. Keimanan terkait dengan hati, jika disebut Nama Allah menjadi takut hatinya. Mereka (orang yang beriman) bertawakkal kepada Tuhannya.
2. Keimanan terkait dengan ucapan dan perbuatan, seperti menegakkan sholat.
3. Keimanan bisa bertambah dengan ketaatan, seperti jika dibacakan ayat-ayat Allah dan disimak serta dihayati maknanya.
Dalil yang lain, disebutkan dalam hadits :

الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ

Iman itu tujuh puluh atau enam puluh sekian cabang. Yang paling utama adalah ucapan Laa Ilaaha Illallah, yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan (perasaan) malu adalah bagian dari cabang keimanan (H.R Muslim no 51).

Dalam hadits itu dinyatakan contoh cabang keimanan yang terkait dengan hati adalah (perasaan) malu. Cabang keimanan yang terkait dengan ucapan adalah ucapan Laa Ilaha Illallah. Sedangkan menyingkirkan gangguan dari jalan adalah salah satu cabang keimanan yang terkait dengan amal perbuatan (disarikan dari penjelasan Syaikh Ubaid al-Jaabiri).

Sebagian Ulama’ Ahlussunnah dalam kitab-kitab akidah mereka kadangkala mendefinisikan iman sebagai ‘ucapan dan perbuatan’ (qoul wa ‘amal). Maksud dari definisi itu juga mencakup keyakinan hati. Ucapan adalah ucapan hati dan ucapan lisan, sedangkan perbuatan terbagi menjadi perbuatan hati dan perbuatan anggota tubuh. Sehingga, hati mengandung ucapan dan mengandung perbuatan juga.

Apa perbedaan antara ucapan hati dengan perbuatan hati? Syaikh Ubaid al-Jabiri mencontohkan, jika seseorang akan menegakkan sholat ia meyakini dalam hatinya bahwa Allahlah yang mewajibkannya, dan kewajiban itu haq/ benar adanya berasal dari Allah dan Rasul-Nya, maka itu adalah ucapan hati. Sedangkan persiapan hati sebelum melakukan sholat maupun kekhusyukan dalam sholat adalah perbuatan hati.

Dalam hal definisi Iman ini terdapat beberapa kelompok lain yang terpengaruh sisi pemahaman murji’ah, di antaranya:
Kelompok Pertama : Al-Jahmiyyah, berpendapat bahwa iman itu cukup sekedar pengenalan di hati saja. Jika seseorang sudah mengenal Allah, maka ia sudah dianggap beriman. Hal ini adalah keyakinan yang paling batil bahkan kafir. Jika mengenal Allah saja sudah dianggap beriman, maka Iblis dan Fir’aun sudah termasuk beriman berdasarkan definisi ini.

Kelompok Kedua: Iman adalah sekedar ucapan dengan lisan saja. Ini adalah kelompok al-Karromiyyah. Mereka beralasan bahwa dalam al-Qur’an penyebutan orang-orang beriman itu ditujukan juga untuk orang-orang munafik.
Kelompok Ketiga : Iman adalah sekedar pembenaran (at-Tashdiiq) dalam hati.

Kelompok Keempat : Murji’atul Fuqohaa’, di antaranya Imam Abu Hanifah, berpendapat bahwa iman itu adalah keyakinan dalam hati dan ucapan dengan lisan saja. Perbuatan anggota tubuh tidak termasuk dalam hakikat keimanan, hanya saja konsekuensi dari keimanan adalah diwujudkan dalam amal perbuatan.
(disarikan dalam penjelasan Syaikh Sholih bin Abdil Aziz Aalu Syaikh pada Ithaafus Saa-il bimaa fit Thohaawiyyah minal Masaa-il hal 27-29).

Kaitan Iman dengan Perbuatan

Al-Muzani menyatakan: Keduanya (ucapan dan perbuatan) adalah dua sisi yang melekat tak terpisahkan. Tidak ada iman kecuali dengan amal, dan tidak ada amal kecuali dengan iman.
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam telah menyatakan bahwa keimanan kepada Allah adalah amal perbuatan yang paling utama. Dalam sebuah hadits dinyatakan:

عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْأَعْمَالِ أَفْضَلُ قَالَ الْإِيمَانُ بِاللَّهِ وَالْجِهَادُ فِي سَبِيلِهِ

Dari Abu Dzar beliau berkata: Aku berkata: Wahai Rasulullah, amalan apakah yang paling utama? Rasul bersabda: Iman kepada Allah dan berjihad di jalanNya (H.R Muslim no 119)

Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah pernah ditanya:

أَيّ الْأَعْمَال عِنْد اللَّه أَفْضَل ؟

Manakah amalan yang paling utama di sisi Allah
Asy-Syafi’i rahimahullah menjawab:

مَا لَا يُقْبَل عَمَل إِلَّا بِهِ

Sesuatu yang tidaklah amalan (lain) diterima kecuali dengannya
Orang itu bertanya lagi: Apa itu?
Asy-Syafi’i menyatakan:

 

الْإِيمَان بِاَللَّهِ هُوَ أَعْلَى الْأَعْمَال دَرَجَة , وَأَشْرَفهَا مَنْزِلَة وَأَسْنَاهَا حَظًّا

Yaitu Iman kepada Allah. Itu adalah amalan yang paling tinggi derajatnya, kedudukannya paling mulya, dan paling tinggi bagiannya (diriwayatkan oleh al-Baihaqy dalam Manaqib asy-Syafi’i (1/387-393) melalui Mujmal I’tiqod Aimmatis Salaf karya Abdullah bin Abdil Muhsin atTurkiy (1/42)).

Allah Subhaanahu Wa Ta’ala juga menyebutkan perbuatan sholat sebagai iman. Dalam ayat alQuran dinyatakan:

…وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ…

…dan sekali-kali Allah tidak akan menyia-nyiakan iman (sholat) kalian…(Q.S al-Baqoroh:142).

Para Ulama’ tafsir menjelaskan bahwa ayat tersebut turun terkait dengan pemindahan kiblat muslimin dari Baitul Maqdis ke Makkah. Maka sebagian bertanya-tanya: bagaimana dengan sholat yang telah dilakukan dengan menghadap ke arah Baitul Maqdis? Apakah itu sia-sia? Bahkan sebagian Sahabat Nabi ada yang meninggal dunia sebelum peristiwa pemindahan kiblat itu, seperti As’ad bin Zuroroh dan al-Barro’ bin Ma’rur. Maka Allah turunkan ayat itu yang menunjukkan bahwa Allah sekali-kali tidak akan menyianyiakan sholat kalian yang menghadap ke arah Baitul Maqdis. Allah sebut kata sholat dengan iman (Lihat Tafsir al-Baghowy (1/160)). Bahkan dalam sholatlah terkumpul : ucapan dan perbuatan yang dilakukan hati, lisan, dan anggota tubuh.

Tidak Ada Iman Kecuali dengan Amal Perbuatan

Al-Muzani menyatakan: Tidak ada iman kecuali dengan amal
Ucapan ini adalah bantahan terhadap perkataan pemahaman Murji’ah yang tidak memasukkan amal perbuatan sebagai bagian dari keimanan.
Para Ulama’ telah sepakat bahwa barangsiapa yang menyengaja secara sadar untuk meninggalkan seluruh syariat Islam, maka ia adalah kafir (Tamaamul Minnah bi ba’dhi mattafaqo alaihi Ahlussunnah karya Waliid bin Roosyid bin Abdil Aziz as-Su’aiydaan (1/29))

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah menyatakan:
Dan demikian juga barangsiapa yang mengaku beriman dengan pokok-pokok (keimanan) ini kemudian tidak menunaikan syariat-syariat Islam yang lahiriah, sehingga ia tidak bersyahadat bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah, atau tidak sholat, atau tidak berpuasa, berzakat, atau berhaji (meski mampu, pent), atau meninggalkan selain itu dari syariat Islam yang lahiriah yang diwajibkan Allah atasnya, itu menunjukkan ketiadaan iman atau kelemahan imannya.
Bisa saja tidak ada imannya sama sekali seperti meninggalkan dua kalimat syahadat, maka tidak ada keimanannya sama sekali berdasarkan kesepakatan (para Ulama). Bisa juga pondasi keimanan tidak hilang akan tetapi kesempurnaan iman menjadi hilang akibat tidak mengerjakan kewajiban tertentu seperti puasa (Ramadhan), haji meski mampu, zakat, dan semisalnya. Barangsiapa yang meninggalkan ini, maka ia fasiq dan sesat. Akan tetapi tidak keluar dari Islam menurut mayoritas para Ulama selama tidak menentang kewajibannya. Sedangkan sholat, sebagian Ulama berpendapat bahwa meninggalkan sholat adalah keluar dari Islam meski ia beriman terhadap kewajibannya. Itu adalah pendapat yang lebih benar dari dua pendapat. Dalil tentang hal tersebut banyak. Di antaranya sabda Nabi shollallahu alaihi wasallam :

الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

Perjanjian (pemisah) antara kita dengan mereka (orang Kafir) adalah sholat. Barangsiapa yang meninggalkannya maka ia kafir
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ahlussunan dengan sanad yang shahih dari Buraidah bin al-Hushaib radhiyallahu anhu (Majmu’ Fataawa Ibn Baaz (3/20)).