Ditulis Oleh Al Ustadz Abu Utsman Kharisman
MENJALANKAN KEWAJIBAN DAN HAL-HAL YANG DISUNNAHKAN
Mandi Wajib
Mandi wajib dalam kadar yang mencukupi untuk menggugurkan kewajiban dan sekedar sah, adalah berniat menghilangkan hadats besar dan kecil kemudian mengguyurkan air ke sekujur tubuh. Tidak lupa menyela-nyela rambut dan jenggot, demikian juga berkumur dan mengeluarkan air dari hidung.
Sedangkan tata cara mandi yang lebih detail sesuai Sunnah Nabi adalah berdasarkan hadits yang diriwayatkan dua istri Nabi yaitu Ummul Mu’minin Aisyah dan Maimunah radhiyallahu anhuma berikut ini:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اغْتَسَلَ مِنْ الْجَنَابَةِ غَسَلَ يَدَيْهِ وَتَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ ثُمَّ اغْتَسَلَ ثُمَّ يُخَلِّلُ بِيَدِهِ شَعَرَهُ حَتَّى إِذَا ظَنَّ أَنَّهُ قَدْ أَرْوَى بَشَرَتَهُ أَفَاضَ عَلَيْهِ الْمَاءَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ سَائِرَ جَسَدِهِ
Dari Aisyah radhiyallahu anha beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam jika mandi junub beliau mencuci kedua telapak tangannya kemudian berwudhu seperti wudhu dalam sholat kemudian mandi kemudian menyela-nyela rambut dengan tangannya. Ketika beliau menyangka telah membasahi kulit rambutnya, kemudian beliau mengguyurkan air ke tubuh tiga kali kemudian mencuci seluruh bagian tubuhnya (H.R al-Bukhari)
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ حَدَّثَتْنِي خَالَتِي مَيْمُونَةُ قَالَتْ أَدْنَيْتُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غُسْلَهُ مِنْ الْجَنَابَةِ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ ثُمَّ أَفْرَغَ بِهِ عَلَى فَرْجِهِ وَغَسَلَهُ بِشِمَالِهِ ثُمَّ ضَرَبَ بِشِمَالِهِ الْأَرْضَ فَدَلَكَهَا دَلْكًا شَدِيدًا ثُمَّ تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ ثُمَّ أَفْرَغَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفَنَاتٍ مِلْءَ كَفِّهِ ثُمَّ غَسَلَ سَائِرَ جَسَدِهِ ثُمَّ تَنَحَّى عَنْ مَقَامِهِ ذَلِكَ فَغَسَلَ رِجْلَيْهِ
Dari Ibnu Abbas beliau berkata: Telah mengkhabarkan kepadaku bibiku Maimunah. Beliau berkata: Aku mendekatkan air untuk dipakai mandi janabah oleh Rasulullah shollallahu alaihi wasallam kemudian beliau mencuci kedua telapak tangan beliau dua kali atau tiga kali. Kemudian beliau memasukkan tangan beliau ke bejana kemudian beliau guyurkan air pada kemaluan dan mencuci kemaluan dengan tangan kiri. Kemudian tangan kiri itu beliau gosokkan pada tanah. Kemudian beliau berwudhu seperti pada sholat. Kemudian beliau menuangkan air ke kepala beliau tiga cidukan dengan sepenuh genggaman tangan. Kemudian beliau mencuci seluruh tubuh beliau. Kemudian beliau berpindah tempat dari tempat berdiri kemudian mencuci kaki beliau (H.R Muslim)
Menjalankan Sholat yang Diwajibkan
Sholat yang wajib ditegakkan adalah sholat 5 waktu sehari semalam: Subuh, Dzhuhur, Ashar, Maghrib, Isya’.
Sholat tersebut memiliki syarat-syarat sah, rukun, dan kewajiban-kewajiban, serta sunnah-sunnah.
Syarat sah sholat:
- Suci dari hadats besar dan kecil
- Suci dari najis pada tubuh, pakaian, dan tempat sholat
- Menutup aurat, bagi pria: dari pusar hingga lutut. Wanita: seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan.
- Menghadap ke arah kiblat.
Bagi orang yang melihat langsung ka’bah ia harus menghadap ke dzat/ benda ka’bah, sedangkan bagi orang yang jauh dari ka’bah cukup menghadap ke arah Makkah. Persis sudutnya lebih baik, namun kalau tidak bisa, bagi orang di Indonesia cukup menghadap ke arah Barat (antara Selatan dan Utara).
- Sudah masuk waktu sholat
Subuh : dari terbitnya fajar shodiq hingga terbitnya matahari.
Dzhuhur : dari matahari tergelincir hingga bayangan suatu benda sama dengan tingginya.
Ashar, memiliki 2 waktu:
- Waktu ikhtiyari : dari berakhirnya waktu Dzhuhur hingga matahari berwarna kuning kemerahan (sekitar 20 menit sebelum matahari tenggelam). Waktu ini adalah bagi orang yang memiliki kelapangan. Tidak boleh menunda hingga terbenamnya matahari.
- Waktu dharuri : waktu darurat untuk orang-orang tertentu yang karena udzur tidak bisa melakukan di waktu Waktunya hingga matahari tenggelam.
Maghrib : dari tenggelamnya matahari hingga hilangnya warna merah di ufuk barat.
Isya’, memiliki 2 waktu:
- Waktu ikhtiyari : dari berakhirnya waktu Maghrib hingga pertengahan malam.
- Waktu dharuri : hingga terbitnya fajar.
- Niat, tempatnya di hati tidak dilafalkan.
Rukun-rukun Sholat (jika ditinggalkan karena lupa atau sengaja menyebabkan batalnya sholat atau batal rokaat tersebut):
- Berdiri bagi yang mampu, dalam sholat wajib.
Untuk sholat sunnah, tidak mengapa sholat dengan duduk meski mampu berdiri, dan pahalanya menjadi setengah sholat berdiri.
- Takbiratul Ihram : ucapan “Allahu Akbar”.
Ucapan “Allahu Akbar” adalah rukun, sedangkan gerakan mengangkat tangannya adalah Sunnah.
- Membaca Al-Fatihah
- Gerakan ruku’
- Minimal: membungkukkan badan sehingga memungkinkan tangan menyentuh lutut.
- Sempurna : membungkukkan badan dan posisi punggung rata dan sejajar dengan kepala.
- Gerakan bangkit dari ruku’
- Gerakan I’tidal : posisi berdiri tegak setelah dari ruku’.
- Gerakan sujud.
Terdapat tujuh anggota sujud: dahi, hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut, ujung jari.
- Gerakan bangkit dari sujud
- Duduk di antara dua sujud
- Thuma’ninah : tenang dan tidak tergesa-gesa pada setiap gerakan
- Bacaan tasyahhud akhir dan sholawat kepada Nabi di tasyahhud akhir
- Gerakan duduk tasyahhud akhir
- Salam
- Urut pada setiap gerakan
Kewajiban dalam sholat (jika ditinggalkan dengan sengaja sholat batal, jika terlupa, diganti dengan sujud sahwi/ dua kali sujud sebelum atau selesai salam) :
- Bacaan takbir selain takbiratul ihram.
- Ucapan “Sami’allaahu liman hamidah” saat bangkit dari ruku’ untuk Imam dan orang yang sholat sendirian
- Ucapan “Robbanaa wa lakal hamdu” pada saat I’tidal.
- Ucapan “Subhaana Robbiyal ‘Adzhiim” minimal sekali pada saat ruku’
- Ucapan “Subhaana Robbiyal A’laa” minimal sekali saat sujud
- Ucapan “Robbighfirlii” minimal sekali saat duduk di antara dua sujud
- Bacaan Tasyahhud Awal
- Gerakan duduk tasyahhud awal.
Gerakan atau bacaan yang tidak masuk dalam kategori rukun atau wajib, dan disebutkan dalam hadits-hadits yang shahih, maka termasuk sunnah.
Tata cara sholat Nabi adalah sebagai berikut: berniat dalam hati, menghadap ke arah kiblat. Mengucapkan takbiratul ihram dengan mengangkat tangan sejajar pundak dengan jari-jari dibuka (tidak digenggam) dan telapak tangan menghadap kiblat. Kemudian bersedekap, yaitu meletakkan telapak tangan kanan pada tangan kiri. Tangan diletakkan di dada atau antara perut dengan dada. Pandangan diarahkan pada tempat sujud atau lurus arah depan. Yang dilarang adalah menoleh kanan/ kiri atau melihat ke arah atas.
Selanjutnya mengucapkan pujian untuk Allah dalam doa istiftah. Banyak lafadz bacaan yang bisa dipilih. Selama berdasar hadits yang shahih, bisa diamalkan. Salah satu istiftah yang ringkas dan memiliki keutamaan yang besar adalah bacaan:
الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ
Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, baik, lagi diberkahi padanya (H.R Muslim no 942).
Ketika ada Sahabat Nabi yang membaca istiftah itu dengan keras, Nabi menyatakan: Aku melihat 12 Malaikat berebut siapakah yang akan membawanya ke langit.
Setelah itu bertaawwudz (mengucapkan A’udzu billaahi minasy Syaithoonir Rojiim, atau bacaan taawwudz lain sesuai hadits shahih). Kemudian mengucapkan Bismillahirrohmaanirrohiim dan AlFatihah. Selesai AlFatihah membaca surat lain dari alQuran yang mudah baginya.
Kemudian mengucapkan takbir: Allaahu Akbar sambil mengangkat tangan sejajar bahu. Selanjutnya ruku’ dengan membungkukkan badan. Pada ruku’ membaca bacaan ruku’:
سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيمِ
Maha Suci Tuhanku yang Maha Agung (H.R Muslim no 1291 dari Hudzaifah bin al-Yaman)
Boleh juga bacaan itu ditambahi dengan kalimat : wa bihamdihi sebagaimana sebagaimana dalam hadits Uqbah bin ‘Amir riwayat Abu Dawud. Bacaan minimal adalah sekali. Batas kesempurnaan minimal 3 kali, boleh lebih dari itu. Pada ruku’ ini kedepankan pengagungan kepada Allah. Sebagaimana sabda Nabi: Adapun pada saat ruku’, agungkanlah Tuhan padanya.
Berikutnya, bangkit dari ruku’ dengan mengucapkan: Sami’allaahu liman hamidah (Allah mengabulkan orang yang memujiNya) dengan mengangkat tangan sejajar bahu hingga berdiri sempurna (I’tidal). Ucapan Sami’allahu liman hamidah hanya diwajibkan untuk imam dan orang yang sholat sendirian.
Pada saat berdiri sempurna, ucapkan: Robbanaa wa lakal hamdu. Bisa juga ditambah dengan ucapan:
حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ
Dengan pujian yang banyak, baik, lagi diberkahi padanya (H.R alBukhari no 757 dari Rifa’ah bin Rofi’ az-Zuroqiy)
Nabi pernah mendengar Sahabat yang mengucapkan hal itu dalam sholatnya. Kemudian beliau menyatakan: Aku melihat 30 sekian Malaikat berebut ucapan itu, siapa di antara mereka yang pertama mencatatnya (H.R al-Bukhari no 757)
Kemudian mengucapkan takbir Allahu Akbar tanpa mengangkat tangan, turun menuju sujud. Sujud harus dilakukan pada 7 anggota sujud, yaitu
أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ وَالْيَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْن
Aku diperintah untuk sujud pada 7 tulang, yaitu dahi (beliau mengisyaratkan dengan tangannya ke arah hidung), kedua telapak tangan, kedua lutut, dan ujung jari kaki (H.R alBukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas)
Bagian tangan yang menyentuh lantai hanya telapak tangan. Bagian tangan dari siku sampai pergelangan tidak boleh diletakkan pada lantai, karena terdapat larangan dari Nabi dalam sebagian hadits dan dianggap seperti berbaringnya binatang buas atau anjing.
Sunnahnya posisi tangan yang diletakkan di lantai dijauhkan pada sisi kiri dan kanan, namun itu dilakukan hanya jika kondisi memungkinkan (sholat sendirian). Tetapi jika sholat berjamaah, janganlah kita menyakiti jamaah yang berada di kiri dan kanan kita dengan menyempitkan bagian mereka. Janganlah mengejar keutamaan namun berakibat mendapat dosa karena menyakiti saudara kita sesama muslim.
Di dalam sujud, tundukkan diri dan perasaan setunduk-tunduknya di hadapan Allah rasakan kedekatan denganNya. Nabi menyatakan bahwa masa terdekat seorang hamba dengan Allah adalah pada saat dia sujud (H.R Muslim no 744 dari Abu Hurairah). Tidaklah seseorang sujud satu kali kecuali akan ditinggikan satu serajat dan terhapus satu dosa (H.R Muslim no 753 dari Tsauban). Semakin seseorang memperbanyak sujud (dalam sholat), maka akan semakin besar peluangnya untuk lebih dekat dengan Rasulullah shollallahu alaihi wasallam di akhirat. Suatu kali Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslamy minta agar ia berada di dekat Rasulullah nanti di surga. Nabi menyatakan: Bantu aku agar tercapai keinginanmu dengan memperbanyak sujud (dalam sholat)(H.R Muslim no 754)
Bacaan minimal dalam sujud adalah:
سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى
Maha Suci Tuhanku yang Paling Tinggi (H.R Muslim dari Hudzaifah)
Boleh juga ditambah dengan bacaan wa bihamdihi seperti pada riwayat Abu Dawud. Bacaan minimal sekali, batas kesempurnaan minimal 3 kali, boleh lebih dari itu. Setelah itu, dalam sujud boleh memperbanyak doa dengan doa yang diajarkan Nabi. Berdoa di dalam sujud adalah masa mustajabah (mudahnya doa dikabulkan). Yang dilarang dalam ruku’ dan sujud adalah membaca ayat al-Quran (H.R Muslim dari Ibnu Abbas).
Selanjutnya bangkit dari sujud dengan membaca takbir : Allahu Akbar hingga duduk. Ini disebut duduk di antara dua sujud. Pada bagian ini membaca doa:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي وَاجْبُرْنِي وَاهْدِنِي وَارْزُقْنِي
Ya Allah ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupkanlah aku, berilah aku hidayah, dan berilah aku rezeki (H.R atTirmidzi)
Kemudian sujud lagi seperti sujud sebelumnya, kemudian bertakbir bangkit dari sujud menuju berdiri. Demikianlah berlangsung satu rokaat. Setiap dua rokaat, duduk tahiyyat
وَكَانَ يَقُولُ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّحِيَّةَ
Pada setiap dua rokaat membaca atTahiyyat (H.R Muslim no 768)
Bangkit dari sujud menuju berdiri tidaklah mengangkat tangan ketika takbir kecuali saat bangkit dari tahiyyat/ tasyahhud pertama.
…وَإِذَا قَامَ مِنَ الرَّكْعَتَيْنِ رَفَعَ يَدَيْهِ…
Dan jika beliau bangkit dari dua rokaat, beliau mengangkat tangan (H.R alBukhari)
Mengangkat tangan pada saat takbir atau tasmi’ adalah pada 4 keadaan, yaitu: takbiratul ihram, takbir menuju ruku’, bangkit dari ruku dgn membaca tasmi’ (Sami’allahu liman hamidah), dan bangkit dari tasyahhud awal (sesuai hadits Ibnu Umar riwayat alBukhari dan Muslim).
Salah satu bacaan tahiyyat/tasyahhud adalah:
التَّحِيَّاتُ اْلمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ ِللهِ السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
“ Segala Pengagungan, Keberkahan, sholat-sholat 5 waktu, dan kebaikan-kebaikan adalah milik Allah (semata). Semoga keselamatan, rahmat, dan keberkahan dari Allah senantiasa tercurah pada Anda wahai Nabi. Semoga keselamatan senantiasa tercurah pada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang sholih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah “ (H.R Muslim dari Ibnu Abbas)
Untuk tasyahhud awal, tidak ditambah dengan bacaan sholawat, sebagaimana al-Muzani meriwayatkan pendapat al-Imam asy-Syafi’i pada pendapat lama, sama dengan pendapat Jumhur (Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad). Pendapat baru dari al-Imam asy-Syafi’i adalah pada tasyahhud pertama menambah dengan bacaan sholawat, namun hukumnya tidak wajib. Memang, duduk tasyahhud pada dua rokaat pertama itu seharusnya tidak lama, sekedar membaca tasyahhud saja. Bahkan, Abu Bakr as-Shiddiq demikian cepat masa duduk tasyahhud awal, hingga dikatakan oleh perawi seakan-seakan duduk di atas batu yang panas.
عَنْ تَمِيمِ بْنِ سَلَمَةَ ، قَالَ : كَانَ أَبُو بَكْرٍ إذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ كَأَنَّهُ عَلَى الرَّضْفِ
Dari Tamiim bin Salamah beliau berkata: Abu Bakr jika duduk di dua rokaat (pertama) seakan-akan beliau duduk di atas batu panas (riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya no 3034, dinyatakan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolaany bahwa sanadnya shahih dalam atTalkhiisul Habiir (1/633) , diriwayatkan juga hal semacam itu dari Ibnu Umar)
Untuk tasyahhud akhir (pada rokaat terakhir), setelah membaca tasyahhud, barulah membaca sholawat kepada Nabi sesuai dengan yang disunnahkan oleh beliau. Salah satu bacaan sholawat yang diajarkan oleh Nabi adalah:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ , اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
“ Ya Allah, bersholawatlah kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah bersholawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau adalah Yang Maha Terpuji lagi Maha Agung. Yaa Allah berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau adalah Yang Maha Terpuji lagi Maha Agung “ (H.R al-Bukhari dan Muslim).
Selesai membaca sholawat, berikutnya adalah membaca doa. Salah satu doa yang diajarkan Nabi untuk dibaca dalam sholat sebelum salam adalah:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari adzab kubur, dari adzab neraka, dari fitnah kehidupan dan kematian, serta dari fitnah al-Masih ad-Dajjal (H.R alBukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
Kemudian mengucapkan salam dan menoleh ke kanan sekali dan ke kiri sekali. Tata caranya adalah pada saat menghadap ke arah kiblat mengucapkan salam, kemudian menoleh ke kanan. Kemudian menghadap ke arah kiblat mengucapkan salam lagi, kemudian menoleh ke kiri. Tata cara tersebut dijelaskan oleh al-Imam anNawawy asy-Syafi’i.
Kadar yang wajib adalah mengucapkan salam sekali saja. Kalau dua kali, itu adalah sunnah. Sebagaimana pendapat al-Imam asy-Syafi’i. Nabi shollallahu alaihi wasallam pernah sholat dan salam di akhir hanya sekali, yaitu pada saat sholat witir. Sebagaimana hadits Aisyah:
… ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيْمَةً وَاحِدَةً السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ يَرْفَعُ بِهَا صَوْتَهُ حَتَّى يُوْقِظَنَا
“ …kemudian beliau mengucapkan satu salam : ‘Assalaamu’alaikum’ dengan mengeraskan suara beliau sampai membangunkan kami”(H.R Ahmad)