Hari Raya adalah masalah agama dan akidah, bukan masalah keduniaan, sebagaimana ditegaskan dalam hadits: “Setiap kaum memiliki Hari Raya, ini adalah Hari Raya kita..” Hari Raya mereka mengekspresikan akidah mereka yang rusak, penuh syirik dan kekafiran.
“Barangsiapa menyerupai satu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud, dan dikatakan oleh Al-Albani -Rahimahullah– : “Hasan shahih.” (Shahih Abu Dawud II/761).
Imam Al-Baihaqi juga meriwayatkan dengan sanad yang bagus dari Abdullah bin Amru Radhiallahu ‘anhuma beliau pernah berkata: “Barangsiapa lewat di negeri non Arab, lalu mereka sedang merayakan Hari Nairuz dan festival keagamaan mereka, lalu ia meniru mereka hingga mati, maka demikianlah ia dibangkitkan bersama mereka di Hari Kiamat nanti.” (Lihat Ahkaamu Ahlidz Dzimmah I/723-724).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -Rahimahullah– dalam Iqtidha Shirathil Mustaqim : “Adapun apabila seorang muslimin menjual kepada mereka pada Hari-hari Raya mereka segala yang mereka gunakan pada Hari Raya tersebut, berupa makanan, pakaian, minyak wangi dan lain-lain, atau menghadiahkannya kepada mereka, maka itu termasuk menolong mereka mengadakan Hari Raya mereka yang diharamkan. Dasarnya satu kaidah: tidak boleh menjual anggur kepada orang kafir yang jelas digunakan untuk membuat minuman keras. Juga tidak boleh menjual senjata kepada mereka bila digunakan untuk memerangi kaum muslimin.” Kemudian beliau menukil dari Abdul Malik bin Habib dari kalangan ulama Malikiyyah: “Sudah jelas bahwa kaum muslimin tidak boleh menjual kepada orang-orang Nashrani sesuatu yang menjadi kebutuhan Hari Raya mereka, baik itu daging, lauk-pauk atau pakaian. Juga tidak boleh memberikan kendaraan kepada mereka, atau memberikan pertolongan untuk Hari Raya, karena yang demikian itu termasuk memuliakan kemusyrikan mereka dan menolong mereka dalam kekufuran mereka.” (Al-Iqtidhaa 229-231).
Maka jelas kita bertasyabbuh, meridloi dan berpartisipasi dalam kegiatan mereka, apabila kita bersukaria, berpesta, memakan makanannya, berpartisipasi, dalam acara non muslim, hadiah-menghadiahi, memberi ucapan selamat, menjual kartu selamat, menjual segala keperluan Hari Raya mereka, baik itu lilin, pohon natal, makanan, kalkun, kue dan lain-lainnya.
Nah, dalam rangka menghindari akibat yang lebih jauh lagi, yakni murtad dari Islam – tanpa disadari – atau terjatuh dalam dosa-dosa besar, bid’ah yang mengkafirkan diri kita, marilah simak kumpulan artikel berikut ini :
- Fatwa Tentang Mengikuti Perayaan Natal, Atau Memberikan Hadiah Karenanya, Dan Memberikan Ucapan Selamat Karenanya.
- Hukum Turut Serta dalam Perayaan Natal dan Tahun Baru
- Hukum partisipasi dalam merayakan Natal dan Tahun Baru
- Ulama menyikapi hari raya non muslim (Natal/Tahun baru)
- Menyikapi Perayaan Natal
- Artikel seputar hari non muslim (Natal, Tahun Baru)
- Hukum menyambut hari Natal/non muslim & Tahun Baru
- Sikap Seorang Muslim Terhadap Hari Raya Orang-Orang Kafir
- Menghindari Kemungkaran di Penghujung Tahun
- Tuntunan Ulama’ Salaf dalam menyikapi hari raya non muslim
Barakallahu fiikum, semoga kumpulan artikel ini bermanfaat. Wallahul musta’aan.
Redaksi Salafy.or.id,
Silakan mengutip isi artikel dari salafy.or.id dengan Syarat bukan untuk tujuan komersial, tidak mengubah isi artikel baik menambah atau mengurangi dan menyebutkan alamat sumbernya (link/url)