Oleh : Ustadz Kharisman
Penjelasan :
Jika kita melihat taqdir sebagai Perbuatan Allah, maka semua taqdir adalah baik. Karena seluruh Perbuatan dan Ketetapan Allah berkisar antara keadilan dan (tambahan) kebaikan (fadhl).
Dalam lafadz hadits ini Nabi menyebutkan taqdir sebagai ‘baik’ dan ‘buruk’. Hal ini adalah berdasarkan penilaian manusia umum terhadap sesuatu yang menimpanya: jika menyenangkan, maka itu adalah ‘baik’, jika tidak mengenakkan maka itu adalah ‘buruk’.
Contoh yang ‘baik’ adalah: kesehatan, kelapangan rezeki, dan semisalnya.
Contoh yang ‘buruk’ adalah: sakit, kekurangan harta, musibah, dan semisalnya.
Allah menakdirkan sesuatu yang ‘buruk’ dalam penilaian manusia pada hakikatnya memiliki hikmah dan kebaikan yang besar. Contoh: jika seseorang menderita sakit – itu adalah takdir Allah juga- maka penyakit tersebut juga merupakan sarana menghapus dosanya.
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Bisa saja kalian membenci sesuatu padahal itu baik bagi kalian, dan bisa saja kalian mencintai sesuatu padahal itu buruk bagi kalian. Allahlah Yang Maha Mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahuinya (Q.S alBaqoroh:216).
Seorang mukmin harus meyakini bahwa setiap taqdir dan ketetapan Allah adalah baik dan adil. Rasul menyatakan dalam salah satu doanya:
عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ
…(Ya Allah) sungguh adil ketetapanMu… (H.R Ahmad, dishahihkan oleh al-Hakim, Ibnu Hibban, dan Syaikh al-Albany).
IHSAN
Ihsan adalah perbuatan kebaikan. Secara umum, terbagi menjadi 2, yaitu: perbuatan kebaikan kepada Allah dan perbuatan kebaikan kepada hamba Allah.
Dalam hadits ini, Rasul Shollallaahu ‘alaihi wasallam menjelaskan jenis ihsan yang terkait dengan Allah. Ihsan kepada Allah dalam beribadah ini terbagi menjadi 2:
- Maqoomul Musyaahadah : beribadah seakan-akan menyaksikan Allah .
Seorang manusia di dunia tidak akan bisa melihat Allah dalam keadaan terjaga. Ia hanya bisa menyaksikan Allah dengan mata kepalanya langsung di akhirat (surga). Namun, dengan penghambaan dan keyakinan yang tinggi ia beribadah sehingga seakan-akan menyaksikan sesuatu yang ghaib menjadi nyata. Ia merasa beribadah dengan berdiri di hadapan Allah dan melihat Allah. Sebagian Ulama’ menyatakan: seakan-akan ia menyaksikan Allah dengan hatinya.
Pada tingkatan ini perasaan yang menonjol adalah perasaan cinta dan pengagungan terhadap Allah.
- Maqoomul murooqobah : beribadah dengan perasaan selalu diawasi oleh Allah.
Pada tingkatan ini perasaan yang menonjol adalah perasaan menghinakan diri dan takut kepada Allah
Tingkatan yang pertama (maqoomul musyaahadah) lebih tinggi kedudukannya dibandingkan tingkatan yang kedua (maqoomul murooqobah).
Dalam hadits Jibril ini dijelaskan bahwa Dien ini terbagi menjadi 3 tingkatan: Islam, Iman, dan Ihsan. Penyebutan Islam dalam hadits ini lebih ke arah perbuatan lahiriah, sedangkan Iman adalah pada amalan batin (keyakinan). Ihsan merupakan tingkatan yang tertinggi.
Tanda-tanda Hari Kiamat
Dalam hadits ini Nabi menyebutkan 2 tanda hari kiamat:
(i) Budak wanita melahirkan tuannya.
Sebagian ulama’ mengartikan: Demikian buruknya keadaan menjelang datangnya kiamat itu sehingga kedurhakaan anak terhadap orang tua menjadi banyak dan tersebar. Sehingga karena saking durhakanya, sang anak seakan-akan memperlakukan ibunya bagaikan budak.
Sebagian ulama’ lain mengartikan: akan banyak terjadi pembukaan wilayah kaum muslimin melalui jihad, dan banyak ditawan budak-budak wanita. Di antara budak tersebut ada yang melahirkan anak tuannya.Kedudukan anak tersebut terhadap ibunya adalah bagaikan tuannya karena seorang anak yang dinisbatkan kepada ayahnya.
(ii) Seseorang yang tidak beralas kaki, telanjang (kurang pakaian), penggembala kambing, berlomba-lomba meninggikan bangunan
Artinya:
Keadaan nantinya akan berbalik, orang-orang yang berada pada strata ekonomi bawah dan tinggal di pedalaman, akan menguasai wilayah perkotaan dan menjadi para pemimpin/ penguasa, dan mereka berlomba-lomba meninggikan bangunan untuk bermegah-megahan.
Secara umum, para Ulama’ membagi tanda-tanda hari kiamat menjadi 3 macam:
(i) Tanda yang telah terjadi
Contoh: diutusnya Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam.
Rasul bersabda:
بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةَ كَهَذِهِ مِنْ هَذِهِ أَوْ كَهَاتَيْنِ وَقَرَنَ بَيْنَ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى
(dekatnya waktu) antara saat diutusnya aku dengan hari kiamat adalah bagaikan 2 (jari) ini. Rasul menggandengkan jari telunjuk dan jari tengahnya (H.R alBukhari dari Sahl bin Sa’d as-Saa’idi)
(ii) Tanda yang mulai nampak dan akan terus bertambah
Seperti dua tanda yang disebutkan dalam hadits ini. Demikian juga tanda-tanda: kematian para ulama’, tersebarnya kebodohan, banyaknya pembunuhan, tersebarnya zina dan riba, banyak keluarnya wanita yang bersolek, dan semisalnya.
(iii) Tanda yang baru muncul saat benar-benar mendekati hari kiamat.
Contoh: keluarnya Dajjal, turunnya Isa, keluarnya al-Mahdi, keluarnya Ya’juj dan Ma’juj, matahari terbit dari barat, dan semisalnya. Jenis yang ke-3 ini disebut juga dengan tanda-tanda kiamat besar.
Di antara pelajaran-pelajaran yang bisa diambil (Faidah) dari hadits ini
- Malaikat atas idzin Allah bisa menampakkan diri dalam wujud manusia, sebagaimana Malaikat Jibril dalam hadits ini.
- Adab penuntut ilmu dalam menghadiri majelis, seperti yang ditunjukkan oleh Jibril:
– Berpakaian dan berpenampilan baik.
– Mendekat kepada guru/ ustadz yang menyampaikan ilmu.
– Menyampaikan pertanyaan secara adab.
Dalam riwayat lain, Jibril berkata: Bolehkah saya mendekat, wahai Rasulullah. Rasul menjawab: mendekatlah. Kemudian ia bertanya lagi: Bolehkah saya mendekat wahai Rasulullah. Rasul menjawab: Mendekatlah. Ia bertanya lagi: Bolehkah saya mendekat wahai Rasulullah. Rasul menjawab: Mendekatlah. Sampai-sampai lututnya hampir bersentuhan dengan lutut Rasulullah. ….Ibnu Umar berkata: Saya tidak pernah melihat seseorang yang lebih besar penghormatannya kepada Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam dibandingkan dia (H.R Ahmad dari jalur ‘Alqomah bin Martsad dari Sulaiman bin Buraidah dari Ibnu Ya’mar dari Ibnu Umar).
- Penjelasan tentang rukun Islam, Iman, dan Ihsan
- Tidak ada yang mengetahui kapan terjadinya hari kiamat kecuali Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
- Kadangkala seseorang yang berada di majelis ta’lim mengajari orang lain yang berada di majelis tersebut dengan cara bertanya kepada penceramah, supaya jawaban penjelasan tersebut didengar oleh orang lain yang berada di majelis tersebut. Rasul menyatakan bahwa Jibril-lah yang mengajari para Sahabat, padahal Jibril hanya bertanya, dan Rasul yang menjelaskan.
- Iman terhadap taqdir adalah bagian dari rukun Iman. Sebagian orang mengingkari hal itu karena menganggap penyebutan Iman dalam al-Qur’an tidaklah mengikutsertakan iman terhadap taqdir. Hal ini terbantah dengan hadits ini, dan hadits Nabi adalah penjelas alQur’an.
(Abu Utsman Kharisman)
CATATAN KAKI:
-
Orang-orang musyrikin Quraisy yang menentang dakwah Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam adalah orang-orang yang meyakini Rububiyyah Allah, tapi tidak meyakini Uluhiyyah Allah secara benar. Artinya, mereka meyakini bahwa Allah adalah Pencipta, Penguasa, dan Pengatur mereka satu-satunya, namun mereka tidak mempersembahkan ibadah hanya kepada Allah.
Allah berfirman kepada NabiNya:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
Dan jika engkau (Muhammad) bertanya kepada mereka (orang-orang kafir Quraisy): Siapakah yang menciptakan mereka, sungguh-sungguh dan pasti mereka akan menjawab: Allah! Maka bagaimana bisa mereka dipalingkan? (Q.S az-Zukhruf:87).
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
Dan jika engkau bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan, pasti mereka akan menjawab: Allah! Maka bagaimana bisa mereka dipalingkan? (Q.S al-Ankabuut: 61).
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمْ مَنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
Katakanlah (Muhammad) : Siapakah yang memberikan rezeki kepada kalian dari langit dan bumi, dan siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan? Maka mereka akan menjawab: Allah! Maka katakanlah: Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya) (Q.S Yunus: 31).
-
Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah merangkumkan penjelasan para ‘Ulama terdahulu di antaranya dari kalangan para Sahabat dan tabi’in dalam mendefinisikan thaghut : “ segala sesuatu (makhluk) yang diperlakukan melampaui batas dalam hal disembah(diibadahi), diikuti, dan ditaati”
Segala sesuatu yang disembah selain Allah (dalam keadaan ia ridla) adalah thaghut. Syaithan adalah thaghut. Manusia yang dikultuskan dan diikuti atau ditaati secara mutlak walaupun bertentangan dengan AlQuran dan AsSunnah, dan dia mengajak manusia secara terang-terangan untuk mengikuti penyimpangan dari AlQuran dan as-Sunnah, sehingga menghalalkan yang diharamkan Allah dan mengharamkan yang dihalalkan Allah, maka dia termasuk thaghut.
-
Contoh sesuatu yang tidak terjadi, bagaimana kalau terjadi:
Allah Maha Mengetahui bahwa orang-orang kafir yang sudah masuk neraka, tidak akan dikembalikan ke dunia. Kalaupun dikembalikan ke dunia, mereka tidak akan beramal sholih seperti yang mereka kemukakan
وَلَوْ تَرَى إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ
Kalau seandainya engkau melihat orang-orang yang berdosa menundukkan kepala mereka di sisi Tuhan mereka, (dan berkata) Wahai Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, kembalikan kami (ke dunia) agar kami bisa beramal sholih, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin (Q.S as-Sajdah: 12)
وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
Kalau seandainya mereka dikembalikan ( ke dunia), niscaya mereka akan kembali melakukan hal-hal yang dilarang dan sesungguhnya mereka adalah para pendusta (Q.S al-An’aam:28).
-
Perbuatan seorang manusia adalah ciptaan Allah juga sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat tersebut. Harus dibedakan antara Pencipta dengan pelaku. Penciptanya adalah Allah, sedangkan pelakunya adalah manusia. Kaidah ini akan memberikan pelajaran sebagai berikut:
-
Manusia punya kehendak, namun kehendaknya di bawah kehendak Allah.
-
Manusia punya pilihan (ikhtiyar) untuk berbuat, dan ia tidak dalam keadaan dipaksa.
-
Manusia yang berbuat kejahatan berhak untuk disalahkan dan mendapatkan hukuman, karena ia adalah pelakunya.
-
Saat manusia melakukan kemaksiatan kemudian ia tersadar, hendaknya ia tidak larut dalam penyesalan berkepanjangan yang akan mengantarkan pada sikap putus asa dari rahmat Allah. Hal ini karena ia paham bahwa segala sesuatunya telah ditakdirkan Allah, dan apa yang telah diperbuatnya juga adalah bagian dari ciptaan Allah. Ia bertekad untuk tidak melakukan perbuatan kemaksiatannya lagi dengan meminta pertolongan, menjalankan sebab-sebab, dan tawakkal kepada Allah.
-
Tiada daya dan upaya kecuali atas pertolongan Allah karena Ia adalah Pencipta segala sesuatu.