Pengenalan atas Dakwah Salafiyyah (Bagian III)

  • Post author:
  • Post category:Manhaj

(lanjutan dari Pengenalan atas Dakwah Salafiyyah Bagian II)

Apakah Landasan Pijakan Dakwah Salafy ?

Keyakinan bahwa ALLAH itu ada dan sebagai Pencipta dari seluruh makhluk yang ada, dan seluruh aspek-aspek Tauhid lainnya.

Dan ada landasan utama lainnya yang lebih kompleks, diantaranya :
– Keyakinan dalam Asma’ (Nama-Nama) dan Sifat-sifat ALLAH yang disebutkan dalam Al Quran dan Sunnah yang Shahih, dengan menyepakati sesuai arti sebenarnya dalam kaidah harfiah bahasa Arab, diantaranya tanpa melakukan pengingkaran Asma’ dan Sifat ALLAH, tanpa menyamakannya ALLAH dgn sifat ciptaanNya. Prinsip ini dikenal sebagai Tauhid-Ul-Asma’ Was-Sifat (Pentauhidan Nama dan Sifat ALLAH).

Allah berfirman dalam Al Quran: ” Katakan (Wahai Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasalam): Katakanlah:”Dialah Allah, Yang Maha Esa”. Allah adalah Ilah yang bergantung kepada-Nya segala urusan. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia. ” [ Surah al-Ikhlaas 112]. Dan Allah berfirman : ” Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” [ Surah Asy-Syuura 42:11]

Mentauhidkan Allah dalam seluruh bentuk peribadatan. Prinsip ini dikenal sebagai Tauhid-Ul-Ibadah (Pentauhidan Peribadatan). Allah berfirman dalam Al Quran : ” Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” [ Surah al-Jin 72:18].

Dan ALLAH berfirman: ” Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhan-nya.” [ Surah al-Kahfi18:110]

Dan pentauhidan ALLAH dalam sifat Rububiyah (Kekuasaan ALLAH). Prinsip ini dikenal sebagai Tauhid-Rububiyyah (Ketauhidan Kekuasaan ALLAH atas segala makhluknya, pemberian rizki, hidup/mati, penciptaan dsb)

Manhaj Salaf ( yaitu. dalam beriman) selalu memegang tiga prinsip yang tersebut diatas dalam Tauhidnya. Ketiganya tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya sebab mereka adalah tiang dari konsekwensi dari persaksian kita : ” Asyhadu an laa ilaaha Illallaah” (Saya bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah).

Di dalam naungan prinsip inilah, (Tauhid yang murni) telah dijelaskan oleh para Ulama Salaf secara terperinci dalam buku-buku mereka di sepanjang zaman. Adapun Salafy (peniti jejak Salafus Sholih) semestinya secara terus-menerus (istiqomah) mengarahkan perhatiannya untuk belajar dan menerapkan prinsip Tauhid ini sedemikian sehingga ia dapat mewujudkan dan menyempurnakan keimanan di atas Tauhidnya.

Ittiba’ (Mengikuti Nabi)
ALLAH berfirman : Katakanlah:”Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Rasulullah), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ” [ Surah Ali Imran 3:31]

Setelah Salafy mempelajari Tauhid sesuai prinsip di atas, maka baginya untuk beristiqomah mengikuti (ittiba’) di atas jalan Nabi Muhammad, Shallallahu ‘alaihi wasalam. Ini adalah aktualisasi dari persaksiannya bahwa: ” Wa Asyhadu anna Muhammad Rasulullah” ( Saya bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasalam adalah Rasul Allah – utusan ALLAH). Prinsip ini tidak hanya berarti bahwa Muhammad bin Abdullah adalah Nabi, juga berarti beliau dipersaksikan sebagai Nabi yang terakhir, tidak sempurna prinsip ini kecuali dengan yang berikut.

– Keyakinan bahwa Nabi, Shallallahu ‘alaihi wasalam, datang dengan dua hal yang penting yakni : Al Quran dan Sunnah. Nabi, Shallallahu ‘alaihi wasalam telah bersabda : ” Aku telah membawa AL Quran dan sesuatu yang bersama (semisal) dengannya (Sunnah)” [ Diriwayatkan oleh Abu Dawud Dan Ad-Darimi – Sahih]. Dan beliau , Shallallahu ‘alaihi wasalam, telah bersabda : ” Selama kamu berpegang teguh pada “dua” hal yang telah aku tinggalkan diantara kalian, maka kalian tidak akan pernah tersesat: (yakni) Kitab ALLAH ( yaitu. Al Quran) dan Sunnah (dari) Nabi Nya.” [ diriwayatkan oleh Al-Hakim- Sahih].

– Keyakinan bahwa ketaatan (ittiba’) kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam adalah kemestian dan bahwasanya kedudukan beliau (dalam posisi ditaati dan diikuti) tidak dapat disamai oleh seseorang selain beliau diantara umat manusia. Oleh karena itu, Nabi, Shallallahu ‘alaihi wasalam, sendirilah yang berhak untuk dipatuhi dan diikuti. Semua keyakinan, statemen, tindakan dan perbuatan yang bertentangan dengan beliau (semestinya) ditolak dan ditinggalkan.

– Loyalitas kepada jalannya Nabi Muhammad, Shallallahu ‘alaihi wasalam, tidak akan pernah lengkap dan sempurna kecuali dengan mencintai beliau. Apa yang dapat meningkatkan kecintaan ini, diantaranya dengan loyalitas dan patuh atas perintahnya, berlomba-lomba dalam beramal sesuai teladannya, mengedepankan statemen beliau di atas orang lain, mempelajari sirah ( cara hidup dan tindak-tanduk beliau) dan bimbingannya serta mengimplementasikan dalam praktik sehari-hari dari di atas Sunnahnya. Nabi, Shallallahu ‘alaihi wasalam, bersabda : “Tidak satupun diantara kalian disebut beriman sampai aku (Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasalam) menjadi yang lebih dicintai dibanding kepada bapaknya, anak dan semua umat manusia.” [ Diriwayatkan oleh Imam Muslim- Sahih].

Itulah yang dinamakan loyalitas, ketaatan yang sebenar-benarnya kepada Jalan Nabi, Shallallahu ‘alaihi wasalam, yang kini telah ditinggalkan ummat dan rasa cinta yang sebenarnya bahkan telah nyaris menghilang. Hal ini berkaitan dengan terjadi diantara banyak manusia masa kini dikarenakan :

– Penolakan terhadap Sunnah Nabi kita, Shallallahu ‘alaihi wasalam, meninggalkan dari rutinitas keseharian kita, meremehkannya dan adanya sikap kesombongan dan rendah diri untuk melaksanakannya.

– Telah tersebar secara meluas hadits-hadits yang tidak shahih, belum dibuktikan kebenarannya diantara ummat, sehingga menjadikan sumber perbedaan dan perpecahan diantara ummat.

– Telah tersebar praktek baru / bid’ah yang didakwahkan diantara ummat.

– Telah adanya keharusan dari ummat Islam untuk membabi-buta berlandaskan pada madzhab tertentu ( yaitu. taqlid: secara harfiah ” mengikuti secara membabi-buta”).

– Memutuskan dan melaksanakan amalan tanpa ilmu dan dalil dari AL Quran dan Sunnah.

– Terjadinya pemandulan implementasi syariah (Hukum Islam) yang merata di seluruh negeri Islam dan diganti oleh hukum hukum Kufar (non Islam).

(Bersambung ke vol. Pengenalan atas Dakwah Salafiyyah Bagian IV)