Wanita haid shalat karena malu
Fadhilatul Syaikh ditanya apakah boleh seseorang yang sedang haid melaksanakan shalat karena malu?
Beliau menjawab :
Wanita yang tidak boleh shalat berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Hadist Abu Sa’id :
“ Bukankah jika wanita sedang haid dia tidak melaksanakan shalat, tidak juga puasa” ( Muttafaq’alaih )
Maka dia tidak melaksanakan shalat dan shalat haram baginya, serta tidak sah jika dia melaksanakannya. Dan seorang wanita tidak diperintahkan mengqadah ( yang ditinggalkan karena haid) berdasarkan ucapan ‘Aisyah radhiyallahu anha “
“ Kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqhada shalat”
Shalat yang dia lakukan karena malu haram hukumnya. Tidak boleh dia melakukan untuk shalat jika sudah bersih tetapi belum mandi haid. Jika dia tidak mendapati air , maka melakukan tayamum kemudian shalat sampai dia mendapati air kemudian ia melakukan mandi. Wallahul muwafiq
Shalat wanita yang sedang haid
Fadhilatul Syaikh ditanya tentang seorang yang sedang haid kemudian shalat. Bagaimana hukum amalan tersebut?
Beliau menjawab :
Tidak halal bagi wanita seorang untuk melaksanakan shalat jika dia sedang haid atau nifas, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang keadaan wanita :
“ Bukankah jika wanita sedang haid dia tidak melaksanakan shalat, tidak juga puasa?”
Kaum muslimin telah ijma’ bahwa tidak halal bagi seorang wanita yang sedang haid untuk berpuasa dan shalat. Wajib bagi wanita yang melakukan perkara tadi ( shalat dalam keadaan malu, karena haid) untuk bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah Subhanahuwata’ala atas perbuatanya tersebut.
Haid setelah jima’
Fadhilatul Syaikh ditanya seorang yang keluar darah haidnya disebabkan perjima’an. Kemudian dia meninggalkan shalat. Apakah dia harus mengqadha shalatnya?
Beliau menjawab :
Seorang wanita yang mengalami haid tidak mengqadha shalatnya jika ada sebab yang menjadikan haid. Sehingga darah haid tersebut betul – betul turun ( keluar ). Karena haid adalah darah yang jika keluar maka berlaku hukum haid. Sebagaimana pula seorang wanita yang menggunakan obat pencegah haid, sehingga darah haidnya tidak keluar. Maka dia tetap shalat dan puasa dan tidak menqadha puasa karena dia tidak mengalami haid. Maka huumnya itu beredar bersama dengan sebab. Allah Subhanahuwata’ala berfirman ;
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ
“ Dan mereka bertanya kepadamu tentang darah haid katakan : dia adalah sesuatu yang kotor, maka jauhilah wanita di saat haid. Dan janganlah kalian dekati hingga mereka suci.” ( Al Baqarah : 222)
Sehingga kapan saja kotoran tersebut didapati, berlaku hukum. Jika tidak maka tidak berlaku.
Hukum wanita haid yang membaca Al Qur’an
Fadhilatusy Syaikh ditanya apakah boleh seorang yang sedang haid membaca Al Qur’an ?
Beliau menjawab :
Seorang haid dibolehkan membaca Al Qur’an untuk suatu hajat ( kebutuhan ) seperti dia seorang pengajar, maka dia membaca Al Qur’an untuk dia ajarkan, atau seorang pelajar, maka dia membaca dalam rangka untuk belajar, atau jika tidak dia butuh untuk mengajari anak – anaknya yang masih kecil maupun yang sudah besar, maka dia mencotohkan dengan mengulang – ngulang membacakan ayat untuk ditirukan mereka.
Yang penting jika ada hajat yang menuntut seorang wanita yang sedang haid untuk membaca Al Qur’an, maka dibolehkan dan tidak ada penghalang perkara ini. Demikian pula jika dia khawatir lupa ( hafalannya) maka dia membaca dalam rangka mengingat – ingat, dan tidak ada dosa dengan membacannya.
Sebagian ulama berpendapat akan kebolehan membaca Al Qur’an bagi wanita yang sedang haid secara mutlak, tidak terkait dengan adanya hajat. Sebagian yang lain berpendapat bahwa hal itu haram walaupun ada hajat.
Dari pendapat di atas, yang wajib untuk dikalahkan : bahwa jika ada hajat dalam rangka untuk mengajarkan, belajar, khawatir lupa, maka tidak mengapa.
Hukum wanita haid memasuki masjid
Fadhilatul Syaikh ditanya apakah seroang yang sedang haid boleh menghadiri majlis dzikir ( ilmu ) di masjid ?
Beliau menjawab :
Wanita yang sedang haid tidak boleh berdiam di masjid. Adapun sekedar melewati ( dalam ruangan ) masjid maka tidak mengapa, dengan syarat aman dari kemungkinan darahnya mengotori masjid. Jika keadaanya tidak boleh untuk berdiam diri di masjid, maka tidak boleh baginya untuk pergi ke masjid dalam rangka mendengarkan majlis ilmu atau membaca Al Qur’an.
Kecuali jika ada tempat di luar masjid, dimana suara penceramah sampai ke tempat tersebut melalui pengeras suara, maka yang demikian tidak mengapa, untuk mendengarkan penjelasan ilmu atau bacaan Al Qur’an. Karena telah shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersandar dipangkuan ‘Aisyah radhiyallahu anha dan beliau membaca Al Qur’an padahal ‘Aisyah radhiyallahu anha sedang haid.
Adapun pergi ke masjid untuk berdiam diri disana dalam rangkan mendengarkan ilmu ataupun bacaan Al Qur’an, maka yang demikian tidak boleh. Karena itu ketika hajjatul wada’ disampaikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Shafiyah mengalami haid, beliau bersabda : “ Apakah Engkau menahannya?”, karena beliau menyangka bahwa Shafiyah belum melakukan thawaf ifadhah. Mereka menjawab bahwa dia sudah melakukannya.
Ini adalah dalil yang menunjukan bahwa wanita haid tidak boleh berdiam di masjid walaupun untuk beribadah. Dan telah shahih pula dari beliau bahwa beliau memerintahkan para wanita agar keluar mendatangi tempat shalat ied dalam rangka shalat ied dan dzikir dan beliau memerintahkan para wanita haid untuk menjahui tempat shalat
( diambil dari buku Problema Darah Wanita, Ash Shaf Media)