Pada bulan Syawwal, umat Islam bergembira dengan datangnya hari Iedul Fitri. Hari itu merupakan hari berbuka atau hari dilarangnya berpuasa sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam sabdakan :
ﻋóﻦú ﺑõﺮóﻳúﺪóﺓó ﻗóﺎﻝó : ﻛóﺎﻥó ﺍﻟﻨøóﺒöﻲøó ﻻó ﻳóﻐúﺪõﻭú ﻳóﻮúﻡó ﺍﻟúﻔöﻄúﺮö ﺣóﺘøóﻰ ﻳóﺄﹾﻛﹹﻞó ﻭóﻻó ﻳóﺄﹾﻛﹹﻞõ ﻳóﻮúﻡó ﺍúﻷóﺿúﺤóﻰ ﺣóﺘøóﻰ ﻳóﺮúﺟöﻊó .﴿ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﺭﻗﻢ ٢٤٥¡ ﻭﺃﺣﻤﺪ ٣٣ æ ٤٤¡ ﻭﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ ﺑﺎﺏ ٤٩¡ ﻭﺍﻟﺪﺍﺭﻣﻲ ﺑﺎﺏ٢١٧¡ ﻭﺍﻟﺤﺎﻛﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺘﺪﺭﻙ ١/٢٩٤ ﻭﺻﺤﻴﺤﻪ¡ ﻭﺍﻟﻄﻴﻠﺲ ﺭﻗﻢ ٨١١¡ ﻧﻴﻞ ﺍﻷﻭﻃﺎﺭ ٣/٣٥٥¡ ﻭﺻﺤﻴﺤﻪ ﺍﺑﻦ ﺍﻟﻘﺤﻄﺎﻥ ﴾
Dari Buraidah ia berkata : “Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak pergi (shalat Ied) pada hari raya Fithri hingga ia makan dan tidak makan pada hari raya Adlha hingga ia pulang.” (HR. Tirmidzi nomor 245, Ahmad nomor 33 dan 44, Ibnu Majah bab 49, Ad Darimi bab 217, Al Hakim dalam Al Mustadrak 1/294, beliau menshahihkannya, Ath Thayalisi nomor 811, Nailul Authar oleh Asy Syaukani juz 3 halaman 355, hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Al Qahthan)
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak pernah pergi pada hari raya Fithri sebelum beliau makan beberapa biji kurma dan beliau biasa memakannya dengan jumlah ganjil.
Disunnahkan mengawali makan dengan beberapa biji kurma seperti yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :
ﻋóﻦú ﺃóﻧóﺲò ﻗóﺎﻝó : ﻛóﺎﻥó ﺍﻟﻨøóﺒöﻲøõ ﻻóﻳóﻐúﺪõﻭú ﻳóﻮúﻡó ﺍﻟúﻔöﻄúﺮö ﺣóﺘﳲﻰ ﻳóﺄﹾﻛﹹﻞó ﺗóﻤúﺮóﺍﺕò ﻭóﻳóﺄﻛõﻠõﻬõﻦøó ﻭöﺗúﺮðﺍ .﴿ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ٢/٢١¡ ﻭﻣﺴﻨﺪ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺣﻨﺒﻞ ٣/٣٥٣¡ æﺗﻐﻠﻴﻖ ﺗﻌﻠﻴﻖ ٣٨٩¡ ﻭﺍﻋﻤﻠﻰ ﺍﻟﺸﺠﺮﻰ ٢/٣٩¡ ﻭﻓﺘﺢ ﺍﻟﺒﺎﺭﻱ ٢/٤٦٦¡ æﻣﻌﺠﻤﻞ ﺍﻟﻜﺒﻴﺮ ﺍﻟﻄﺒﺮﺍﻧﻲ ٢/٢٧٦ ﴾
Dari Anas radliyallahu ‘anhu, ia berkata : “Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak pernah pergi pada hari Iedul Fithri sehingga ia memakan beberapa biji kurma dan ia memakannya dengan jumlah ganjil.” (HR. Bukhari 2/21, Musnad Ahmad bin Hanbal 3/353, Sunanul Kubra 3/282, Misykatul Mashabih 1433, Syarhus Sunnah 306, Taghliq Ta’liq 389, Amali As Syajari 2/39, Fathul Bari 2/466, dan Mu’jamul Kabir oleh At Thabrani 2/276)
Imam As Shan’ani mengatakan, Muhallab berkata : “Hikmah makan sebelum shalat itu agar tidak ada persangkaan bahwa puasa masih berlangsung sampai shalat Ied dilangsungkan. Hal ini adalah untuk mencegah segala kemungkinan yang tidak baik.”
Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan bahwa hikmah disunnahkan makan kurma karena rasa manisnya berkhasiat menguatkan pandangan yang melemah karena puasa dan rasa manis itu cocok dengan iman, melembutkan perasaan, dan inilah yang lebih baik daripada lainnya. Oleh karena itu sebagian tabi’in menyunnahkan berbuka dengan yang manis-manis secara mutlak semisal madu. Beliau pun berkata : “Hikmah makan kurma dengan jumlah ganjil (yakni satu biji) memberikan isyarat kepada keesaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (Subulus Salam, Imam As Shan’ani halaman 136)
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan setiap kali makan membaca basmalah sebagaimana yang dikatakan oleh Umar bin Salamah radliyallahu ‘anhuma, ia berkata :
ﻋóﻦú ﻋõﻤóﺮó ﺑúﻦö ﺳóﻠóﻤóﺔó ﺭóﺿöﻲó ﺍﷲﹶ ﻋóﻨúﻬõﻤóﺎ ﻗóﺎﻝó : ﻗóﺎﻝó ﻟöﻲ ﺭóﺳõﻮúﻝõ ﺍﷲö : ﺳóﻢøö ﺍﷲﹶ ﻭóﻛõﻞú ﺑöﻴóﻤöﻴúﻨöﻚó .﴿ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ١/٥٢١ ﻭ ٥٢٣ ﻣﻊ ﺍﻟﻔﺘﺢ¡ ﻭﻣﺴﻠﻢ ٢/٢٢ ﴾
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam berkata kepadaku : “Sebutlah nama Allah ketika makan dan mulailah dengan tangan kanan.” (HR. Bukhari 1/521 dan 523 dalam Fathul Bari dan Muslim 2/22)
ﻋóﻦú ﻋóﺎﺋöﺸóﺔó Ñóﺿöﻲó ﺍﷲﹸ ﻋóﻨﹿﻬóﺎ ﻗóﺎﻟóﺖú : ﻗóﺎﻝó ﺭóﺳõﻮúﻝõ ﺍﷲö ﺇöﺫóﺍ ﺃﹶﻛóﻞó ﺃóﺣóﺪõﻛõﻢú ﻃóﻌóﺎﻣðﺎ ﻓóﻠúﻴﹷﺬúﻛõﺮö ﺍﺳúﻢó ﺍﷲö ﻓöﻲú ﺃóﻭøóﻟöﻪ .ﻓóﺈöﻥú ﻧóﺴöﻲó ﺃóﻥú ﻳóﺬúﻛõﺮó ﺍﺳúﻢó ﺍﷲö ﺗóﻌóﺎﻟóﻰ ﻓöﻲú ﺃóﻭøóﻟöﻪ ﻓóﻠúﻴﹷﻘõﻞú ﺑöﺴúﻢö ﺍﷲö ﺃóﻭøóﻟﹷﻪõ ﻭóﺁﺧöﺮóﻩõ .﴿ ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ٣٧٦٧¡ ﻭﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ١٩٢٠¡ ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ ﻓﻲ ﻋﻤﻞ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﻭﺍﻟﻠﻴﻠﺔ ٢٨١¡ ﻭﺃﺣﻤﺪ ٦/٢٠٧ – ٢٠٨¡ ﻭﺍﻟﺪﺍﺭﻣﻲ ٢/٩٤¡ ﻭﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ ٧/٢٨٩¡ ﻭﺍﻟﺤﺎﻛﻢ ٤/١٥٨¡ ﻭﺻﺤﻴﺤﻪ ﺳﺎﻟﻢ ﻋﻴﺪ ﺍﻟﻬﻼﻟﻲ ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺢ ﺍﻷﺫﻛﺎﺭ ﻭﺿﻌﻴﻒ ﺍﻷﺫﻛﺎﺭ ﴾
Dari Aisyah radliyallahu ‘anha, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Jika salah seorang di antara kalian makan, sebutlah nama Allah pada permulaannya. Jika lupa menyebut nama Allah pada permulaannya maka ucapkanlah bismillahi awwalahu wa akhirahu.” (Hadits shahih dengan dukungan hadits-hadits lain, dikeluarkan oleh Abu Dawud 3767, At Tirmidzi 1920, An Nasa’i dalam Amalul Yaumi wal Lailah 281, Ahmad 6/207-208, Ad Darimi 2/94, Al Baihaqi 7/289, dan Al Hakim 4/158, dishahihkan oleh Syaikh Salim Al Hilali).
Pada hadits shahih yang dikeluarkan oleh Abu Dawud dari Aisyah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengatakan :
ﻋóﻦú ﻋóﺎﺋöﺸóﺔó Ñóﺿöﻲó ﺍﷲﹸ ﻋóﻨﹿﻬóﺎ ﻗóﺎﻟóﺖú : ﻗóﺎﻝó ﺭóﺳõﻮúﻝõ ﺍﷲö ﺇöﺫóﺍ ﺃﹶﻛóﻞó ﺃóﺣóﺪõﻛõﻢú ﻃóﻌóﺎﻣðﺎ ﻓóﻠúﻴﹷﺬúﻛõﺮö ﺍﺳúﻢó ﺍﷲ .ﻓóﺈöﻥú ﻧóﺴöﻲó ﻓöﻲú ﺃóﻭøóﻟöﻪ ﻓóﻠúﻴﹷﻘõﻞú ﺑöﺴúﻢö ﺍﷲö ﻓöﻲ ﺃóﻭøóﻟöﻪö ﻭóﺁﺧöﺮöﻩö .﴿ ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ٣/٤٤٧¡ ﻭﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ٤/٢٨٨¡ ﻭﺍﻧﻈﺮ ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺢ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ٢/١٢٧ ﴾
“Jika salah seorang di antara kalian memakan makanan hendaklah membaca bismillah. Apabila lupa pada permulaannya hendaklah membaca bismillahi fi awwalihi wa akhirihi.” (HR. Abu Dawud 3/447, Tirmidzi 4/288, dan lihat Shahih Tirmidzi 2/127)
Al Imam An Nawawi berkata : “Para ulama bersepakat menyunnahkan pembacaan bismillah pada permulaan makan. Apabila tidak membaca bismillah karena lupa, tidak sengaja, atau tidak mampu mengucapkannya karena ada sesuatu yang menghalanginya dan tetap dalam keadaan makan, maka disunnahkan untuk membaca bismillahi awwalahu wa akhirahu atau bismillahi fi awwalihi wa akhirihi sebagaimana telah disebutkan dalam hadits di atas.
Pengucapan basmalah dalam minum air putih, susu, madu, kuah, dan minuman lainnya sama seperti ketika memakan makanan. Ulama madzhab Syafi’i dan yang lainnya menganggap sunnah mengeraskan suara ketika membaca basmalah untuk memperingatkan orang lain dan agar menjadi contoh bagi orang lain. Wallahu A’lam.” (Al Adzkar, Al Imam An Nawawi halaman 334)
Terkadang makanan yang disuguhkan kepada kita kurang mengundang selera, maka janganlah kita mencelanya. Jika suka maka makanlah dan apabila tidak suka hendaknya diam, sebagaimana yang disebutkan oleh Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu :
ﻋóﻦú ﺃóﺑöﻲ ﻫõﺮóﻳúﺮóﺓó ﻗóﺎﻝó : ﻣóﺎ ﻋóﺎﺏó ﺭóﺳõﻮúﻝõ ﺍﷲö ﻃóﻌóﺎﻣðﺎ ﻗóﻂøõ¡ ﺇöﻥö ﺍﺳúﺘﹷﻬóﺎﻩõ ﺃﹶﻛﹷﻠóﻪõ ﻭóﺇöﻥú ﻛóﺮöﻫóﻪõ ﺗóﺮóﻛﹷﻪõ .ﻭﻓﻲ ﺭﻭﺍﻳﺔ ﻣﺴﻠﻢ : ﻭóﺇöﻥú ﻟóﻢú ﻳóﺸúﺘﹷﻪö ﺳóﻜóﺖó .﴿ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻣﻊ ﺍﻟﻔﺘﺢ ٥٤٧ æﻣﺴﻠﻢ ٢٥٦٤ ﴾
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak pernah mencela makanan sama sekali. Apabila ia suka, ia memakannya dan jika tidak suka maka ditinggalkannya.” Pada riwayat Muslim : “Jika suka, memakannya, jika tidak suka beliau diam.” (HR. Bukhari dalam Fathul Bari nomor 547 dan Muslim nomor 2564)
Namun diperbolehkan mengucapkan, “Aku tidak suka makanan ini atau aku tidak terbiasa memakan makanan ini” apabila diundang untuk memakannya sebagaimana dalam hadits tentang dlab (biawak) ketika para shahabat menyuguhkan panggangan daging biawak tersebut. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menyentuhnya. Shahabat berkata : “Itu daging biawak, wahai Rasulullah!” Lalu dengan segera beliau mengangkat tangannya karena jijik. Kemudian Khalid berkata : “Apakah daging biawak haram, wahai Rasulullah?” Beliau berkata : “Tidak, dia tidak ada di daerahku.” (HR. Bukhari dalam Fathul Bari 9/543 dan Muslim nomor 1945 dari Khalid bin Al Walid radliyallahu ‘anhu)
Disunnahkan pula memuji makanan yang dimakan.
ﻋóﻦú ﺟóﺎﺑöﺮò ﻗóﺎﻝó : ﺃóﻥøó ﺍﻟﻨøóﺒöﻲøó ﺳóﺄóﻝó ﺃóﻫúﻠóﻪõ ﺍúﻷóﺩóﻡó ﻓóﻘóﺎﻟõﻮúﺍ ﻣóﺎ ﻋöﻨúﺪóﻧóﺎ ﺇöﻻøó ﺧóﻞøñ ﻓóﺪóﻋóﺎ ﺑöﻪö ﻓóﺠóﻌóﻞó ﻳóﺄﹾﻛõﻞõ ﻣöﻨúﻪõ ﻭóﻳﹷﻜõﻮúﻝõ : ﻧöﻌúﻢó ﺍúﻷóﺩóﻡõ ﺍﻟúﺨóﻞøõ .﴿ ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺤﻪ ١٤٣١ æ ١٤٣٣ ﴾
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam meminta lauk kepada para istrinya. Mereka berkata : “Kami hanya memiliki cuka.” Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menyuruh mengambilnya lalu memakannya seraya berkata : “Sebaik-baik lauk adalah cuka.” (Dikeluarkan oleh Muslim dalam Shahih-nya nomor 1431 dan 1433)
Apabila kita kebetulan bertamu ke rumah teman/saudara dan mendapatkan suguhan, dianjurkan mendoakan kepada tuan rumah dengan doa :
ﺍﻟﻠøóﻬõﻢøó ﺑóﺎﺭöﻙú ﻟóﻬõﻢú ﻓöﻴúﻤóﺎ ﺭóﺯóﻗúﺘﹷﻬõﻢú ﻭóﺍﻏúﻔöﺮúﻟﹷﻬõﻢú ﻭóﺍﺭúﺣóﻤúﻬõﻢú .﴿ ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ ٣/١٦١٥ ﴾
“Ya Allah, berikan keberkahan (kebaikan yang terus-menerus) untuk mereka (tuan rumah) pada apa-apa yang Engkau rizkikan untuk mereka. Ampunilah dan sayangilah mereka.” (HR. Muslim 3/1615)
Demikian pula disunnahkan memberikan shalawat kepada orang yang menyerahkan zakat harta miliknya. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir surat At Taubah ayat 103)
ﻋóﻦú ﻋóﺒúﺪö ﺍﷲö ﺍﺑúﻦö ﺃóﻭúﻓóﻰ ﻗóﺎﻝó : ﻛóﺎﻥó ﺭóﺳõﻮúﻝõ ﺍﷲö ﺇöﺫóﺍ ﺃóﺗóﺎﻩõ ﻗóﻮúﻡñ ﺑöﺼóﺪóﻗóﺘöﻬöﻢú ﻗóﺎﻝó : ﺍﻟﻠøóﻬõﻢøó ﺻóﻞøö ﻋóﻠóﻴúﻬöﻢú .ﻓóﺄﹶﺗóﺎﻩõ ﺃóﺑöﻲú ﺃóﺑõﻮú ﺃóﻭúﻓóﻰ ﺑöﺼóﺪóﻗóﺘöﻪö ﻓóﻘóﺎﻝó : ﺍﻟﻠøóﻬõﻢøó ﺻóﻞøó ﻋóﻠóﻰ ﺁﻝö ﺃóﺑöﻰ ﺃóﻭúﻓóﻰ .﴿ ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ ١٠٧٨ ﻓﻲ ﻣﺨﺘﺼﺮ ﺻﺤﻴﺢ ﻣﺴﻠﻢ ﴾
Dari Abdillah bin Abi Aufa mengatakan, apabila suatu kaum datang kepada beliau untuk menyerahkan sedekah, beliau berdoa : “Ya Allah, berilah shalawat (yakni ampunilah mereka).” Kemudian bapakku –Abu Aufa– membawa sedekah kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam lalu Rasulullah bersabda : “Ya Allah, berilah shalawat atas Ali (keluarga) Abi Aufa.” (HR. Muslim 1078). Ali Aufa yaitu Abu Aufa sendiri. (Lihat Mukhtashar Syarah Shahih Muslim halaman 757, Imam An Nawawi)
Setelah selesai makan disunnahkan berdoa :
ﺍﻟúﺤóﻤúﺪõ ﻟöﻠøóﻪö ﻛóﺜöﻴúﺮðﺍ ﻃóﻴﳴﺒðﺎ ﻓöﻴúﻪö ﻏóﻴúﺮó ﻣóﻜúﻔöﻲ ﻭóﻻó ﻣõﻮóﺩøóﻉò ﻭóﻻó ﻣõﺴúﺘﹷﻐúﻨﹱﻰ ﻋóﻨúﻪõ ﺭóﺑﳳﻨóﺎ .﴿ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺃﻣﺎﻣﺔ ﴾
“Segala puji yang banyak, baik, dan berkah bagi Allah. Engkaulah pemberi makan tidak diberi makan, tempat meminta dan mengharap. Ya Allah, Engkaulah Dzat yang tidak membutuhkan pujian.” (HR. Bukhari dari Abi Umamah, dikeluarkan oleh An Nawawi dalam Al Adzkar tahqiq Abdul Qadir Al Arnauth, halaman 339)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Barangsiapa sesudah makan mengucapkan :
ﺍﻟúﺤóﻤúﺪõ ﻟöﻠøóﻪö ﺍﻟøóﺬöﻱú ﺃóﻃúﻌóﻤóﻨöﻲ ﻫóﺬóﺍ ﻭóﺭóﺯóﻗóﻨöﻴúﻪö ﻣöﻦú ﻏóﻴúﺮö ﺣóﻮúﻝò ﻣöﻨøöﻲ ﻭóﻻó ﻗõﻮøóﺓò ﻏõﻔöﺮóﻟóﻪõ ﻣóﺎ ﺗóﻘóﺪøóﻡó ﻣöﻦú ﺫóﻧúﺒöﻪö .﴿ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻭﻗﺎﻝ : ﺣﺪﻳﺚ ﺣﺴﻦº ﺍﻧﻈﺮ ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺢ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ٣/١٥٩ ﴾
‘Alhamdulillah (segala puji bagi Allah) yang telah memberi makan dan rizkiku tanpa upaya dan kekuatan dariku.’ Maka akan diampuni dosanya yang telah lewat.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah dari Muadz bin Anas radliyallahu ‘anhu, Tirmidzi berkata : “Hadits ini hasan.” Lihat Shahih Tirmidzi 3/159)
Itulah doa-doa sebelum dan sesudah makan minum yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam untuk diamalkan sebagai ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan perwujudan rasa syukur kepada-Nya yang telah memberi kenikmatan kepada kita berupa makanan dan minuman.
Allahu Ta’ala A’lam.
Maraji’ :
1. Al Adzkar. Imam An Nawawi tahqiq Abdul Qadir Al Arnauth.
2. Shahihu Al Adzkar wa Dlaif Al Adzkar An Nawawi. Syaikh Salim Ied Al Hilali.
3. Tafsir Qur’anul Adhim. Ibnu Katsir.
4. Nailul Authar. Al Imam Asy Syaukani.
5. Subulus Salam. Al Imam Ash Shan’ani.
6. Mukhtashar Syarah Shahih Muslim. Al Imam An Nawawi.
7. Hishnul Muslim. Said bin Ali bin Wahf Al Qahthan.
(Dikutip dari majalah SALAFY Edisi ke XIV/SYAWWAL/1417/1997/DOA, tulisan al Ustadz Ahmad Hamdani).