Beberapa Faidah Terkait Amalan Di Bulan Dzhulhijjah ( bag.1)

Beberapa Faidah Terkait Amalan Di Bulan Dzhulhijjah ( bag.1)

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Di tulis Oleh Ustadz Kharisman

                Berikut ini adalah panduan ringkas dan sebagian dalam bentuk tanya jawab tentang amalan di bulan Dzulhijjah untuk kaum muslimin yang tidak berhaji. Penjelasan adalah seputar amalan di 10 hari awal bulan Dzulhijjah secara umum, shaum (puasa) Arafah, ibadah qurban, dan sholat Iedul Adha.

Keutamaan Amalan di 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah

          Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah adalah saat-saat terbaik untuk beramal sholeh. Sebagian Ulama menjelaskan bahwa amalan terbaik yang dilakukan di waktu malam (dari terbenam matahari hingga terbit fajar) adalah pada saat 10 hari terakhir bulan Ramadhan dalam upaya mendapat Lailatul Qodar. Sedangkan untuk siang hari (dari terbit Fajar sampai terbenam matahari), amal sholeh yang terbaik adalah yang dilakukan di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah (Tafsir Ibnu Katsir).

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَا الْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ قَالُوا وَلَا الْجِهَادُ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ

Dari Ibnu Abbas dari Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda: “Tidaklah ada suatu amalan yang lebih utama dikerjakan pada hari-hari ini (10 hari pertama Dzulhijjah). Para Sahabat bertanya: Apakah juga tidak bisa dikalahkan oleh Jihad fii Sabiilillah? Nabi bersabda: Tidak juga jihad fii sabiilillah , kecuali seseorang yang keluar (untuk berjihad) dengan jiwa dan hartanya kemudian tidak kembali sedikitpun (H.R alBukhari)

          Segala macam bentuk ibadah bisa diperbanyak sesuai dengan tuntunan Nabi. Bisa dalam bentuk sholat Sunnah, dzikir, shodaqoh, puasa Sunnah (selain di tanggal 10 Dzulhijjah), ataupun amal sholeh yang lain.

Bagi seseorang kepala keluarga yang akan berkurban, pada awal masuk bulan Dzulhijjah, hendaknya ia tidak memotong rambut, kuku, dan kulit yang ada pada tubuhnya, sesuai dengan hadits:

إِذَا دَخَلَتْ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا

“Jika masuk 10 awal Dzulhijjah, dan seseorang dari kalian ingin berkurban, maka janganlah mengambil rambut dan kulitnya sedikitpun” (H.R Muslim)

KEUTAMAAN SHOUM ARAFAH

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ

 “dan (Nabi) ditanya tentang puasa hari Arafah maka beliau bersabda: Menghapus dosa tahun yang lalu dan yang akan datang” (H.R Muslim).

Disunnahkan untuk shoum pada hari Arafah  (9 Dzulhijjah), dan diharamkan puasa pada 10,11,12, dan 13 Dzulhijjah.

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الْفِطْرِ وَالنَّحْرِ

 Dari Abu Said al-Khudry –radliyallahu ‘anhu-beliau berkata: Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam melarang puasa pada Iedul Fitri dan Iedul Adha “(H.R al-Bukhari).

عَنْ نُبَيْشَةَ الْهُذَلِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ

 Dari Nubaisyah al-Hudzaliy beliau berkata: Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan dan minum (H.R Muslim)

 QURBAN:

 1.      Apakah hukum melakukan qurban bagi yang mampu?

Jawab: Hukumnya adalah Sunnah Muakkadah (ditekankan), Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam setiap tahun selalu berkurban. Namun, tidak sampai taraf wajib, karena Nabi menyatakan:

 إِذَا دَخَلَتْ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا

 “Jika masuk 10 awal Dzulhijjah, dan seseorang dari kalian ingin berkurban, maka janganlah mengambil rambut dan kulitnya sedikitpun” (H.R Muslim)

 Dalam hadits tersebut Nabi menyatakan : “ dan seseorang dari kalian ‘ingin’ berkurban”, jika merupakan kewajiban, Nabi tidak mengkaitkannya dengan ‘keinginan’.

Sedangkan hadits yang menyatakan:

 مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

 “Barangsiapa yang memiliki kelapangan, sedangkan ia tidak berkurban, janganlah dekat-dekat musholla kami” (H.R Ahmad, Ibnu Majah, al-Hakim).

 Hadits tersebut (selain juga mauquf, sebagai ucapan Abu Hurairah, bukan ucapan Nabi) tidak secara tegas menunjukkan keharaman bagi yang meninggalkannya, karena sama dengan hadits:

 مَنْ أَكَلَ ثُومًا أَوْ بَصَلًا فَلْيَعْتَزِلْنَا أَوْ قَالَ فَلْيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا

 

“Barangsiapa yang makan bawang hendaknya menjauh dari masjid kami” (muttafaqun ‘alaih).

 Tidak ada seorang Ulama’ pun yang mengharamkan makan bawang berdasarkan hadits tersebut (Faidah ini diambil dari Fatwa Syaikh Bin Baz rahimahullah).

Selain itu, Abu Bakar dan Umar pernah tidak berukurban sebagai contoh agar orang tidak menganggapnya sebagai kewajiban (Tafsir al-Qurthuby 15/108)/.

Berkurban menjadi wajib jika seseorang telah bernadzar sebelumnya.

 2.      Apakah keutamaan berkurban?

Jawab: Berkurban keutamaannya sangat besar. Bahkan, Imam Ahmad berpendapat sejumlah uang yang dikeluarkan untuk penyembelihan kurban lebih utama dibandingkan nominal yang sama yang dikeluarkan untuk shodaqoh yang lain (Tafsir al-Qurthuby 15/108).

Ibnul Aroby menyatakan bahwa tidak ada satu hadits pun yang shahih yang terkait dengan keutamaan berkurban (Tuhfatul Ahwadzi juz 5 halaman 63).

Kalaulah tidak ada keutamaan lain selain karena Nabi mencontohkannya dan senantiasa melakukannya, maka cukuplah itu sebagai keutamaan. Karena menjalankan Sunnah Nabi menjadi sebab datangnya kecintaan dan ampunan Allah:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Katakanlah, jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku (Nabi Muhammad), niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa kalian. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S Ali Imran: 31).

 3.      Jika seseorang mampu, apakah yang disunnahkan dia berkurban untuk setiap anggota keluarganya satu binatang kurban, atau mencukupkan satu untuk seluruh keluarganya?

Jawab: Yang disunnahkan adalah seseorang berkuban satu untuk seluruh anggota keluarganya yang berada dalam 1 rumah. Hal ini berdasarkan hadits:

 عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ سَأَلْتُ أَبَا أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيَّ كَيْفَ كَانَتْ الضَّحَايَا فِيكُمْ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَ الرَّجُلُ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ ثُمَّ تَبَاهَى النَّاسُ فَصَارَ كَمَا تَرَى

 Dari Atho’ bin Yasar beliau berkata: Aku bertanya kepada Abu Ayyub al-Anshori tentang bagaimana penyembelihan (kurban) yang kalian lakukan di masa Nabi shollallaahu alaihi wasallam? Beliau berkata: seseorang laki-laki di masa Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam berkurban satu domba untuk dirinya dan untuk keluarganya (ahlul bait). Mereka makan dan memberi makan (darinya), kemudian manusia bermegah-megah seperti yang kamu lihat (H.R atTirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan Malik)

 Jika seorang anak yang telah berkeluarga tinggal satu rumah bersama kedua orang tuanya, maka cukup berkurban 1 binatang kurban untuk seluruh penghuni rumah, sebagaimana difatwakan oleh Fatwa alLajnah adDaimah (11/404).

Jika seseorang memiliki anggota keluarga yang sangat banyak, satu binatang kurban sudah mencukupi, namun jika menyembelih lebih dari satu, maka itu lebih utama (Fatwa alLajnah adDaimah (11/408)).