You are currently viewing BACAAN KETIKA MENYEMBELIH HEWAN AQIQAH

BACAAN KETIKA MENYEMBELIH HEWAN AQIQAH

  • Post author:
  • Post category:Fiqih

Ditulis Oleh Al Ustadz Abu Utsman Kharisman

Pertanyaan:

Afwan ustadz, apa doa ketika kita menyembelih hewan aqiqah ?

Jawab:

Disunnahkan saat menyembelih binatang untuk ‘aqiqoh dengan membaca:

بِسْمِ اللهِ ، اللَّهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ ، هَذِهِ عَقِيقَةُ فُلاَن

Bismillah Allahu Akbar Allaahumma minka wa laka, haadzihi ‘aqiiqotu fulaan (Dengan Nama Allah, Allah adalah Yang Terbesar, Ya Allah ini dariMu dan untukMu. Ini adalah aqiqoh fulaan)
Penyebutan ‘fulaan’ itu diganti dengan nama anak yang diaqiqohi tersebut.

Hal ini sesuai hadits yang diriwayatkan al-Baihaqy dalam as-Sunan al-Kubro dan Abu Ya’la dalam Musnadnya:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : يُعَقُّ عَنِ الْغُلاَمِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ ، وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ ، قَالَتْ عَائِشَةُ : فَعَقَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم عَنِ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ شَاتَيْنِ شَاتَيْنِ يَوْمَ السَّابِعِ ، وَأَمَرَ أَنْ يُمَاطَ عَنْ رَأْسِهِ الأَذَى وَقَالَ : اذْبَحُوا عَلَى اسْمِهِ وَقُولُوا بِسْمِ اللهِ ، اللَّهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ ، هَذِهِ عَقِيقَةُ فُلاَنٍ

Dari Aisyah –radhiyallahu anha- beliau berkata: Anak laki-laki diaqiqohi dengan dua kambing yang setara. Dan anak perempuan satu kambing. Aisyah berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam mengaqiqohi al-Hasan dan al-Husain masing-masing dua kambing pada hari ketujuh (kelahiran). Beliau memerintahkan agar pada kepala anak itu dihilangkan kotoran. Dan beliau bersabda: Sembelihlah dengan (juga) menyebut nama (anak yang akan diaqiqahi). Ucapkan: Bismillah Allahu Akbar Allaahumma minka wa laka, haadzihi ‘aqiiqotu fulaan (Dengan Nama Allah, Allah adalah Yang Terbesar, Ya Allah ini dariMu dan untukMu. Ini adalah aqiqoh fulaan).

Hadits ini dishahihkan oleh Ibnus Sakan dan dinyatakan sanadnya hasan oleh anNawawiy dalam al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab. Diriwayatkan juga oleh Ibnul Mundzir dan dinyatakan hasan.

Hal ini juga ditunjang oleh pendapat seorang Tabi’i Qotadah, yang menyatakan:

يُسَمِّى عَلَى الْعَقِيقَةِ كَمَا يُسَمِّى عَلَى الأُضْحِيَّةِ : بِسْمِ اللهِ ، عَقِيقَةُ فُلاَنٍ

Mengucapkan bismillah saat (akan menyembelih) aqiqoh sebagaimana mengucapkan bismillah pada binatang kurban, dengan mengucapkan: Bismillah, aqiqoh fulaan (riwayat Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih, para perawinya adalah rijal al-Bukhari dan Muslim)

Al-Imam Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah juga menyebutkan pendapat ini adalah pendapat al-Imam Ahmad dalam Tuhfatul Mauduud fii Ahkaamil Mauluud:

ولهذا يستحب أن يقال عليها ما يقال على الأضحية قال أبو طالب سألت أبا عبد الله إذا أراد الرجل أن يعق كيف يقول قال يقول باسم الله ويذبح على النية كما يضحي بنيته يقول هذه عقيقة فلان بن فلان ولهذا يقول فيها اللهم منك ولك ويستحب فيها ما يستحب في الأضحية

Karena itu, disunnahkan untuk mengucapkan seperti yang diucapkan pada saat penyembelihan kurban. Abu Tholib berkata: Aku bertanya Abu Abdillah (Ahmad bin Hanbal): Jika seorang ingin (menyembelih) aqiqoh, apa yang dibacanya? Beliau menjawab: Ia mengucapkan Bismillah dan menyembelih dengan (menyebut niat). Ia berkata: Ini adalah aqiqoh fulaan bin fulaan. Karena itu saat menyembelih itu ia mengucapkan: Allaahumma minka wa laka ( Ya Allah ini adalah dariMu dan untukMu). Disukai melakukan padanya (aqiqoh) sebagaimana disukai melakukannya pada penyembelihan binatang kurban (Tuhfatul Mauduud fii Ahkaamil Mauluud(1/70)).

Namun kalaupun seseorang hanya mengucapkan Bismillah saat menyembelih aqiqoh dan tidak melafadzkan niat bahwa aqiqoh ini dari anak tertentu, maka yang demikian tidak mengapa.

Ibnul Mundzir menyatakan:

وإن نوى العقيقة ولم يتكلم به أجزأه إن شاء الله

Jika dia berniat aqiqoh dan tidak mengucapkannya maka yang demikian sudah cukup baginya InsyaAllah (Tuhfatul Mauduud fii Ahkaamil Mauluud (1/93)).

Catatan : hadits Aisyah di atas memiliki ‘illat karena mayoritas jalur periwayatan mengandung ‘an-anah dari Ibnu Juraij, hanya periwayatan dari Ibnu Hibban dalam Shahihnya yang tidak. Ibnu Juraij, meski beliau adalah rijaal al-Bukhari dan Muslim namun beliau dikenal sebagai mudallis. Namun, riwayat ini insyaAllah bisa dikuatkan dengan riwayat yang shahih maqthu’ dari Qotadah. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan 2 jalur periwayatan dari Qotadah, yang salah satu sanadnya shahih. Syaikh al-Albany dalam kitab Qishshotul Masiihid Dajjaal (1/99) mengisyaratkan bahwa riwayat shahih maqthu’ dari Tabi’i hukumnya adalah marfu’ mursal.