APAKAH RUDUD SELALU MELAZIMKAN TABDI’?

APAKAH RUDUD SELALU MELAZIMKAN TABDI’?

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Fawaid Manhajiyyah Dari Asy Syaikh Ahmad bin Umar Bazmul Hafizhahullah

 (Pertanyaan ke 10)

 Pertanyaan:  Apakah dengan adanya bantahan terhadap kesalahan melazimkan bahwa orang yang melontarkan kesalahan tersebut menjadi mubtadi’?

 Asy-Syaikh Ahmad bin Umar Bazmul hafizhahullah menjawab, “Pertanyaan ini sebenarnya sudah lewat penjelasannya, namun aku akan menjelaskannya lagi sekilas.

 Aku katakan -semoga Allah memberkahi kalian- sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullahu ta’ala, bahwa orang yang melakukan kesalahan dari kalangan ahlul haqq, ia harus dibantah (diterangkan kesalahannya). Bantahan terhadapnya ini bukanlah celaan kepadanya, bahkan orang yang tergelincir dari kalangan ahlul haqq ini, ia adalah orang dicintai dan diagungkan oleh para ulama. Namun Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam, sunnah beliau, dan al-haqq lebih mereka cintai daripada orang mulia manapun.

 Ini adalah yang wajib kita yakini, bahwa barangsiapa yang menyelisihi al-haqq dari kalangan ahlul haqq, kita tetap menghormatinya, dari sudut pandang menghormati pribadinya, dan kita tidak mengatakan bahwa dia adalah mubtadi’ dhaall (ahlul bid’ah yang sesat). Namun disisi lain kebatilan (yang disampaikannya) tetap harus dibantah.

 Bila ia menerimanya, kemuliaannya tetap terjaga, tetap agung, dan ia tetap diakui dengan kemuliaaan tersebut. Namun bila ia justru MEMBANTAH DAN MENENTANG, IA JATUH DI HADAPAN PARA ULAMA, sesudah adanya nasihat dan penjelasan kepadanya. Martabatnya jatuh, meskipun ia termasuk ahlul haqq. Karena penentangannya terhadap al-haqq dan ketidakbersediaannya mengambil al-haqq menjadi dalil adanya penyimpangan pada dirinya.

 Jadi kesimpulan pembicaraan dari pertanyaan ini adalah bahwa bantahan terhadap orang yang menyelisihi al-haqq tidak selalu secara langsung melazimkan/berkonsekuensi adanya tabdi’ (penetapan bahwa orang yang tergelincir ini mubtadi’), tadhlil (penetapan bahwa ia sesat), dan tahdzir (memperingatkan manusia untuk menjauhinya), -kecuali bila ‘alim yang membantah menjelaskan secara sharih konsekuensi tabdi’/tahdzir tersebut (pent.)- namun bantahan tadi adalah peringatan kepada manusia untuk berhati-hati dari kesalahannya.

 Dan terkadang, ahlul haqq yang melakukan kesalahan tersebut perlu disebutkan namanya, karena adanya kebutuhan untuk disebutkan, dan tidak ada (syariat) yang melarang dari penyebutan ini. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma pernah berkata, “Abus Sanabil telah berdusta.”

 Para salaf dahulu juga saling membantah di antara mereka. Ibnu Abbas juga pernah berfatwa di dalam permasalahan sebagian bentuk riba, kemudian para ulama sahabat menyalahkan beliau, menyalahkan dengan menyebutkan nama beliau.

 Namun ternyata beliau tidak congkak.Beliau tidak sombong.Beliau tidak mengumumkan peperangan.Beliau tidak mengatakan bahwa mereka ini berburu/mencari-cari ketergelinciran.Beliau juga tidak mengatakan, “Tidaklah kalian tinggalkan seorang pun kecuali pasti kalian jarh/kritik.”

 Namun justru beliau berkata, “Ini adalah (sebatas) ilmuku, dan semoga Allah membalas kalian dengan kebaikan.” Beliau pun rujuk kepadanya.

Demikianlah dahulu sikap para salaf. Dan demikanlah seharusnya kita bersikap, bila kita benar beramal dengan jujur menisbatkan diri sebagai salafiyyun, seharusnya kita menjadi seperti mereka.”

Dikumpulkan oleh Abu Muhammad as-Sunni al-Libi.

 Dialihbahasakan oleh Ummu Maryam al-Atsariyyah.

Sumber: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=136061

#######################################

هذا السؤال العاشر : هل يلزم من الرد على الخطإ أن يكون القائل به مبتدعاً ؟

الشيخ أحمد بن عمر بازمول حفظه الله :

هذا السؤال يعني سبق بيانه ولكن أقف معه قليلاً .

أقول بارك الله فيكم كما قال ابن رجب رحمه الله تعالى أن المخطئ من أهل الحق يرد عليه والرد عليه ليس قدحاً فيه بل هو حبيب إليهم ومعظم عندهم ولكن الرسول صلى الله عليه وسلم وسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم والحق أحب إليهم من أي عظيم هذا الذي يجب أن نعتقده أن من خالف الحق من أهل الحق نحترمه من حيث هو ولا نقول هو مبتدع ضال ولكن يرد هذا الباطل فإن قبله حفظت كرامته وكبر وعرف له ذلك وإن رده وعاند فإنه يسقط عند أهل العلم بعد النصيحة والبيان يسقط ولو كان من أهل الحق لأن عناده للحق وعدم أخذه به دليل على إنحراف عنده فإذا خلاصة الكلام عن هذا السؤال لا يلزم من الرد على المخالف تبديعه ولا تضليله ولا التحذير منه مباشرة بل التحذير من الخطإ وقد يسمى المخطئ للحاجة لذلك لامانع من ذلك قال ابن عباس كذب أبو السنابل ورد السلف بعضهم على بعض.

ابن عباس رضي الله عنهما أفتى فى بعض صور الربا فخطأه العلماء خطؤه باسمه

ولم يستنكف

ولم يستكبر

ولم يعلن الحرب

ولم يقول تتصيدون العثرات

ولم يقل ما تركتم أحداً إلا جرحتموه

ولكن قال هذا علمي وجزاكم الله خيراً

ورجع إليه هكذا كان السلف وهكذا يجب أن نكون نحن إذا كنا فعلاً صادقين سلفيين لابد أن نكون مثلهم نعم.

〰〰〰〰〰〰〰〰〰

 WhatsApp Salafiyyin Jogja