Fadhilah asy-Syaikh al-Walid (ayahanda dalam dakwah) al-‘Allamah Rabi’ bin Hadi bin ‘Umair al-Madkhali – semoga Allah menjaga dan melindungi beliau -.
Pertanyaan:
“Apakah perbedaan antara ucapan bahwa: “Al-Quran adalah KALAM NAFSI / makna yang terdapat dalam diri” ; dengan pernyataan bahwa “Al-Quran merupakan HIKAYAT ‘AN KALAMILLAH terhadap Kalam (Firman) Allah?”
Jawaban:
“Sebenarnya semua mereka meyakini bahwa al-Quran itu sekedar “makna yang terdapat dalam diri”. Ini berasal dari ucapan Muhammad bin Sa’id bin Kullab. Adapun huruf-huruf dan kata-kata (dalam alQuran) ini menurut dia bukanlah Firman Allah, namun sekedar HIKAYAT terhadap Firman Allah (yang sebenarnya) !”
al-Asy’ary meyakini hal serupa; bahwa Firman Allah adalah ‘KALAM NAFSI’ yang merupakan sifat yang ada pada dzat Allah Tabaraka wa Ta’ala, tanpa huruf dan tanpa suara. Itu sekedar UNGKAPAN terhadap Firman Allah (yang hakiki)
Sehingga keduanya (Kullabiyyah dan Asy’ariyyah) ini sama-sama bersepakat pada satu keyakinan bahwa al-Quran atau Kalamullah merupakan “makna yang ada pada diri” yang menyatu dengan Dzat-Nya. Sementara (masih menurut mereka) huruf-huruf dan suara-suara ini adalah MAKHLUK ! Sehingga mereka datang membawa kesesatan ini!!
Semua ini adalah omong kosong belaka.
(sementara kita tetap yakin bahwa) al-Kalam (berbicara) adalah salah satu di antara sifat-sifat Allah Tabaraka wa Ta’ala, yang menyatu dengan Dzat-Nya, akan tetapi Dia berfirman (berbicara) kapan saja Dia kehendaki dan jika dikehendaki-Nya – Maha Suci Dia lagi Maha Tinggi – dengan Firman/ucapan yang didengar oleh malaikat dari-Nya, didengar oleh Jibril, kemudian disampaikan kepada hamba-hamba-Nya (sebagaimana diantaranya disebutkan dalam ayat)
وكلّم الله موسى تكليما
[[ dan Allah berbicara kepada Musa dengan suatu pembicaraan (yang sebenarnya)]]
Dalam keadaan Nabi Musa pun mendengar kalam/firman Allah ‘Azza wa Jalla yang (benar-benar) Dia berbicara dengannya.
Sehingga (kita yakini) al-Kalam adalah sifat yang ada pada Dzat Allah, namun dari sisi yang lain sifat ini juga terkait erat dengan Masyi’ah/kehendak Allah; Dia berfirman kapan saja dan cara bagaimanapun sesuai dengan kehendak-Nya.
Sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah rahimahullah:
الكلام قديم النوع حادث الآحاد
“Sifat al-Kalam (bagi Allah) dari sisi jenisnya telah ada sejak dahulu tanpa ada permulaannya, sedangkan dari tinjauan tiap satuannya senantiasa terbarukan.”
☑ ‘Tiap satuannya senantiasa terbarukan’ maksudnya kapan saja Dia akan berbicar
☑ ‘Sejak dahulu tanpa ada permulaannya’ bermakna sebagaiman sifat al-Ilmu (Maha Mengetahui), dan al-Qudroh (Maha Mampu), dan al-Irodah (Maha Berkehendak) berlaku sejak dahulu tanpa ada permulaannya, serta senantiasa ada bersama Dzat Allah Yang Maha Tinggi.”
Sumber:
(Fatawa-fatwa dalam bidang Aqidah dan Manhaj – pertemuan pertama).